Senin, 27 Juli 2009 16:26:27 WIB
Kategori : Kitab : Aqidah (Syarah)
Ahlus Sunnah tidak memastikan adzab bagi setiap orang yang diancam dengan siksaan (kecuali bagi orang yang mengerjakan kekufuran). Karena bisa jadi Allah mengampuni dengan sebab ketaatannya, taubatnya, musibah-musibah yang dialaminya dan sakit yang dapat menghapuskan dosa-dosanya dan yang lainnya. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:“Katakanlah: ‘Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Mahapengampun lagi Mahapenyayang.’” Ahlus Sunnah wal Jama’ah meyakini bahwa setiap makhluk mempunyai ajal kematian. Dan setiap yang bernyawa tidak akan mati kecuali dengan izin Allah sebagai ketetapan yang telah ditentukan waktunya. Apabila telah datang ajalnya, maka tidak dapat ditangguhkan dan disegerakan sesaat pun juga. Maka sesungguhnya kematiannya akan datang pada waktu yang telah ditentukan. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman: “Sesuatu yang bernyawa tidak akan mati melainkan dengan izin Allah, sebagai ketetapan yang telah ditentukan waktunya....”
Minggu, 26 Juli 2009 16:08:14 WIB
Kategori : Kitab : Aqidah (Syarah)
Keadaan orang yang menghukumi dengan selain yang diturunkan Allah Azza wa Jalla adalah sebagai berikut: Kalau ia meninggalkan hukum Allah Azza wa Jalla dan menganggap halal perbuatannya itu, atau karena memandang bahwa ia dibebaskan memilih dalam masalah ini, atau berpendapat bahwa hukum Allah Subhanahu wa Ta'ala tidak layak untuk mengurusi problem masyarakat, atau bahwa hukum selain hukum Allah lebih baik bagi mereka, maka dia adalah kafir keluar dari agama setelah terpenuhi syarat-syarat dan tidak adanya penghalang. Ini sesuai dengan apa yang difatwakan para ulama yang lurus dalam pemahaman agama. Kalau ia meninggalkan hukum Allah Subhanahu wa Ta'ala karena hawa nafsu, maslahat, rasa takut, atau karena suatu penafsiran sementara ia mengakui hukum Allah Subhanahu wa Ta'ala itu dan ia yakin bahwa ia salah dan menyimpang, maka ia terjatuh pada kufur ashgar (kekufuran kecil) dan dianggap melakukan perbuatan yang lebih besar dosanya daripada makan riba, dan lebih besar pula dari zina, lebih keras dari minum khamr, tetapi kekafirannya adalah kufrun duna kufrin (kekafiran di bawah tingkat kekafiran sesungguhnya/ kekafiran yang tidak mengeluarkan dari Islam) sebagaimana yang disampaikan oleh para Imam Salaf dan ulama-ulama mereka.
Sabtu, 25 Juli 2009 14:32:39 WIB
Kategori : Kitab : Aqidah (Syarah)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah, ketika menjelaskan manhaj Ahlus Sunnah wal Jama’ah dalam masalah-masalah prinsip tertentu, beliau menyebutkan manhaj yang menyeluruh dalam agama ini, baik masalah ushul (pokok) maupun furu’ (cabang), bahwa mereka (Ahlus Sunnah) itu menempuh jalan yang lurus dan pegangan yang bermanfaat dari al-Kitab dan As-Sunnah, mereka mengikuti orang yang paling tahu tentang Islam dan paling dalam ilmunya, serta paling ittiba’ kepada Al-Qur-an dan As-Sunnah, yaitu para Sahabat Radhiyallahu anhum. Mereka mengikuti Khulafaur Rasyidin secara khusus, serta mereka berjalan di jalan Allah dengan diiringi prinsip-prinsip yang mulia ini. Apapun yang dikatakan manusia atau merupakan pendapat-pendapat madzhab di mana orang mengikutinya, maka Ahlus Sunnah menimbang dengan tolok ukur Al-Qur-an, As-Sunnah dan ijma’ Sahabat dari generasi terbaik umat ini, maka luruslah jalan mereka. Ahlus Sunnah selamat dari bid’ah-bid’ah perkataan yang menyalahi apa yang dikatakan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan para Sahabat dalam masalah i’tiqad, sebagaimana mereka selamat dari bid’ah-bid’ah amaliyah, mereka tidak beribadah dan tidak mengadakan syari’at melainkan dengan apa yang disyari’atkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala dan Rasul-Nya Shallallahu 'alaihi wa sallam.
Jumat, 24 Juli 2009 08:24:43 WIB
Kategori : Al-Masaa'il : Pemikiran
Menyempitkan kaum kafir di jalan-jalan bukan berarti menyempitkan mereka dengan tindakan yang membahayakan mereka. Apakah maksud riwayat itu jika kita berpapasan dengan orang kafir yang mengendarai kendaraan lantas kita desak ia hingga kendaraannya naik ke trotoar, atau keluar dari ruas jalan atau hingga ia menabrak sesuatu ? Anggapan dan ucapan seperti itu jelas keliru ! Pemahaman seperti itu sangat picik dan salah ! Maksudnya ialah tidak memberikan jalan bagi mereka dalam rangka memuliakan dan menghormati mereka. Karena hal itu bisa menjadi bentuk penghormatan bagi agama mereka dan menambah kekuatan mereka, hal itu jelas dilarang. itulah maksud riwayat di atas. Bukan maksudnya kita mendesak mereka ke pinggir jalan, akan tetapi teruslah kamu berjalan di jalan yang kamu lalui dan jangalah kamu pesilahkan mereka lewat terlebih dahulu karena menghormati dan memuliakan mereka
Kamis, 23 Juli 2009 07:14:52 WIB
Kategori : Al-Masaa'il : Pemikiran
Realita membuktikan bahwa pemikiran seperti itu justru ditinggalkan oleh para pencetusnya ! Mereka sendiri akhirnya mengakui wajib berjalan di atas manhaj yang haq seperti yang telah ditempuh oleh para imam dan ulama umat ini. Orang yang bijaksana tentunya mengetahui bahwa pemikiran revolusioner yang membakar semangat itu dibawa oleh anak-anak ingusan yang bodoh, apakah orang-orang seperti itu layak dijadikan sebagai rujukan umat ini ? Bukankah hadits-hadits Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam telah mencela orang-orang yang mengambil ilmu dari orang-orang bodoh dan meninggalkan ulama ? Tentunya perkara ini sudah dimaklumi bersama. Sesungguhnya mereka tidak hanya sekedar menganut dan memprogandakan pemikiran ini saja, bahkan mereka juga mengkritik dan menghina orang-orang yang mengajak kepada pemikiran yang berbeda dengan mereka dan menganggap orang-orang tersebut bukanlah ulama. Apakah pedoman Dienul Islam seperti itu !? Tentu saja tidak !
Rabu, 22 Juli 2009 15:10:26 WIB
Kategori : Kitab : Aqidah (Syarah)
Termasuk dari prinsip Ahlus Sunnah wal Jama’ah yaitu menjaga hati dan lisan mereka terhadap para Sahabat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, dan mereka menerima apa yang datang dari Al-Qur-an, As-Sunnah dan Ijma’ tentang keutamaan-keutamaan dan kedudukan mereka. Ahlus Sunnah juga mengakui keutamaan seluruh Sahabat, karena mereka (para Sahabat Radhiyallahu anhum) adalah ummat yang paling tinggi akhlak dan perangainya. Meskipun demikian Ahlus Sunnah tidak melewati batas terhadap para Sahabat, dan mereka tidak mempunyai keyakinan tentang kema’shuman para Sahabat, bahkan mereka melaksanakan hak-hak para Sahabat dan mencintainya, karena mereka mempunyai hak yang besar atas seluruh ummat ini, kita dianjurkan untuk mendo’akan mereka. Sebagaimana yang Allah Subhanahu wa Ta'ala firmankan: “Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshar) berdo’a: ‘Ya Rabb kami, ampunilah kami dan saudara-saudara kami yang lebih dahulu beriman dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman. Ya Rabb kami, sesungguhnya Engkau Mahapenyantun lagi Mahapenyayang.’” Do’a ini adalah do’anya orang-orang yang mengikuti kaum Muhajirin dan Anshar dengan kebaikan, yang menunjukkan atas kesempurnaan cinta mereka kepada para Sahabat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam.
First Prev 136 137 138 139 140 141 142 143 144 145 146 Next Last
