Kategori Dakwah : Syubhat
Senin, 20 Desember 2010 23:03:59 WIB
Memang sebagal tokoh ulama sepertinya sangatlah wajar bila mendapatkan tuduhan dan celaan, sebagaimana panutannya, Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam yang tabah menerima berbagai celaan di dalam menegakkan al-haq. Syaikh Masyhur bin Hasan Salman mengatakan: “Para pencela Syaikhul Islam lbnu Taimiyyah sangat banyak sekali. Nenek moyang mereka sangatlah populer bagi orang yang mau membaca kitab-kitab para ulama kita. Dan bibit merekapun telah berkembang di sekitar kita sekarang ini. Mereka tidak membicarakan selain celaan kepada Ibnu Taimiyyah beserta orang-orang yang sejalan dengannya dari kalangan para sahabat, tabiin serta orang-orang yang berjalan di atas petunjuk mereka. Sesungguhnya penyebab permusuhan yang mereka lancarkan hanyalah karena aqidah yang shahih. Yaitu, ketika mereka tidak sanggup berhadapan langsung dengan al-haq, merekapun mengganggap bahwa dengan mencela tokoh-tokoh pembela kebenaran lebih mudah untuk melunturkan al-haq itu sendiri. Hal tersebut telah mereka lakukan dengan berbagai cara di setiap tempat dan kesempatan baik melalui pernyebaran kitab, tulisan, kedustaan maupun tuduhan”
Senin, 20 Desember 2010 22:58:10 WIB
Salah satu contoh buku yang berisi tuduhan dan celaan terhadap syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah adalah buku “Aqidab Ahlus Sunnah Wal Jamaah” karya KH Sirajuddin Abbas. Sungguh sangatlah mengejutkan kita keberaniannya dalam menuduh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah. Lebib mengejutkan lagi, penulis tersebut seringkali meminjam nama “Ahlus Sunnab Wal Jama’ah” bukan pada tempatnya, oleh karena itu sangatlah baik sekali sebelum memasuki pambahasan, kami kutipkan terlebih dahulu pengertian Ahlus Sunnah wal Jama’aah yang sebenarnya. Sebab banyak sekali orang maupun golongan mengakuinya padahal amalan-amalan mereka jelas bertentangan dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah. Al-Imam Ibnu Hazm berkata dalam kitabnya “Al Fashl fil Milal Wa Nihal” 2/271: “Yang dimaksud Ahlus Sunnah adalab Ahlul haq dari kalangan para sahabat, dan setiap orang yang menempuh jalan mereka dari kalangan para tabi’in, ahlul hadits dan para fuqaha dari generasi ke generasi hingga pada zaman kita ini. Demikian pula orang-orang awam yang mengikuti mereka, baik di belahan timur maupun barat semoga Allah Subhanahu wa Ta'ala merahmati mereka semuanya”.
Minggu, 31 Oktober 2010 04:26:24 WIB
Akhir-akhir ini di TV banyak ditanyangkan sinetron-sinetron, yang dikatakan sinetron Islami. Misalnya, orang yang sering mabuk nanti pada saat mati, mayatnya dipenuhi ulat. Setelah usai tayangan. Kemudian dikomentari oleh seorang ustadz yang muncul, supaya orang bisa sadar. Bagaimana persoalan seperti ini? Jika memperhatikan daftar acara tayangan film atau sinetron, kita akan menemukan semua stasiun televisi menampilkan tayangan semacam ini. Pada waktu sebelumnya, tayangan bernuansa "regili", biasanya hanya muncul saat Ramadhan dan Syawwal. Namun belakangan ini, tayangan sinetron "religi" seolah menjadi acara utama televisi. Berbagai tema dimunculkan. Dari yang wajar-wajar saja mengangkat persoalan kehidupan sosial masyarakat, hingga tema-tema keislaman yang hakikatnya mengusung masalah bid'ah dan kesyirikan. Kenapa bisa demikian? Apakah pihak manejeman televisi menyadari keburukan program-program tayangannya? Seolah tanpa memiliki beban kekeliruan, mereka menayangkan sinetron "religi" yang sebenarnya sarat dengan penyesatan dan pembodohan. Ironisnya, banyak pemirsa yang sebagian besar kaum Muslimin, ternyata terpikat tayangan-tayangan ini tanpa merasa perlu mengkritisi. Padahal, tayangan seperti itu tidak selaras dan banyak yang tidak sesuai dengan pemahaman agama yang shahih.
Senin, 20 September 2010 15:55:20 WIB
Banyak manusia yang hidup di dunia ini menginginkan hidup bebas, tidak terkekang dengan berbagai aturan. Bahkan karena kuatnya keinginan ini, mereka tidak lagi mengindahkan norma-norma agama. Mereka menganggap agama sebagai belenggu yang menyebabkan kesengsaraan dan penderitaan belaka. Meskipun fakta menolak keinginan mereka, karena kebebasan tanpa batas itu mustahil terwujud di dunia ini, namun karena sudah terbius dan terlena dengan rayuan nafsu, mereka tetap saja mengejar hayalan dan impian mereka. Seorang manusia yang hidup di dunia ini tidak terlepas dari dua pilihan, antara mengikuti yang baik atau yang buruk, antara menjadikan dirinya hamba Allâh Azza wa Jalla ataukah menjadikan dirinya hamba hawa nafsu. Ketika hawa nafsu yang menjadi pilihannya, maka seluruh aktifitasnya merupakan respon dari keinginan nafsu. Dan pada saat yang sama, motivasi untuk meninggalkan norma-norma agama akan menguat, sehingga akan semakin jauh terseret arus nafsu syaithaniyah. Ini merupakan sumber petaka terbesar bagi dirinya. Karena hawa nafsu manusia selalu menggiring pengikutnya kepada keburukan dan kerusakan. Allâh Azza wa Jalla berfirman : "Sesungguhnya nafsu (manusia) itu selalu menyuruh kepada keburukan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Rabbku".
Rabu, 14 Juli 2010 15:51:10 WIB
Apa yang dilakukan oleh banyak orang sekarang, seperti meminta izin atau "kulonuwun", "permisi", atau berpamitan kepada "penunggu" yang dianggap mbaurekso (Jawa, menguasai) suatu tempat tertentu ketika hendak melakukan sesuatu tertentu, sama artinya dengan yang dilakukan oleh orang-orang terbelakang zaman dahulu yang hidup pada zaman kebodohan. Dan itu merupakan perbuatan syirik besar. Lantas, bagaimana pula dengan seseorang yang menjalin hubungan dengan jin? Bahkan mengatakan mampu menangkap dan menguasainya? Menjalin hubungan dengan jin, baik secara akrab ataupun tidak, erat kaitannya dengan kepentingan perdukunan atau perklenikan, apapun sebutannya. Hanya paranormal sajalah tokoh-tokoh yang menggeluti dunia ini. Dalam sejarah Islam, tidak ada tokoh-tokoh Islam terdahulu yang memelihara jin, meskipun hanya untuk menjaga diri, rumah, harta atau kebunnya. Bahkan tidak ada riwayat shahih yang menerangkan adanya seorang sahabat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam mampu menangkap makhluk halus tersebut. Riwayat yang ada, yaitu penangkapan Abu Hurairah terhadap pencuri yang berusaha mencuri harta Baitul Mal yang dijaganya, justeru memberikan petunjuk menegnai cara untuk mendapat perlindungan Allah dari kejahatan setan, ialah dengan membaca ayat-ayat al Qur`an. Salah satunya dengan membaca ayat Kursi, sebagaimana yang diajarkan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.
Selasa, 3 Nopember 2009 22:41:14 WIB
Peristiwa Isrâ' dan Mi'râj merupakan salah satu di antara mukjizat yang diberikan Allah Azza wa Jalla kepada Rasul-Nya, yaitu Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam, sebagai wujud penghormatan dan pelipur lara setelah paman dan istri beliau meninggal dunia. Peristiwa ini juga sebagai penghibur setelah beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam mendapatkan perlakuan tidak bersahabat dari penduduk Thâif. Peristiwa Isrâ dan Mi'râj terjadi pada tahun kesepuluh kenabian. Namun para ulama berselisih tentang waktu kejadiannya. Yang tidak ada perseselisihan yaitu tentang kebenaran peristiwa ini, karena kejadian ini diabadikan dalam Al-Qur`ân dan Al-Hadits. Allah Azza wa Jalla menyebutkan peristiwa ini di dua tempat dalam Al- Qur`ân, yaitu al-Isrâ'/17 ayat 1 dan an-Najm/53 ayat 13-18. Peristiwa ini terjadi di Makkah sebagaimana diriwayatkan dalam banyak hadits. Imam al-Bukhâri memiliki 20 riwayat dari enam sahabat Radhiyallahu 'anhum. Imam Muslim rahimahullah memiliki 18 riwayat dari tujuh sahabat Radhiyallahu 'anhu,m. Di antara hadits-hadits ini, tidak ada satupun yang menjelaskan secara lengkap semua kejadian Isrâ` dan Mi'râj ini dari awal sampai akhir, tetapi masing-masing menceritakan bagian per bagian.
First Prev 1 2 3 4 5 Next Last