Minggu, 17 Oktober 2004 08:25:52 WIB
Kategori : Adab Dan Perilaku
Membicarakan dan mencemarkan nama baik kaum muslimin yang tidak mereka sukai adalah merupakan kemungkaran yang besar dan termasuk ghibah yang diharamkan bahkan termasuk dosa besar, berdasarkan sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. “Tahukah kalian apa itu ghibah (menggunjing)?. Para sahabat menjawab : Allah dan Rasul-Nya yang paling tahu. Kemudian beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : Ghibah adalah engkau membicarakan tentang saudaramu sesuatu yang dia benci. Ada yang bertanya. Wahai Rasulullah bagaimana kalau yang kami katakana itu betul-betul ada pada dirinya?. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab : Jika yang kalian katakan itu betul, berarti kalian telah berbuat ghibah. Dan jika kalian katakan tidak betul, berarti kalian telah memfitnah (mengucapkan kebohongan)”.
Sabtu, 16 Oktober 2004 14:13:44 WIB
Kategori : Kitab : Puasa Nabi
Ketahuilah wahai orang yang diberi taufik untuk mentaati Rabbnya Jalla Sya'nuhu, yang dinamakan orang puasa adalah orang yang mempuasakan seluruh anggota badannya dari dosa, mempuasakan lisannya dari perkataan dusta, kotor dan keji, mempuasakan lisannya dari perutnya dari makan dan minum dan mempuasakan kemaluannya dari jima'. Jika bicara, dia berbicara dengan perkataan yang tidak merusak puasanya, hingga jadilah perkataannya baik dan amalannya shalih. Inilah puasa yang disyari'atkan Allah, bukan hanya tidak makan dan minum semata serta tidak menunaikan syahwat. Puasa adalah puasanya anggota badan dari dosa, puasanya perut dari makan dan minum. Sebagaimana halnya makan dan minum merusak puasa, demikian pula perbuatan dosa merusak pahalanya, merusak buah puasa hingga menjadikan dia seperti orang yang tidak berpuasa. Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam telah menganjurkan seorang muslim yang puasa untuk berhias dengan akhlak yang mulia dan shalih, menjauhi perbuatan keji, hina dan kasar. Perkara-perkara yang jelek ini walaupun seorang muslim diperintahkan untuk menjauhinya setiap hari, namun larangannya lebih ditekankan lagi ketika sedang menunaikan puasa yang wajib.
Sabtu, 16 Oktober 2004 08:04:05 WIB
Kategori : Fiqih : Puasa Sunnah
Jika seorang wanita mendapat kesuciannya dari nifas sebelum empat puluh hari lalu ia puasa beberapa hari, kemudian darah itu keluar lagi sebelum empat puluh hari, maka puasanya itu sah dan hendaknya ia meninggalkan shalat dan puasa pada hari-hari ketika darah itu keluar lagi, karena darah itu dianggap darah nifas hingga ia suci atau hingga sempurna empat puluh hari. Dan jika telah mencapai empat puluh hari maka wajib baginya untuk mandi walaupun darah itu masih tetap keluar, karena empat puluh hari adalah akhir masa nifas menurut pendapat yang paling benar diantara dua pendapat ulama, dan setelah itu hendaknya ia berwudhu untuk setiap waktu shalat hingga darah itu berhenti mengalir darinya.
Sabtu, 16 Oktober 2004 07:43:58 WIB
Kategori : Fiqih : Puasa Sunnah
Ya, sah puasa wanita itu yang mendapat kesucian dari haidh sebelum fajar dan belum mandi kecuali setelah terbitnya fajar, begitu pula wanita yang mendapat kesuciannya dari nifas, karena pada saat itu ia telah termasuk pada golongan orang yang wajib puasa, dan dia sama halnya dengan orang yang junub di waktu fajar, orang yang junub di waktu fajar puasanya sah berdasarkan firman Allah. "Maka sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar"
Jumat, 15 Oktober 2004 15:53:42 WIB
Kategori : Kitab : Puasa Nabi
Disunnahkan mengakhirkan sahur sesaat sebelum fajar, karena Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dan Zaid bin Tsabit Radhiyallahu 'anhu melakukan sahur, ketika selesai makan sahur Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bangkit untuk shalat subuh, dan jarak (selang waktu) antara sahur dan masuknya shalat kira-kira lamanya seseorang membaca lima puluh ayat di Kitabullah. Anas Radhiyallahu 'anhu meriwayatkan dari Zaid bin Tsabit Radhiyallahu 'anhu. "Kami makan sahur bersama Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam kemudian beliau shalat" Aku tanyakan (kata Anas), "Berapa lama jarak antara adzan dan sahur?" Zaid menjawab, "kira-kira 50 ayat membaca Al-Qur'an" Ketahuilah wahai hamba Allah -mudah-mudahan Allah membimbingmu- kalian diperbolehkan makan, minum, jima' selama (dalam keadaan) ragu fajar telah terbit atau belum, dan Allah serta Rasul-Nya telah menerangkan batasan-batasannya sehingga menjadi jelas, karena Allah Jalla Sya'nuhu mema'afkan kesalahan, kelupaan serta membolehkan makan, minum dan jima, selama belum ada kejelasan, sedangkan orang yang masih ragu (dan) belum mendapat penjelasan. Sesunguhnya kejelasan adalah satu keyakinan yang tidak ada keraguan lagi. Jelaslah.
Jumat, 15 Oktober 2004 09:53:17 WIB
Kategori : Bahasan : Manhaj
Aqidah Salaf diambil dari “mata air yang jernih” yaitu Al Qur'an dan Al Hadits jauh dari kotoran hawa nafsu dan subhat-subhat (kesamaran-kesamaran) dan tidak ada ta'wil-ta'wil yang dikutip dari luar. Aqidah Salaf akan meninggalkan dalam jiwa rasa tenang dan tentram, dan menjauhkan seorang muslim dari keragu-raguan serta dugaan-dugaan. Aqidah Salaf menjadikan kedudukan seorang muslim, sebagaimana kedudukan seorang yang mengagungkan Al Qur'an dan sunnah. Karena ia mengetahui bahwa segala apa yang terdapat dalam Al Qur'an dan hadits (yang shahih) adalah haq yang benar dan pada yang demikian itu terdapat keselamatan yang besar, dan keistimewaan yang besar. Bahwa berpegang teguh dengan aqidah Salaf adalah salah satu sebab yang terbesar untuk kokoh dalam agama.
First Prev 357 358 359 360 361 362 363 364 365 366 367 Next Last
