Kategori Wanita : Fiqih Shalat

Shalat Seseorang Batal Dikarenakan Ada Wanita Yang Melintas Di Hadapannya

Selasa, 11 Maret 2008 15:22:48 WIB

Berdasarkan ini Imam Al-Bukhari mengkategorikan hadits ini dalam “Bab Pembatas Shalat Di Mekkah Dan Tempat Lainnya”, dengan demikian hadits ini bersifat umum, sehingga jika seseorang wanita berjalan di antara orang yang sedang shalat dengan tempat sujudnya, atau jika seorang wanita berjalan di antara orang yang sedang shalat dengan pembatasnya, atau jika seorang wanita berjalan di antara orang yang sedang shalat dengan pembatasnya, maka wajib bagi orang yang melakukan shalat itu untuk mengulangi shalat tersebut, kecuali jika yang sedang shalat ini adalah seorang makmum yang shalat di belakang imam, karena pembatas pada imam adalah juga merupakan pembatas bagi orang yang shalat di belakangnya. Dengan demikian dibolehkan bagi seseorang untuk berjalan dihadapan orag yang shalat di belakang imam dan tidak berdosa.

Berangkatnya Wanita Muslimah Ke Masjid

Selasa, 29 Mei 2007 14:02:27 WIB

Boleh bagi wanita muslimah untuk melaksanakan shalat di dalam masjid-masjid, dan bagi suaminya tidak boleh melarang isterinya jika ia meminta izin untuk pergi ke masjid selama isterinya tetap menutup aurat dan tidak menampakkan bagian badannya yang diharamkan bagi orang asing untuk melihatnya, berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Umar dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, bawha beliau bersabda : “Jika para isteri kalian minta izin kepada kalian untuk pergi ke masjid maka izinkanlah mereka”. Jika wanita itu tidak menutup aurat hingga nampak bagian tubuhnya yang diharamkan bagi pria asing untuk melihatnya, atau wanita itu bersolek dan menggunakan wewangian, maka tidak boleh baginya untuk keluar rumah dalam kondisi seperti ini, apalagi mendatangi masjid serta melaksanakan shalat di dalamnya.

Benarkah Kaum Wanita Tidak Boleh Masuk Masjid Karena Mereka Adalah Najis?

Minggu, 7 Januari 2007 04:25:29 WIB

Diberi keringan bagi wanita yang datang ke masjid untuk melaksanakan shalat Jum’at dan untuk melaksanakan shalat-shalat lainnya dengan berjama’ah, dan bagi suaminya tidak boleh melarangnya melakukan hal itu, namun shalatnya seorang wanita di rumahnya adalah lebih baik baginya. Dan jika seorang wanita akan pergi ke masjid, maka ia harus memperhatikan etika Islam dengan menggunakan pakaian yang dapat menutupi auratnya, jangan menggunakan pakaian yang tipis (transparan) atau ketat yang dapat memperlihatkan lekuk-lekuk tubuhnya, tidak menggunakan minyak wangi dan tidak menyatu dalam shaf kaum pria, akan tetapi membuat shaf tersendiri di belakang shaf kaum pria.

Benarkah Shaf Yang Paling Utama Bagi Wanita Dalam Shalat Adalah Yang Paling Belakang

Jumat, 11 Agustus 2006 23:45:19 WIB

Mengenai hal ini detailnya sebagai berikut : Jika kaum wanita itu shalat dengan adanya tabir pembatas antara mereka dengan kaum pria maka shaf yang terbaik adalah shaf yang terdepan karena hilangnya hal yang dikhawatirkan terjadi antara pria dan wanita. Dengan demikian sebaik-baik shaf wanita adalah shaf pertama sebagaimana shaf-shaf pada kaum pria, karena keberadaan tabir pembatas itu dapat menghilangkan kekhawatiran terjadinya fitnah. Hal ini berlaku jika ada tabir pembatas antara pria dan wanita. Dan bagi kaum wanita pun harus meluruskan, menertibkan dan mengisi shaf depan yang kosong, kemudian shaf berikutnya, sebagaimana ketetapan ini berlaku pada shaf kaum pria. Jadi, ketetapan-ketetapan ini berlaku bila ada tabir pemabatas.

Hukum Shalat Wanita Tanpa Khimar, Bolehkah Shalat Menggunakan Cadar Dan Sarung Tangan

Sabtu, 4 Maret 2006 07:26:22 WIB

Dari Aisyah Radhiyallahu 'anha, ia berkata : Bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda. "Allah tidak akan menerima shalat orang yang telah haidh (telah baligh) kecuali jika ia menggunakan khimar". Hadits ini menunjukkan bahwa shalat seorang wanita tidak akan diterima kecuali jika ia memakai khimar untuk menutupi kepalanya. Adapun yang dimaksud dengan orang yang telah haidh adalah wanita yang telah baligh, dan bukan dimaksudkan dengan seorang wanita yang sedang mendapatkan haidh, karena wanita yang mendapatkan haidh dilarang untuk melakukan shalat, digunakan kalimat "orang yang telah haidh" karena yang mengalami haidh adalah wanita yang sudah baligh. Maka seandainya balighnya seorang wanita itu dengan mengalami mimpi basah maka dia termasuk dalam hukum ini.

Was-Was Ketika Wudhu Dan Shalat, Orang Yang Mengalami Kencing Terus Menerus

Senin, 5 Desember 2005 14:38:56 WIB

Ssama sekali tidak diperbolehkan meinggalkan shalat. Dia wajib shalat sesuai dengan keadaannya, yaitu berwudhu setiap kali mau shalat. Perempuan seperti ini keadaannya sama seperti perempuan yang terus menerus mengeluarkan darah (istihadhah). Dia harus menjaga air kencingnya (semampu dia), misalnya dengan membalut kemaluannya dengan kain atau lainnya. Dan dia harus shalat tepat pada waktunya. Dia masih diperbolehkan shalat sunnah sesuai dengan waktunya. Dia juga boleh menjamak shalat Dzuhur dengan Ashar atau shalat Maghrib dengan Isya. Hal ini berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala. “Maka bertakwalah kepada Allah semampu kalian” Wanita tadi harus mengerjakan shalat yang selama ini dia tinggalkan, sambil bertaubat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan cara menyesali kesalahannya dan bertekad bulat untuk tidak mengulanginya.

First  Prev  1  2  3  4  5  Next  Last

Bismillaahirrahmaanirrahiim Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam. Shalawat dan salam semoga dicurahkan kepada Rasul termulia, juga kepada seluruh keluarga dan shahabatnya. Amma ba'du. Website almanhaj.or.id adalah sebuah media dakwah sangat ringkas dan sederhana, yang diupayakan untuk ikut serta dalam tasfiyah (membersihkan) umat dari syirik, bid'ah, serta gerakan pemikiran yang merusak ajaran Islam dan tarbiyah (mendidik) kaum muslimin berdasarkan ajaran Islam yang murni dan mengajak mereka kepada pola pikir ilmiah berdasarkan al-Qur'an dan as-Sunnah dengan pemahaman Salafush Shalih. Kebenaran dan kebaikan yang anda dapatkan dari website ini datangnya dari Allah Ta'ala, adapun yang berupa kesalahan datangnya dari syaithan, dan kami berlepas diri dari kesalahan tersebut ketika kami masih hidup ataupun ketika sudah mati. Semua tulisan atau kitab selain Al-Qur'an dan As-Sunnah yang shahihah dan maqbul, mempunyai celah untuk dikritik, disalahkan dan dibenarkan. Barangsiapa yang melihat adanya kesalahan hendaknya meluruskannya. Hati kami lapang dan telinga kami mendengar serta bersedia menerima. Semoga Allah menjadikan upaya ini sebagai amalan shalih yang bermanfaat pada hari yang tidak lagi bermanfaat harta dan anak-anak, melainkan orang yang menemui Rabb-nya dengan amalan shalih. Jazaakumullahu khairan almanhaj.or.id Abu Harits Abdillah - Redaktur Abu Khaulah al-Palimbani - Web Admin