Kategori Kitab : Qadha & Qadar

Kapan Dibolehkan Berdalih Dengan Qadar?

Minggu, 4 Oktober 2009 16:34:22 WIB

Diizinkan berdalih dengan qadar pada saat musibah menimpa manusia, seperti kefakiran, sakit, kematian kerabat, matinya tanaman, kerugian harta, pembunuhan yang tidak disengaja, dan sejenisnya, karena hal ini merupakan kesempurnaan ridha kepada Allah sebagai Rabb. Maka berdalih dengan takdir hanyalah terhadap musibah, bukan pada perbuatan aib. “Orang yang berbahagia, ia akan beristighfar dari perbuatan aib dan bersabar terhadap musibah, sebagaimana firman-Nya: ‘Maka bersabarlah kamu, karena sesungguhnya janji Allah itu benar, dan mohonlah ampunan untuk dosamu… ." Sedangkan orang yang celaka, ia akan bersedih ketika menghadapi musibah, dan berdalih dengan qadar atas perbuatan aib (yang dilakukannya).” Contoh berikut ini akan menjelaskan hal itu: Seandainya seseorang membunuh orang lain tanpa disengaja, kemudian orang lain mencelanya dan ia berargumen dengan takdir, maka argumennya tersebut diterima, tetapi hal itu tidak menghalanginya untuk diberi sanksi.

(Bolehkah) Beralasan Dengan Takdir Atas Perbuatan Maksiat Atau Dari Meninggalkan Kewajiban

Kamis, 13 Agustus 2009 14:29:33 WIB

Keimanan kepada qadar tidaklah memperkenankan pelaku kemaksiatan untuk beralasan dengannya atas kewajiban yang ditinggalkannya atau kemaksiatan yang dikerjakannya. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata, "Tidak boleh seseorang berdalih dengan takdir atas dosa (yang dilakukannya) berdasarkan kesepakatan (ulama) kaum muslimin, seluruh pemeluk agama, dan semua orang yang berakal. Seandainya hal ini diterima (dibolehkan), niscaya hal ini dapat memberikan peluang kepada setiap orang untuk melakukan perbuatan yang merugikannya, seperti membunuh jiwa, merampas harta, dan seluruh jenis kerusakan di muka bumi, kemudian ia pun beralasan dengan takdir. Ketika orang yang beralasan dengan takdir dizhalimi dan orang yang menzhaliminya beralasan yang sama dengan takdir, maka hal ini tidak bisa diterima, bahkan kontradiksi. Pernyataan yang kontradiksi menunjukkan kerusakan pernyataan tersebut. Jadi, beralasan dengan qadar itu sudah dimaklumi kerusakannya di permulaan akal".

Apakah Melakukan Sebab-Sebab Dapat Manafikan Keimanan Kepada Qadha' Dan Qadar?

Rabu, 12 Agustus 2009 15:04:24 WIB

Melakukan sebab-sebab itu tidak menafikan iman kepada qadar, bahkan melakukannya merupakan kesempurnaan iman kepada qadha' dan qadar. “Karena itu, hamba berkewajiban -disamping beriman kepada qadar- untuk bersungguh-sungguh dalam pekerjaan, menempuh faktor-faktor kesuksesan, dan bersandar kepada Allah Subhanahuwa Ta’ala agar memudahkan baginya sebab-sebab kebahagiaan, serta menolongnya atas hal itu.”. Nash-nash al-Qur-an dan as-Sunnah berisikan perintah untuk melakukan upaya-upaya yang disyari’atkan dalam berbagai urusan kehidupan: memerintahkan bekerja, berusaha mencari rizki, me-nyiapkan peralatan untuk menghadapi musuh, berbekal untuk perjalanan, dan lain sebagainya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: "Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi…"

Apakah Iman Kepada Qadar Menafikan Kehendak Hamba Dalam Berbagai Perbuatan Yang Dapat Dipilihnya?

Senin, 10 Agustus 2009 23:00:42 WIB

Iman kepada qadar -sebagaimana yang telah disinggung- tidak menafikan keadaan hamba dalam memiliki kehendak pada perbuatan-perbuatan yang dipilihnya dan mempunyai kuasa terhadapnya. Hal itu ditunjukkan oleh syari'at dan fakta. Dalam syari'at, dalil-dalil mengenai hal itu sangat banyak sekali, di antaranya firman Allah Ta'ala. "...Maka barangsiapa yang menghendaki, niscaya ia menempuh jalan kembali kepada Rabb-nya". Juga firman-Nya yang lain. "...Maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki.." Juga firman-Nya. "Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya...". Sedangkan berdasarkan fakta, maka setiap manusia mengetahui bahwa dia mempunyai kehendak dan kemampuan untuk melakukan atau meninggalkan suatu perbuatan, serta mampu membedakan antara apa yang terjadi dengan kehendaknya, seperti berjalan, dan apa yang terjadi dengan selain kehendaknya, seperti gemetar.

Apa Kewajiban Hamba Berkenaan Dengan Masalah Takdir?

Sabtu, 8 Agustus 2009 23:36:00 WIB

Kewajiban seorang hamba dalam masalah ini ialah mengimani qadha' Allah dan qadar-Nya, serta mengimani syari'at, perintah dan larangan-Nya. Ia berkewajiban untuk membenarkan khabar (berita) dan mentaati perintah. Jika ia berbuat kebajikan, hendaklah ia memuji Allah dan jika ia berbuat keburukan, hendaklah ia memohon ampun kepada-Nya. Ia pun mengetahui bahwa semua itu terjadi dengan qadha' Allah dan qadar-Nya. Sesungguhnya, ketika Nabi Adam Alaihissalam melakukan dosa, maka dia bertaubat, lalu Rabb-nya memilihnya dan memberi petunjuk kepadanya. Sedangkan iblis, ia tetap meneruskan dosa dan menghujat, maka Allah melaknat dan mengusirnya. Barang-siapa yang bertaubat, maka ia sesuai dengan sifat Nabi Adam Alaihissalam, dan barangsiapa yang meneruskan dosanya serta berdalihkan dengan takdir, maka ia sesuai dengan sifat iblis. Maka orang-orang yang berbahagia akan mengikuti bapak mereka, dan orang-orang yang celaka akan mengikuti musuh mereka, iblis.

Macam-Macam Takdir

Jumat, 7 Agustus 2009 23:29:09 WIB

At-Taqdiirul 'Aam (Takdir yang bersifat umum). : Ialah takdir Rabb untuk seluruh alam, dalam arti Dia mengetahuinya (dengan ilmu-Nya), mencatatnya, menghendaki, dan juga menciptakannya. Jenis ini ditunjukkan oleh berbagai dalil, di antaranya firman Allah Ta'ala: "Apakah kamu tidak mengetahui bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa saja yang ada di langit dan di bumi? Bahwasanya yang demikian itu terdapat dalam sebuah kitab (Lauh Mahfuzh) Sesungguhnya yang demikian itu amat mudah bagi Allah. Dalam Shahiih Muslim dari 'Abdullah bin 'Amr Radhiyallahu 'anhuma bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Allah menentukan berbagai ketentuan para makhluk, 50.000 tahun sebelum menciptakan langit dan bumi." Beliau bersabda, "Dan adalah 'Arsy-Nya di atas air". at-Taqdiirul Basyari (takdir yang berlaku untuk manusia). Ialah takdir yang di dalamnya Allah mengambil janji atas semua manusia bahwa Dia adalah Rabb mereka, dan menjadikan mereka sebagai saksi atas diri mereka akan hal itu.

First  Prev  1  2  3  4  5  6  Next  Last

Bismillaahirrahmaanirrahiim Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam. Shalawat dan salam semoga dicurahkan kepada Rasul termulia, juga kepada seluruh keluarga dan shahabatnya. Amma ba'du. Website almanhaj.or.id adalah sebuah media dakwah sangat ringkas dan sederhana, yang diupayakan untuk ikut serta dalam tasfiyah (membersihkan) umat dari syirik, bid'ah, serta gerakan pemikiran yang merusak ajaran Islam dan tarbiyah (mendidik) kaum muslimin berdasarkan ajaran Islam yang murni dan mengajak mereka kepada pola pikir ilmiah berdasarkan al-Qur'an dan as-Sunnah dengan pemahaman Salafush Shalih. Kebenaran dan kebaikan yang anda dapatkan dari website ini datangnya dari Allah Ta'ala, adapun yang berupa kesalahan datangnya dari syaithan, dan kami berlepas diri dari kesalahan tersebut ketika kami masih hidup ataupun ketika sudah mati. Semua tulisan atau kitab selain Al-Qur'an dan As-Sunnah yang shahihah dan maqbul, mempunyai celah untuk dikritik, disalahkan dan dibenarkan. Barangsiapa yang melihat adanya kesalahan hendaknya meluruskannya. Hati kami lapang dan telinga kami mendengar serta bersedia menerima. Semoga Allah menjadikan upaya ini sebagai amalan shalih yang bermanfaat pada hari yang tidak lagi bermanfaat harta dan anak-anak, melainkan orang yang menemui Rabb-nya dengan amalan shalih. Jazaakumullahu khairan almanhaj.or.id Abu Harits Abdillah - Redaktur Abu Khaulah al-Palimbani - Web Admin