Sabtu, 22 Agustus 2009 01:01:43 WIB
Kategori : Fiqih : Puasa
Para ulama berbeda pendapat mengenai hukum wajibnya puasa jika hilal Ramadhan sudah terlihat di suatu negara, apakah dengan demikian semua negara berkewajiban untuk mengerjakan puasa atau tidak, ataukah masing-masing negara harus melakukan ru'yah tersendiri? Demikan pula dengan ru'yatul hilal untuk bulan Syawwal. Kesimpulan para ulama mengenai masalah ini terbagi menjadi empat pendapat, yaitu: Pendapat pertama, bahwa ru'yatul hilal yang diperoleh di suatu negara kaum muslimin mengharuskan bagi seluruh negara untuk melaksanakan puasa. Demikian yang menjadi pendapat Jumhur Ulama. Pendapat kedua, bahwa setiap negara bersandar kepada ru'yatul hilal mereka masing-masing dan tidak harus bersandar pada (ru'yah) penglihatan negara lain. Ini adalah pendapat dari pengikut madzhab Syafi'i dan Hanbali. Pendapat ketiga, jika negara-negara itu berdekatan, maka ru'yatul hilal oleh suatu negara mengharuskan bagi negara lainnya yang berdekatan dengannya untuk menjalankan puasa. Jika negara itu berjauhan, maka tidak ada kewajiban bagi mereka.
Jumat, 21 Agustus 2009 08:16:49 WIB
Kategori : Fiqih : Puasa
Hari yang diragukan adalah malam tiga puluh Sya'ban, jika padanya tidak terlihat hilal karena adanya awan, gerimis atau karena yang lainnya. Para ulama telah berbeda pendapat mengenai puasa pada hari ini. Dalam hal ini terdapat dua pendapat: Pertama, pendapat Jumhur Ulama, yaitu pendapat yang tidak membolehkan puasa pada hari itu dan keharusan untuk tidak berpuasa. Kedua, satu riwayat milik para penganut madzhab Hanbali, di mana mereka memiliki pendapat yang mewajibkan puasa pada hari tersebut. Dalilnya adalah sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. "Janganlah kalian berpuasa sehingga kalian melihat hilal (bulan Ramadhan) dan jangan pula kalian berbuka hingga kalian melihatnya. Jika awan menyelimuti kalian, maka perkirakanlah untuknya." Para ulama masih berbeda pendapat mengenai kalimat "Faq-diruu lahu," dimana Jumhur mengatakan, "Lihatlah perhitungan bulan dari awalnya, lalu sempurnakanlah hitungan Sya'ban menjadi 30 hari." Sedangkan para pengikut madzhab Hanbali mengatakan, "Faqdiruu lahu berarti persempitlah perhitungan hisab dan jadikanlah ia (bulan Sya'ban) 29 hari."
Jumat, 21 Agustus 2009 02:19:57 WIB
Kategori : Fiqih : Puasa
Ru'yah (melihat) hilal (untuk menentukan) bulan Ramadhan atau Syawwal. Oleh karena itu, jika ru'yah bulan Ramadhan telah ditetapkan maka diwajibkan berpuasa, dan jika ru'yah bulan Syawwal telah ditetapkan maka wajib tidak berpuasa (berbuka), baik itu dilihat sendiri maupun dilihat oleh orang lain dan beritanya itu memang benar. Yang menjadi dalil hal tersebut adalah: Hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar Radhiyallahu 'anhuma, bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah menyebut Ramadhan, lalu beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Janganlah kalian berpuasa sampai kalian melihat hilal (bulan Ramadhan) dan jangan pula kalian berbuka (tidak berpuasa) sampai kalian melihatnya (bulan Syawwal). Jika awan menyelimuti kalian maka perkirakanlah untuknya." Hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu, ia berkata, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Berpuasalah kalian karena melihatnya (hilal) dan berbuka (tidak berpuasa) karena melihatnya pula. Dan jika awan (mendung) menutupi kalian, maka sempurnakanlah hitungan bulan Sya'ban menjadi tiga puluh hari".
Kamis, 20 Agustus 2009 07:59:11 WIB
Kategori : Fiqih : Jenazah & Maut
Bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam (yang ketika itu sedang berada di Madinah) pernah mengumumkan berita kematian an-Nasjasyi (Ashhamah) (raja Habasyah) kepada orang-orang pada hari kematiannya. (beliau bersabda : “Sesungguhnya saudara kalian telah meninggal dunia –dan dalam sebuah riwayat disebutkan : Pada hari ini, hamba Allah yang shalih telah meninggal dunia) (di luar daerah kalian) (karenanya, hendaklah kalian menshalatinya)”, (Mereka berkata : “Siapakah dia itu?” Beliau menjawab : “an-Najasyi”) (Beliau juga bersabda : “Mohonkanlah ampunan untuk saudara kalian ini”). Perawi hadits ini pun bercerita : Maka beliau berangkat ke tempat shalat (dan dalam sebuah riwayat disebutkan : Ke kuburan Baqi). (Setelah itu, beliau maju dan mereka pun berbaris di belakang beliau (dua barisan) (dia bercerita : “Maka kami pun membentuk shaff di belakang beliau sebagaimana shaff untuk shalat jenazah dan kami pun menshalatkannya sebagaimana shalat yang dikerjakan atas seorang jenazah)".
Selasa, 18 Agustus 2009 22:59:13 WIB
Kategori : Al-Masaa'il : Terorisme
Adapun hukum perbuatan mereka (pelaku bom bunuh diri) dari kedhaliman yang besar maka amatlah jelas melebihi jelasnya matahari di siang bolong dan tidak tersembunyi bagi siapa saja. Wahai orang-orang yang beriman, tidaklah kejadian yang mengerikan dan tragedi yang mengenaskan yang terjadi di negeri kita yang diberkahi ini beberapa saat yang lalu, yang menjadikan hati-hati yang suci meleleh dan mata yang kasih sayang mencucurkan air mata melainkan sebagai bukti akan hakekat dan jati diri orang-orang bodoh, ekstrim serta sesat dan merusak itu. Jika mereka melakukan semua itu dengan nama agama maka demi Allah, Islam berlepas diri dari mereka. Karena mereka orang-orang bodoh itu hanya mengira-ngira dan penuh dengan keraguan, mereka mengucapkan (tuduhan-tuduhan) dengan lisan mereka dari noda hati-hati mereka. Mereka menuduh mayoritas umat dalam kesesatan yang nyata dan para penguasa (pemerintah) dengan kekafiran serta menuduh para ulama dengan tuduhan-tuduhan yang keji. Demi Allah, ucapan-ucapan (tuduhan-tuduhan) ini seandainya dibalikan kepada mereka (orang-orang bodoh) itu amatlah sesuai.
Senin, 17 Agustus 2009 23:17:37 WIB
Kategori : Al-Masaa'il : Terorisme
Cermatilah wahai kaum muslimin dengan cara pandang Islam yang luhur, yang tercermin dalam syari'at yang bijak, dalam Al-Qur'an dan Sunnah Nabi. Bandingkanlah dengan fenomena menyedihkan yang terjadi di negera ini (Indonesia, -red). Perhatikanlah apa yang dilakukan sebagian kaum muslimin, dengan dalih jihad dan menegakkan semangat amar ma'ruf nahi mungkar, yang akhirnya mengguncang stabilitas keamanan dan mengacaukan masyarakat. Efeknya terjadi pembunuhan terhadap jiwa orang Islam. Padahal, darah mereka lebih terhormat di sisi Allah dibandingkan Ka'bah yang mulia. Kemana mereka dengan ilmu (yang dimilikinya) atau (lebih pantasnya) dengan kebodohannya ? Kita tidak akan lupa terhadap tindakan mereka yang sadis dengan mengatasnamakan Islam, padahal sama sekali tidak ada hubungannya dengan Islam. Tidak ada toleransi bagi kita atas perbuatan mereka ini, ketika ada di antara mereka yang memperoleh penganiayaan, serta penyiksaan. Sebab Allah telah berfirman. "Dan balasan kejahatan adalah kejelekan serupa". Tentu saja semua ini termasuk dalam pedoman-pedoman syar'i. Apalagi, mereka melakukannya dengan keburukan, tentunya akan mendapatkan imbalan keburukan yang berlipat ganda.
First Prev 132 133 134 135 136 137 138 139 140 141 142 Next Last
