Kamis, 3 September 2009 01:33:48 WIB
Kategori : Fiqih : Puasa
Diharamkan bagi wanita yang sedang haidh atau tengah menjalani nifas untuk berpuasa. Jika keduanya tetap berpuasa, maka puasa keduanya tidak sah. Dalil yang menjadi dasar hal tersebut adalah hadits yang diriwayatkan dari Abu Sa'id al-Khudri Radhiyallahu 'anhu, ia berkata, "Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Bukankah jika dia haidh, dia tidak mengerjakan shalat dan tidak juga berpuasa? Yang demikian itu merupakan bentuk kekurangan agamanya." Tetapi keduanya harus mengqadha'puasa selama hari-hari yang dia tinggalkan dalam menjalani haidh atau nifas tersebut. Hal itu didasarkan pada firman-Nya: "Maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain." Dan juga pada hadits Aisyah Radhiyallahu 'anha yang di dalamnya disebutkan: "Kami pernah menjalani haidh pada masa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, maka kami diperintahkan untuk mengqadha' puasa dan tidak diperintahkan untuk mengqadha' shalat..."
Rabu, 2 September 2009 02:27:57 WIB
Kategori : Fiqih : Puasa
Setiap kali orang yang tidak mampu itu tidak berpuasa, maka dia harus memberi makan setiap hari satu orang miskin, karena Allah Jalla wa Ala menjadikan pemberian makan sebanding dengan puasa ketika diberikan pilihan antara keduanya. Yang pertama diwajibkan adalah berpuasa sehingga berubah menjadi pengganti baginya pada saat tidak mampu, karena ia sebanding dengan puasa. Al-Bukhari rahimahullah mengatakan: "Adapun orang yang sudah tua renta, jika ia tidak mampu menjalankan puasa, maka sesungguhnya Anas pernah memberikan makan roti dan daging setiap harinya kepada satu orang miskin setelah satu atau dua tahun dia menjadi tua (tidak mampu berpuasa). Ibnu 'Abbas Radhiyallahu 'anhu mengatakan bahwa seorang laki-laki yang sudah tua dan seorang wanita yang juga sudah tua yang keduanya sudah tidak mampu lagi berpuasa, maka keduanya harus memberi makan satu orang miskin setiap harinya."
Selasa, 1 September 2009 00:53:45 WIB
Kategori : Fiqih : Puasa
Pembuat syari'at Yang Mahabijaksana telah menggantungkan qashar shalat dan pembolehan tidak berpuasa pada kemutlakan perjalanan tanpa batasan. Hanya saja ketika perjalanan itu menjadi tempat kesulitan, dan kesulitan itu tidak terjadi kecuali pada perjalanan yang panjang, maka para ulama rahimahullah telah berbeda pendapat mengenai batasan jarak perjalanan yang membolehkan tidak berpuasa. Di antara mereka ada yang berpendapat, bahwa jarak perjalanan yang dibolehkan untuk tidak berpuasa adalah perjalanan selama dua hari penuh atau lebih, yang kira-kira setara dengan 80 kilometer (perjalanan zaman dahulu-ed.). Ada juga yang berpendapat, bahwa jarak perjalanan yang membolehkan tidak berpuasa adalah perjalanan selama tiga hari. Serta ada yang berpendapat bahwa jarak perjalanan yang membolehkan tidak berpuasa adalah satu hari saja. Sedangkan ulama lainnya berpendapat bahwasanya tidak ada batasan dalam jarak perjalanan yang membolehkan untuk tidak berpuasa, tetapi yang disebut perjalanan adalah menurut kebiasaan (anggapan masyarakat), maka dibolehkan di dalamnya untuk tidak berpuasa.
Senin, 31 Agustus 2009 23:27:43 WIB
Kategori : Fiqih : Puasa
Para ahli fiqih rahimahullah telah bersepakat membolehkan berbuka dalam perjalanan yang hukumnya wajib, misalnya perjalanan jihad, haji dan umrah, sebagaimana yang menjadi pendapat Jumhur Ulama yang membolehkan tidak berpuasa dalam perjalanan yang hukumnya sunnat dan mubah, sebab keduanya berdekatan dengan wajib, karena adanya ketetapan tidak berpuasanya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pada saat pulang dari perjalanan wajib dan kepulangan tersebut merupakan suatu hal yang mubah. Sedangkan perjalanan sunnat adalah perjalanan dalam rangka ketaatan kepada Allah. Adapun perjalanan untuk kemaksiatan, maka (pendapat) para ulama terbagi dua, yang paling mendekati kebenaran adalah yang mengharamkan berbuka. Contoh dari perjalanan itu adalah perjalanan menuju ke negeri kafir untuk mencari tempat-tempat prostitusi, obat-obatan terlarang, kejahatan, penjegalan, pencurian, dan orang yang sejalan dengan mereka yang berusaha menyebarkan kerusakan di muka bumi, serta mengganggu kehormatan dan harta orang-orang mukmin.
Minggu, 30 Agustus 2009 00:42:56 WIB
Kategori : Fiqih : Puasa
Puasa merupakan ibadah yang cukup berat, dalam menjalankannya membutuhkan ketegaran dan kesabaran. Sebagian orang tidak sanggup menjalankannya. Dan untuk menjalankan Sunnah Islam yang berdiri di atas kemudahan dan peniadaan kesulitan dari umat manusia, maka Allah Subhanahu wa Ta'ala memberikan keringanan kepada sebagian hamba-Nya untuk meninggalkan puasa serta membolehkan mereka untuk tidak berpuasa sebagai bentuk kasih sayang yang Dia berikan kepada mereka sekaligus sebagai upaya memberikan keringanan kepada mereka. Allah Ta'ala berfirman: "Karena itu barangsiapa di antara kalian hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagi kalian, dan tidak menghendaki kesukaran bagi kalian."
Sabtu, 29 Agustus 2009 01:37:49 WIB
Kategori : Fiqih : Puasa
Perbedaan antara hukum buatan manusia dengan hukum buatan Rabb mereka sama seperti perbedaan antara manusia dengan Rabb mereka. Oleh karena itu, hukum buatan manusia yang diperuntukkan bagi manusia itu memiliki banyak kekurangan, bengkok, terkadang berlebihan, terkadang mengabaikan banyak hal, terkadang benar dan tidak jarang salah. Sedangkan hukum buatan Rabb Yang Mahabijaksana lagi Mahamengetahui datang dengan memenuhi segala kebutuhan manusia, memperbaiki kehidupan mereka, meluruskan kebengkokan yang ada pada diri mereka, dengan tetap memperhatikan kelemahan dan unsur kemanusiaannya serta berbagai keadaan yang mempengaruhinya. Dari sini muncul kemudahan dan toleransi Islam di seluruh syari'at-Nya. Alhamdulillaah, syari'at yang diberikan kepada kita mengungguli seluruh syari'at agama samawi lainnya, di mana ia tidak membebani para penganut (syari'at Islam) dan yang bernaung padanya dengan hal-hal yang tidak mereka mampu.
First Prev 130 131 132 133 134 135 136 137 138 139 140 Next Last
