Jumat, 20 Agustus 2004 10:04:00 WIB
Kategori : Fiqih : Shalat
Jadikanlah antara adzan-mu dengan iqamat-mu ada kelonggaran, seukuran al-mu’tashir (menyelesaikan hajatnya dengan tidak tergesa-gesa) dan seukuran orang yang makan menyelesaikan makanannya dengan tidak tegesa-gesa” . Aku (Al-Albani) berkata : Kemungkinan inilah yang nyata, haditsnya tentang perintah untuk memberi jarak antara adzan dan iqamat, dikeluarkan oleh Abdullah bin Ahmad di dalam ziyaadaatnya dari jalan Salim bin Qutaibah Al-Bahiliy dari Malik bin Mighwal dari Abu Al-Fadhl. Dia juga mengeluarkan hadits tersebut dari riwayat Mu’aarik bin Abbad dari Abdullah bin Fadhl dari Abdullah bin Abi Al-Jauza dari Ubaiy. Tentang Abdullah bin Al-Fadhl, ada biografinya di dalam At-Tahdziib.
Jumat, 20 Agustus 2004 09:52:09 WIB
Kategori : Alwajiz : Jual Beli
Wakalah dengan wawu difat-hah dan terkadang dikasrah arti-nya at-tafwidh (menyerahkan) dan al-hifzhu (menjaga). Engkau mengatakan, “Wakkaltu fulaanan idzaas tahfazhtuhu (artinya aku meminta si fulan untuk menjaga).” “Wakkaltul amra ilaihi idzaa fawwadhtuhu ilaihi (artinya, aku menyerahkan urusan kepadanya).” Adapun secara syara’ yaitu seseorang menempatkan orang lain pada kedudukan dirinya secara mutlak atau muqayyad (terikat). Wakalah disyari’atkan dengan dalil dari al-Kitab dan as-Sunnah serta ijma’ umat. Allah Ta’ala berfirman: “Dan demikianlah Kami bangunkan mereka agar mereka saling bertanya diantara mereka sendiri. Berkatalah salah seorang di antara mereka, ‘Sudah berapa lamakah kamu berada (di sini).’ Mereka menjawab, ‘Kami berada (di sini) sehari atau setengah hari.’ Berkata (yang lain lagi), ‘Rabb kamu lebih mengetahui berapa lama kamu berada (di sini). Maka suruhlah salah seorang di antara kamu pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini, dan hendaklah dia lihat manakah makanan yang lebih baik, maka hendaklah dia membawa makanan itu untukmu, dan hendaklah ia berlaku lemah lembut dan janganlah sekali-kali men-ceritakan halmu kepada seorang pun.’”
Kamis, 19 Agustus 2004 22:27:18 WIB
Kategori : Alwajiz : Haji & Umrah
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, ia menyatakan bahwa hadits ini bersambung kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam: “Tidak boleh mengadakan perjalanan kecuali ke tiga masjid; Masjidil Haram, masjidku ini, dan Masjidil Aqsa.” Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, ia berkata, “Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Shalat di masjidku ini lebih baik daripada seribu kali shalat di masjid lain, kecuali Masjidil Haram.’” Keutamaan yang khusus dimiliki oleh Masjid Nabawi yang mulia, Masjidil Haram dan Masjid Aqsha adalah kemuliaan dari Allah Subhanahu wa Ta'ala untuk tiga masjid ini dan kelebihan shalat di dalamnya daripada shalat di tempat lain. Barangsiapa yang datang mengunjungi Masjid Nabawi hendaknya datang untuk mendapatkan pahala dan memenuhi panggilan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam yang menganjurkan untuk mengunjungi dan menziarahi Masjid Nabawi. Tidak ada adab-adab yang dikhususkan untuk tiga masjid ini dari masjid-masjid yang lain, kecuali kerancuan yang bisa saja terjadi pada sebagian manusia, akhirnya mereka menetapkan adab-adab khusus untuk Masjid Nabawi. Kerancuan ini tidak akan pernah terjadi seandainya kubur Rasulullah yang mulia tidak di dalam masjid. Agar urusan ini menjadi jelas bagi kaum muslimin apabila ia datang ke Madinah dan ingin mengunjungi Masjid Nabawi, kami akan membawakan adab-adab menziarahi masjid ini:
Rabu, 18 Agustus 2004 22:46:00 WIB
Kategori : Al-Masaa'il
Tidak mengapa bagi manusia menyandarkan sesuatu kepada sebab yang diketahui secara nyata (perasaan) atau syara’. Namun setelah terbukti bhawa hal itu adalah sebab sebenarnya. Jika merupakan sebab yang bersifat ilusi atau sebab yang berdasarkan teori yang tidak memiliki dasar, maka tidak boleh berpegang kepadanya. Karena menetapkan realita atau berbagai peristiwa kepada sebab-sebab yang tidak diketahui, tidak melalui jalan syara’ dan tidak pula melewati jalan nyata termasuk dalam larangan Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam firmanNya. “Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya, sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggung jawabannya?
Rabu, 18 Agustus 2004 21:53:48 WIB
Kategori : Risalah : Rizqi & Harta
Di antara kunci-kunci rizki lain adalah berinfaq di jalan Allah, Firman Allah, "Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan maka Allah akan menggantinya dan Dialah Pemberi rizki yang sebaik-baiknya”. Dalam menafsirkan ayat di atas, Al-Hafizh Ibnu katsir berkata : “Betapapun sedikit apa yang kamu infakkan dari apa yang diperintahkan Allah kepadamu dan apa yang diperbolehkanNya, niscaya Dia akan menggantinya untukmu di dunia, dan di akhirat engkau akan diberi pahala dan ganjaran, sebagaimana yang disebutkan dalam hadits. Imam Ar-Razi berkata, ‘Firman Allah : “Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan maka Allah akan menggantinya” adalah realisasi dari sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Tidaklah para hamba berada di pagi hari ….”
Selasa, 17 Agustus 2004 21:51:12 WIB
Kategori : Kitab : Nikah - Sakinah
Yang dimaksud ihsan dalam pembahasan ini adalah berbakti kepada kedua orang tua, yaitu menyampaikan setiap kebaikan kepada keduanya semampu kita dan bila memungkinkan mencegah gangguan kepada keduanya. Menurut Ibnu ‘Athiyah, kita juga wajib mentaati keduanya dalam hal-hal yang mubah (yang diperbolehkan syari’at), dan harus mengikuti apa-apa yang diperintahkan keduanya dan menjauhi apa-apa yang dilarang (selama tidak melanggar batasan-batasan Allah ‘Azza wa Jalla). Sedangkan 'uququl walidain adalah gangguan yang ditimbulkan seorang anak terhadap keduanya, baik berupa perkataan maupun perbuatan. Contoh gangguan berupa perkataan, yaitu mengucapkan “ah” atau “cis”, berkata dengan kalimat yang keras atau menyakitkan hati, menggertak, mencaci maki dan lain-lain. Sedangkan yang berupa perbuatan adalah berlaku kasar, seperti memukul dengan tangan atau kaki bila orang tua menginginkan sesuatu atau menyuruh untuk memenuhi keinginannya, membenci, tidak mempedulikan.
First Prev 374 375 376 377 378 379 380 381 382 383 384 Next Last
