Kategori Fiqih : Puasa

Alasan Yang Membolehkan Seseorang Tidak Berpuasa : Tidak Mampu Puasa Terus Menerus, Orang Sakit

Rabu, 2 September 2009 02:27:57 WIB

ORANG YANG TIDAK MAMPU MENJALANKAN PUASA SECARA TERUS-MENERUS DAN TIDAK MUNGKIN BISA PULIH


Oleh
Dr. Abdullah bin Muhammad bin Ahmad Ath-Thayyar


Pengantar Tentang Beberapa Alasan Yang Membolehkan Seseorang Untuk Tidak Berpuasa

Puasa merupakan ibadah yang cukup berat, dalam menjalankannya membutuhkan ketegaran dan kesabaran. Sebagian orang tidak sanggup menjalankannya. Dan untuk menjalankan Sunnah Islam yang berdiri di atas kemudahan dan peniadaan kesulitan dari umat manusia, maka Allah Subhanahu wa Ta'ala memberikan keringanan kepada sebagian hamba-Nya untuk meninggalkan puasa serta membolehkan mereka untuk tidak berpuasa sebagai bentuk kasih sayang yang Dia berikan kepada mereka sekaligus sebagai upaya memberikan keringanan kepada mereka.

Allah Ta'ala berfirman:

"Karena itu barangsiapa di antara kalian hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagi kalian, dan tidak menghendaki kesukaran bagi kalian." [Al-Baqarah: 185]

Allah Jalla wa Ala telah memberikan keringanan kepada orang yang sakit, orang yang sedang melakukan perjalanan (musafir), orang yang sudah tua, wanita haidh, wanita yang sedang nifas, wanita hamil, wanita menyusui, dan lain-lain. Mereka itulah orang-orang yang boleh untuk tidak berpuasa dengan sengaja pada siang hari di bulan Ramadhan. Bahkan di antara mereka ada yang harus berbuka dan diharamkan baginya berpuasa, seperti wanita yang sedang haidh dan wanita yang sedang menjalani masa nifas. Ditambah lagi dengan orang yang makan dan minum karena lupa pada saat sedang berpuasa dan juga yang lainnya. Hal tersebut akan kami jelaskan lebih lanjut pada pembahasan berikutnya, insya Allah.

Pembahasan 3
ORANG YANG TIDAK MAMPU MENJALANKAN PUASA SECARA TERUS-MENERUS DAN TIDAK MUNGKIN BISA PULIH

Orang yang tidak mampu menjalankan puasa secara terus-menerus dan tidak mungkin bisa pulih seperti orang yang sudah tua atau orang yang menderita penyakit yang tidak bisa diharapkan kesembuhannya, yaitu melalui pemberitahuan yang disampaikan oleh dokter muslim yang ahli, amanah dan dapat dipercaya dalam hal agamanya. Maka pada saat itu tidak ada kewajiban bagi orang yang tidak mampu tersebut untuk menjalankan puasa, karena dia tidak mampu menjalankannya, dan tidak ada taklif (beban) baginya atas sesuatu hal yang dia tidak mampu menjalankannya.

Allah Ta'ala berfirman:

"Maka bertakwalah kalian kepada Allah sesuai dengan kesanggupan kalian." [At-Taghaabun: 16]

Dan Dia juga berfirman:

"Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya." [Al-Baqarah: 286]

Setiap kali orang yang tidak mampu itu tidak berpuasa, maka dia harus memberi makan setiap hari satu orang miskin, karena Allah Jalla wa Ala menjadikan pemberian makan sebanding dengan puasa ketika diberikan pilihan antara keduanya. Yang pertama diwajibkan adalah berpuasa sehingga berubah menjadi pengganti baginya pada saat tidak mampu, karena ia sebanding dengan puasa. [1]

Al-Bukhari rahimahullah mengatakan: "Adapun orang yang sudah tua renta, jika ia tidak mampu menjalankan puasa, maka sesungguhnya Anas pernah memberikan makan roti dan daging setiap harinya kepada satu orang miskin setelah satu atau dua tahun dia menjadi tua (tidak mampu berpuasa). Ibnu 'Abbas Radhiyallahu 'anhu mengatakan bahwa seorang laki-laki yang sudah tua dan seorang wanita yang juga sudah tua yang keduanya sudah tidak mampu lagi berpuasa, maka keduanya harus memberi makan satu orang miskin setiap harinya." [2]

Kepada orang yang sudah tidak mampu menjalankan puasa ini diberikan pilihan dalam memberikan makanan ini ; dia bisa memberikannya dalam bentuk bahan mentah kepada setiap orang miskin sebanyak satu mudd gandum terbaik yang beratnya 562 1/2 gram -karena kita memilih bahwa satu sha' itu beratnya 2 1/4 kilogram- dan boleh juga dia menyediakan makan dan kemudian mengundang orang-orang miskin sebanyak hari-hari yang dia tinggalkan. Jika dia tidak berpuasa selama 30 hari, maka dia harus mengundang 30 orang miskin. Jika dia tidak berpuasa selama 20 hari, maka dia harus mengundang 20 orang miskin. Dan demikian seterusnya.

Pembahasan 4
ORANG SAKIT

Orang sakit yang masih bisa sembuh juga diberikan keringanan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala untuk berbuka (tidak berpuasa) dan mengharuskan kepadanya untuk mengqadha' puasa yang dia tinggalkan itu.

Allah Ta'ala berfirman:

"(Yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka, jika di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain..." [Al-Baqarah: 184]

Dia juga berfirman:

"Karena itu barangsiapa di antara kalian hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagi kalian, dan tidak menghendaki kesukaran bagi kalian." [Al-Baqarah: 185]

Orang Yang Sakit Di Bulan Ramadhan Memiliki Tiga Keadaan:

Pertama, dia tidak merasa kesulitan untuk menjalankan puasa serta tidak juga puasa membahayakan dirinya, maka pada saat itu dia wajib berpuasa, karena dia tidak memiliki alasan yang membolehkan dirinya untuk tidak berpuasa.

Kedua, dia merasa kesulitan untuk menjalankan puasa, tetapi puasa tidak membahayakan dirinya sehingga dia tidak berpuasa. Saat itu tidak sepatutnya dia berpuasa, karena berpuasa pada saat itu berarti menolak keringanan yang diberikan oleh Allah Ta'ala sekaligus sebagai bentuk penyiksaan terhadap dirinya sendiri. Dan alhamdulillaah, taklif (beban) syari'at itu berdasarkan pada kemudahan sekaligus peniadaan kesulitan dan penolakan terhadap keberatan.

Ketiga, puasa akan membahayakan dirinya, sehingga dia harus tidak berpuasa dan tidak dibolehkan baginya untuk berpuasa. Hal itu didasarkan pada firman Allah Ta'ala:

"Dan janganlah kalian membunuh diri kalian, sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepada kalian." [An-Nisaa : 9]

Demikian juga firman-Nya:

"Dan janganlah kalian menjatuhkan diri kalian sendiri ke dalam kebinasaan..." [Al-Baqarah: 195]

Dan jika ada suatu penyakit menimpa seseorang pada saat bulan Ramadhan sedang dia dalam keadaan berpuasa, serta terlalu berat baginya untuk meneruskan puasa pada hari itu, maka dibolehkan baginya untuk tidak berpuasa (berbuka) karena adanya alasan yang membolehkan dirinya untuk tidak berpuasa.

Dan jika di akhir bulan Ramadhan dia sembuh sedang dia sudah terlanjur tidak berpuasa di awal siang karena alasan tersebut, maka puasanya pada hari itu tidak sah, karena dia telah berbuka di awal pagi hari itu. Sebagaimana telah disampaikan sebelumnya, puasa berarti menahan diri dengan niat sejak terbit fajar kedua sampai matahari terbenam. Tetapi dia harus mengqadha' selama hari-hari yang ditinggalkannya itu, "Maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain."

Demikian juga jika berdasarkan diagnosa dan pemeriksaan dokter yang ahli dan agamanya dapat dipercaya, bahwa puasa dapat memperparah sakitnya atau menunda kesembuhannya, maka dia boleh tidak berpuasa sebagai upaya menjaga kesehatannya dan menghindari penyakit, tetapi dia tetap harus mengqadha' puasa selama hari-hari yang ditinggalkannya. [3]

[Disalin dari buku Meraih Puasa Sempurna, Diterjemahkan dari kitab Ash-Shiyaam, Ahkaam wa Aa-daab, karya Dr. Abdullah bin Muhammad bin Ahmad ath-Thayyar, Penerjemah Abdul Ghoffar EM, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir]
__________
Footnotes
[1]. Tafsiir Ibni Katsir (I/215) serta kitab Fat-hul Qadiir (I/180).
[2]. Lihat Shahiih al-Bukhari (VI/30), kitab at-Tafsiir.
[3]. Lihat kitab Haasyiyah Ibni Abidin (II/422), Bidaayatul Mujtahid (I/285), al-Jaami' li Ahkaamil Qur-aan karya al-Qurthubi (II/276), al-Umm (II/104), Majmuu' al-Fataawaa (VI/257), al-Inshaaf karya al-Mardawi (III/285) serta Majaalis Syahri Ramadhaan karya Syaikh Muhammad bin Utsaimin, hal. 33

Bismillaahirrahmaanirrahiim Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam. Shalawat dan salam semoga dicurahkan kepada Rasul termulia, juga kepada seluruh keluarga dan shahabatnya. Amma ba'du. Website almanhaj.or.id adalah sebuah media dakwah sangat ringkas dan sederhana, yang diupayakan untuk ikut serta dalam tasfiyah (membersihkan) umat dari syirik, bid'ah, serta gerakan pemikiran yang merusak ajaran Islam dan tarbiyah (mendidik) kaum muslimin berdasarkan ajaran Islam yang murni dan mengajak mereka kepada pola pikir ilmiah berdasarkan al-Qur'an dan as-Sunnah dengan pemahaman Salafush Shalih. Kebenaran dan kebaikan yang anda dapatkan dari website ini datangnya dari Allah Ta'ala, adapun yang berupa kesalahan datangnya dari syaithan, dan kami berlepas diri dari kesalahan tersebut ketika kami masih hidup ataupun ketika sudah mati. Semua tulisan atau kitab selain Al-Qur'an dan As-Sunnah yang shahihah dan maqbul, mempunyai celah untuk dikritik, disalahkan dan dibenarkan. Barangsiapa yang melihat adanya kesalahan hendaknya meluruskannya. Hati kami lapang dan telinga kami mendengar serta bersedia menerima. Semoga Allah menjadikan upaya ini sebagai amalan shalih yang bermanfaat pada hari yang tidak lagi bermanfaat harta dan anak-anak, melainkan orang yang menemui Rabb-nya dengan amalan shalih. Jazaakumullahu khairan almanhaj.or.id Abu Harits Abdillah - Redaktur Abu Khaulah al-Palimbani - Web Admin