Minggu, 9 Januari 2005 14:25:08 WIB
Kategori : Fiqih : Kurban & Aqiqah
Jumhur berpendapat bahwa hukum berkurban adalah sunnah, bukan wajib. Demikianlah yang dikatakan oleh Imam Malik. Dan (beliau) berkata : "Saya tidak menyukai seseorang yang kuat (sanggup) untuk membelinya (binatang kurban) lalu dia meninggalkannya" Dan demikian pula Imam Syafi'i berpendapat. Adapun Rabi'ah dan Al-Auza'i dan Abu Hanifah dan Al-Laits, dan sebagian pengikut Malikiyah berpendapat bahwa hukumnya wajib terhadap yang mampu. Demikian pula yang diceritakan dari Imam Malik dan An-Nakha'iy. Orang-orang yang berpendapat akan wajibnya (berkurban) berpegang pada hadits : "Tiap-tiap ahli bait (keluarga) harus ada sembelihan (udhiyah) ". Yaitu hadits yang terdahulu, dan juga hadits Abu Hurairah yang diriwayatkan Imam Ahmad dan Ibnu Majah serta di dishahihkan Al-Hakim.
Jumat, 7 Januari 2005 16:24:54 WIB
Kategori : Alwajiz : Jual Beli
Hawalah dengan haa yang difat-hah dan terkadang dikasrah, diambil dari kata at-tahwil (memindahkan) atau dari kata al-ha-uul, dikatakan: haala ‘anil ‘ahdi idzaa intaqala ‘anhu ha’uulan (berpindah dari janji). Dan menurut para fuqaha adalah memindahkan hutang dari satu penghutang kepada penghutang lainnya. Barangsiapa yang mempunyai hutang sedangkan ia (sendiri) menghutangi orang lain, kemudian ia memindahkan hutangnya kepada orang yang berhutang kepadanya, maka wajib bagi orang yang memberi hutang untuk berpindah (dalam menagih hutang) jika orang yang dipindahkan hutang kepadanya (al-muhaal ‘alaih) kaya, sebagaimana sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: “Menangguhkan pembayaran hutang adalah zhalim, apabila seseorang dari kalian diminta supaya menagih hutang kepada orang kaya, maka hendaklah ia menagihnya
Jumat, 7 Januari 2005 16:21:32 WIB
Kategori : Alwajiz : Jual Beli
Definisi ‘Ariyah. Para fuqaha mendefinisikannya (yaitu) izin yang diberikan oleh pemilik barang kepada orang lain untuk memanfaatkan barang miliknya tanpa imbalan. Hukumnya mustahabbah (dianjurkan), sebagaimana firman-Nya Ta’ala:“… Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa...” Dan juga sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam : “Allah akan selalu menolong hamba-Nya selama hamba tersebut mau menolong saudaranya”. Seorang peminjam adalah dipercaya, ia tidak menjamin (atas barang yang dipinjamnya) kecuali jika ia lalai, atau orang yang meminjamkan memberi syarat jaminan kepadanya. Diriwayatkan dari Shafwan bin Ya’la dari ayahnya, ia berkata, “Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda kepadaku, ‘Apabila utusan-utusanku datang kepadamu, maka berilah ia tiga puluh baju perang dan tiga puluh unta.’” Ia berkata, “Aku bertanya, ‘Wahai Rasulullah, apakah ia pinjaman yang dijamin ataukah pinjaman yang akan dikembalikan?’ Beliau menjawab, ‘Bahkan akan dikembalikan.’” Al-Amir ash-Shan’ani berkata dalam Subulus Salaam (III/69), “Al-Madhmuunah (dijamin) yaitu dijamin dengan harga apabila rusak. Sedangkan al-muaddaah (dikembalikan) yaitu wajib dikembalikan bersama utuhnya barang tersebut, apabila rusak maka tidak ditanggung dengan harga.”
Jumat, 7 Januari 2005 00:15:23 WIB
Kategori : Fiqih : Haji & Umrah
Jika seorang wanita haidh sebelum thawaf ifadhah dan tidak dapat tinggal di Mekkah atau kembali lagi ke Mekkah kalau dia pulang sebelum thawaf ifadhah, maka dia boleh memilih salah satu dari dua hal, yaitu suntik untuk menghentikan darah haidh lalu dia thawaf, atau menyumbat darah haidh sehingga darahnya tidak menetes di masjid dan dia thawaf karena dharurat. Pendapat yang kami sebutkan ini adalah pendapat yang kuat dan dipilih oleh syaikh Ibnu Taimiyah Rahimahullah. Tapi juga ada pendapat lain yang berbeda dengan pendapat tersebut, yaitu dengan memberikan pilihan salah satu dari dua hal. Pertama, dia tetap dalam ihram. Kedua, dinilai terlarang menyempurnakan haji, yang karena itu maka dia wajib menyembelih kurban dan dia tahallaul dari ihramnya.
Jumat, 7 Januari 2005 00:01:28 WIB
Kategori : Fiqih : Haji & Umrah
Tidak mengapa wanita yang sedang ihram dan haidh pergi ke Jeddah. Demikian itu tidak terpengaruh kepada hajinya dan dia tidak wajib membayar kifarat. Demikian pula dia menyisir rambut jika tidak disertai dengan parfum atau memotong rambut, atau ketika dia melakukan kedua hal tersebut karena lupa atau tidak tahu hukumnya. Tapi jika sengaja dan mengetahui hukum syar'i tentang kedua hal tersebut, maka dia wajib membayar kifarat, yaitu memberi makan enam orang miskin dari makanan pokok dengan setengah sha' untuk masing-masing orang miskin, atau menyembelih kambing, atau puasa tiga hari, untuk masing-masing dari memotong rambut dan memakai parfum.
Kamis, 6 Januari 2005 10:59:36 WIB
Kategori : Risalah : Keluarga
Ini termasuk pergaulan yang buruk, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman. “Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rizkinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan (sekadar) apa yang Allah berikan kepadanya” . Maka seorang isteri tidak boleh menuntut sesuatu melebihi kemampuan suami dalam memberi nafkah dan tidak boleh pula menuntut sesuatu melebihi tradisi yang berlaku, walaupun suaminya mampu memenuhi, berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala. "Dan bergaullah dengan mereka secara patut”
First Prev 328 329 330 331 332 333 334 335 336 337 338 Next Last
