Jumat, 15 Oktober 2004 09:33:37 WIB
Kategori : Al-Masaa'il
Berkata Fadhilatusy Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan hafizhahullah ketika ditanyakan tentang pengkafiran orang yang meninggalkan shalat oleh Imam Ahmad dan pengkafiran masyarakat oleh Sayyid Quthb, mengapa keduanya tidak diperlakukan sama ?.Syaikh Al-Fauzan menjawab, “Imam Ahmad adalah seorang alim, masyhur, mengetahui dalil-dalil dan jalan untuk beristidlal (berdalil), sedangkan Sayyid Quthb adalah jahil, tidak ada padanya ilmu dan pengetahuan, dan dia tidak memiliki dalil dalam perkataannya. Melakukan perbandingan antara Imam Ahmad dan Sayyid Quthb adalah kezhaliman. Bahwasanya pada Imam Ahmad banyak sekali dalil dari Kitab dan Sunnah tentang pengkafiran bagi orang yang meninggalkan shalat secara sengaja, dan pada Sayyid Quthb tidak ada dalil satupun yang mendasari pengkafiran terhadap masyarakat muslimin
Kamis, 14 Oktober 2004 16:19:36 WIB
Kategori : Dakwah
Hendaknya para ahli ilmu berbicara tentang kebenaran dan menyerukannya serta mengingkari kebatilan dan memperingatkannya, hendaknya itu dilakukan berdasarkan ilmu dan hujjah yang nyata, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala. "Katakanlah, 'Inilah jalan (agama)ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Mahasuci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik". Yakni dengan memperhatikan faktor-faktor pencapaian ilmu, yaitu bejalar kepada ahli ilmu, berkonsultasi kepada mereka mengenai kesulitan yang dihadapi, menghadiri halaqah-halaqah keilmuan, memperbanyak membaca Al-Qur'anul Karim dan menghayatinya serta mengkaji hadits-hadits shahih, sehingga bisa bermanfaat dan ilmunya menyebar sebagaimana saat memperolehnya dari para ahlinya yang disertai dengan dalil dan keikhlasan, niat yang baik dan kerendahan hati. Di samping itu hendaknya pula antusias untuk menyebarkan ilmu dengan segala aktifitas dan kekuatan.
Kamis, 14 Oktober 2004 16:08:12 WIB
Kategori : Kitab : Puasa Nabi
"Dahulu sahabat Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam jika salah seorang diantara mereka puasa dan tiba waktu berbuka, tetapi tertidur sebelum berbuka, tidak diperbolehkan makan malam dan siangnya hingga sore hari lagi. Sungguh Qais bin Shirmah Al-Anshari pernah berpuasa, ketika tiba waktu berbuka beliau mendatangi isterinya kemudian berkata : "Apakah engkau punya makanan ?" Isterinya menjawab : "Tidak, namun aku akan pergi mencarikan untukmu" Dia bekerja pada hari itu hingga terkantuk-kantuk dan tertidur, ketika isterinya kembali dan melihatnya isterinyapun berkata " Khaibah" untukmu" Ketika pertengahan hari diapun terbangun, kemudian menceritakan perkara tersebut kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam hingga turunlah ayat ini. "Dihalalkan bagimu pada malam hari bulan puasa bercampur (berjima') dengan isteri-isterimu". Dan turun pula firman Allah. "Dan makan minumlah sehingga terang kepadamu benang putih dari benang hitam yaitu fajar". Inilah rahmat Rabbani yang dicurahkan oleh Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada hamba-hamba-Nya yang berkata : "Kami mendengar dan kami taat wahai Rabb kami, ampunilah dosa kami dan kepada-Mu lah kami kembali"
Kamis, 14 Oktober 2004 13:11:35 WIB
Kategori : Bahasan : Manhaj
Sebagian peneliti berpendapat (dengan) membatasi madzhab Salaf pada suatu zaman tertentu dan tidak melebihi zaman itu, kemudian mereka yang berpendapat seperti ini menganggap, bahwa Pemikiran Islami” telah berkembang sesudah itu, dikembangkan oleh orang-orang yang berpendapat seperti ini. Sebagian lainnya berpendapat bahwa Salaf adalah mereka yang bersandar pada nash-nash (teks-teks) saja, dan tidak bersandar pada akal sedikitpun dan bahwasanya mereka pasrah kepada nash-nash tanpa memahami apa yang ditunjukkan oleh nash-nash itu, lalu mereka menyerahkan maknanya kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, dan bahwasanya mereka tersibukkan dengan berbagai macam ibadah serta hal-hal yang mendekatkan diri kepada Allah Subahanhu wa Ta'ala yang mereka pandang paling bermanfaat.
Kamis, 14 Oktober 2004 10:01:24 WIB
Kategori : Fiqih : Puasa Sunnah
Yang wajib dilakukan oleh ibu Anda adalah mengqadha hari-hari puasa yang telah ia tinggalkan dengan tidak berpuasa di bulan Ramadhan selama masa haidh, sekalipun itu terjadi berulang-ulang selama beberapa kali bulan Ramadhan. Hendaklah ia menghitung hari-hari tersebut dan mengqadha puasa sejumlah hari-hari itu, bersamaan dengan mengqadha puasa itu ia diwajibkan memberi makan seorang miskin setiap hari selama hari-hari puasa yang diqadha, sebesar satu setengah sha' setiap harinya sebagai kafarat (penebus) penundaan qadha puasa dari waktu yang seharusnya.
Kamis, 14 Oktober 2004 08:55:07 WIB
Kategori : Fiqih : Puasa Sunnah
Tidak wajib baginya berpuasa pada hari itu, karena pada permulaan hari itu ia dalam keadaan haid yang menjadikan bukan termasuk golongan orang-orang yang wajib berpuasa, sehingga dengan demikian (bila ia berpuasa maka) puasanya itu tidak sah, jika puasanya itu tidak sah maka tidak ada faedah baginya melakukan puasa pada hari itu, juga dikarenakan pada hari ini ia diperintahkan untuk tidak berpuasa pada permulaan hari itu, bahkan haram baginya berpuasa pada hari itu.
First Prev 358 359 360 361 362 363 364 365 366 367 368 Next Last
