Kategori Bahasan : Tauhid

Wajibkah Mengulangi Syahadat Di Hadapan Imam?

Selasa, 24 Agustus 2010 04:16:33 WIB

WAJIBKAH MENGULANGI SYAHADAT DI HADAPAN IMAM?


Pertanyaan.
Apakah untuk menjadi seorang Muslim, seseorang wajib mengikrarkan dua syahadat di hadapan seorang imam yang sedang berjuang menegakkan negara Islam ? Karena teman saya mengatakan seperti itu. Karena menurutnya hukum yang berlaku sekarang ini bukan hukum Islam. Dengan jujur saya katakan bahwa saya jadi bingung karenanya. Oleh karena itu, saya mohon bimbingan dan arahan ! Yadi Kurnia (yadi kurnia@...com)

Jawaban.
Perkataan yang dilontarkan oleh teman Anda itu tidak benar. Karena di zaman Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, Khulafâ’ur Râsyidîn Radhiyallahu ‘anhum, juga zaman setelahnya, tidak semua orang yang masuk Islam mengikrarkan dua syahadat dihadapan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam atau para khalifah setelahnya. Padahal mereka benar-benar khalifah yang memiliki wilayah dan kekuasaan serta wajib ditaati. Bandingkan dengan kondisi imam yang dimaksudkan oleh teman Anda itu ! Imam yang dimaksudkan oleh dia, imam yang tidak memiliki wilayah dan kekuasaan, “imam” yang dia tidak berhak ditaati. Jika demikian faktanya, lalu bagaimana mungkin kita mewajibkan setiap orang untuk mengikrarkan dua syahadat di hadapan imam yang tidak punya wilayah dan kekuasaan, yang dia tidak berhak untuk ditaati?

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan, “Sesungguhnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan umatnya agar mentaati imam-imam (penguasa-penguasa) yang ada wujudnya, dikenal, memiliki kekuasaan untuk mengatur manusia. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak menyuruh taat (kepada imam) yang tidak ada wujudnya, tidak dikenal, dan tidak memiliki kekuasaan dan kekuatan sama sekali”. [Minhajus Sunnah, I/115]

Untuk menjadi seorang Muslim , cukup dengan mengikrarkan dua syahadat atau yang semakna dengannya, baik di hadapan orang Islam yang lain atau tidak, kemudian dilanjutkan dengan melaksanakan kewajiban-kewajiban dalam Islam dan meninggalkan larangan-larangan. Banyak peristiwa di zaman Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang bisa dij adikan sebagai contoh dalam masalah ini. Seperti penduduk kota Madinah yang masuk Islam sebelum Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berhijrah ke sana, raja Najasyi yang masuk Islam tanpa pernah bertemu dengan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan berbagai peristiwa lainnya.

Atau jika terlihat mata, seseorang telah melaksanakan shalat dan ajaran Islam lainnya, maka dia dihukumi sebagai orang muslim di dunia ini. Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

مَنْ صَلَّى صَلاَتَنَا، وَاسْتَقْبَلَ قِبْلَتَنَا، وَأَكَلَ ذَبِيحَتَنَا، فَذَلِكَ الْمُسلِمُ الَّذِى لَهُ ذِمَّةُ اللَِّهِ وَذِمَّةُ رَسُولِهِ، فَلاَ تُخْفِرُوا اللَّهِ فِى ذِمَّتِهِ

Barangsiapa melaksanakan shalat sebagaimana kami, menghadap kiblat kami dan memakan (daging hewan red) sembelihan kami, maka dia adalah seorang muslim yang memiliki perjanjian (keamanan) dari Allâh dan RasulNya. Oleh karena itu janganlah kamu mengkhianati Allâh di dalam perjanjianNya. [HR. Bukhâri, no.391]

Al-Hâfizh Ibnu Hajar rahimahullah mengatakan, “Dalam hadits ini terdapat dalil bahwa manusia itu dihukumi sesuai zhahirnya. Barangsiapa menampakkan syi’ar (ajaran) agama (Islam), maka hukum-hukum pemeluk Islam diberlakukan padanya, selama tidak nampak sesuatu yang bertentangan dengannya.” [Fathul Bâri, syarah hadits no. 391]

Atau jika seseorang saat terlahir, kedua orang tuanya atau ayahnya seorang Muslim, maka sejak kelahirannya di dunia ini dia sudah dihukumi sebagai orang muslim. Sehingga tidak perlu lagi mengucapkan dua kalimat syahadat, agar diakui sebagai seorang Muslim. Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

كُلُّ مَوْ لُدٍ يُو لدُ عَلَى الْفِطْرَةِ، فَأَبَوَاهَ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ اَوْ يُمَجِّسَانِهِ

"Semua bayi dilahirkan di atas fithroh, kemudian kedua orang tuanya mengajarkan agama Yahudi kepadanya, atau mengajarkan agama Nashrani kepadanya, atau mengajarkan agama Majusi kepadanya".[HR. Bukhâri,no. 4775 dan Muslim, no. 2658]

Inilah sedikit jawaban dari kami. Semoga jawaban singkat ini dapat menghilangkan kebingungan Anda. Dan hendaklah Anda berhati-hati, karena sepertinya teman Anda itu telah terpengaruh suatu pemahaman yang tidak benar.

Hanya kepada Allâh Azza wa Jalla, kita memohon agar kita tetap diberi hidayah taufiq

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 04-05/Tahun XIV/1431/2010M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858197]

Bismillaahirrahmaanirrahiim Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam. Shalawat dan salam semoga dicurahkan kepada Rasul termulia, juga kepada seluruh keluarga dan shahabatnya. Amma ba'du. Website almanhaj.or.id adalah sebuah media dakwah sangat ringkas dan sederhana, yang diupayakan untuk ikut serta dalam tasfiyah (membersihkan) umat dari syirik, bid'ah, serta gerakan pemikiran yang merusak ajaran Islam dan tarbiyah (mendidik) kaum muslimin berdasarkan ajaran Islam yang murni dan mengajak mereka kepada pola pikir ilmiah berdasarkan al-Qur'an dan as-Sunnah dengan pemahaman Salafush Shalih. Kebenaran dan kebaikan yang anda dapatkan dari website ini datangnya dari Allah Ta'ala, adapun yang berupa kesalahan datangnya dari syaithan, dan kami berlepas diri dari kesalahan tersebut ketika kami masih hidup ataupun ketika sudah mati. Semua tulisan atau kitab selain Al-Qur'an dan As-Sunnah yang shahihah dan maqbul, mempunyai celah untuk dikritik, disalahkan dan dibenarkan. Barangsiapa yang melihat adanya kesalahan hendaknya meluruskannya. Hati kami lapang dan telinga kami mendengar serta bersedia menerima. Semoga Allah menjadikan upaya ini sebagai amalan shalih yang bermanfaat pada hari yang tidak lagi bermanfaat harta dan anak-anak, melainkan orang yang menemui Rabb-nya dengan amalan shalih. Jazaakumullahu khairan almanhaj.or.id Abu Harits Abdillah - Redaktur Abu Khaulah al-Palimbani - Web Admin