Jumat, 25 Maret 2005 13:53:17 WIB
Kategori : Fiqih : Jual Beli
Bagaimanakah hukum orang yang bekerja di suatu restoran yang menjual minuman haram, dimana dia berusaha untuk tidak menyuguhkan atau membawa minuman-minuman ini kepada para pelanggan, dengan tetap melayani para pengunjung yang memesan makanan dan minuman yang tidak haram ? Dan perlu diketahui bahwa saya berjalan melewati orang yang meminum minuman haram itu dan melihat orang yang melayaninya, karena memang kami berada di satu tempat. Lalu bagaimana hukumnya seorang muslim yang menjual hal tersebut dalam rangka menarik pelanggan ? Dan bagaimana pula hukumnya orang yang menyuguhkan daging babi bagi para pelanggan pada saat bekerja di restoran tersebut ?
Kamis, 24 Maret 2005 18:40:42 WIB
Kategori : Dakwah : Syubhat
Bila perbandingan itu dilakukan untuk tujuan yang baik, seperti tujuan menjelaskan keuniversalan syari'at, posisinya yang tinggi, keunggulannya atas undang-undang buatan manusia dan cakupannya terhadap kemashlahatan umum ; maka hal itu tidak apa-apa karena di dalamnya terdapat unsur menampakkan kebenaran, upaya membuat para penyeru kebatilan puas dan menjelaskan kepalsuan statement-statement mereka di dalam mengajak kepada pemberlakuan undang-undang tersebut, ajakan kepada anggapan bahwa zaman sekarang ini tidak relevan lagi untuk penerapan syari'at atau sudah dimakan zaman. Jadi, tidak ada larangan untuk mengadakan perbandingan antara syari'at dan undang-undang buatan manusia, bila tujuannya baik.
Rabu, 23 Maret 2005 18:36:01 WIB
Kategori : Wanita : Thaharah
Pendapat yang benar, yang tidak boleh bagi kaum wanita untuk mengambil pendapat-pendapat lainnya selain pendapat ini adalah bahwa jika seorang wanita yang belum pernah mengalami haidh mengeluarkan darah pada suatu waktu yang diperkirakan sebagai masa haidh, maka ia harus meninggalkan shalat, puasa serta ibadah lainnya sehingga habis masa haidnya, masa itu adalah masa haidh, dan tidak perlu baginya untuk menunggu sampai berulangnya peristiwa serupa (untuk menetapkan sebagai masa haisdnya). Kaum wanita pada masa sekarang dan juga pada masa-masa sebelumnya hanya melaksanakan pendapat ini. Ini adalah pendapat yang benar dan merupakan pendapat yang dipilih oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah.
Selasa, 22 Maret 2005 08:01:49 WIB
Kategori : Fiqih : Shalat
Disukai bersalaman ketika berjumpa di masjid atau di dalam barisan, jika keduanya belum bersalaman sebelum shalat maka bersalaman setelahnya, hal ini sebagai pelaksanaan sunnah yang agung itu disamping karena hal ini bisa menguatkan dan menghilangkan permusuhan. Kemudian jika belum sempat bersalaman sebelum shalat fardhu, disyariatkan untuk bersalaman setelahnya, yaitu setelah dzikir yang masyru'. Sedangkan yang dilakukan oleh sebagian orang, yaitu langsung bersalaman setelah shalat fardu, tepat setelah salam kedua, saya tidak tahu dasarnya. Yang tampak malah itu makruh karena tidak adanya dalil, lagi pula yang disyariatkan bagi orang yang shalat pada saat tersebut adalah langsung berdzikir, sebagaimana yang biasa dilakukan oleh Nabi Shallallahu alaihi wa sallam setelah shalat fardhu.
Senin, 21 Maret 2005 08:06:30 WIB
Kategori : Fokus : Fatawa
Sebelum pertanyaan ini dijawab saya ingin mengatakan bahwa sesungguhnya tidak akan pernah ada pertentangan dalam Kitabullah dan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Di dalam Al-Qur’an tidak ada yang saling merusak antara ayat satu dengan ayat yang lain, demikian juga di dalam As-Sunnah. Dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah tidak ada sesuatupun yang tidak sesuai dengan kenyataan. Karena realita adalah benar, dan Al-Qur’an sunnah adalah benar juga, kebenaran tidak mungkin saling bertentangan. Jika kamu faham kaidah ini maka terjawablah segala musykilah. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman. “Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al-Qur’an ? Kalau kiranya Al-Qur’an itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya”
Minggu, 20 Maret 2005 22:57:17 WIB
Kategori : Fiqih : Nikah
Tidak ada kontradiksi antara dua ayat tadi dan juga tidak ada nasakh ayat yang satu dengan yang lain, karena sesungguhnya keadilan yang diperintahkan di dalam ayat itu adalah keadilan yang dapat dilakukan, yaitu adil dalam pembagian mu'asyarah dan memberikan nafkah. Adapun keadilan dalam hal mecintai, termasuk didalamnya masalah hubungan badan (jima') adalah keadilan yang tidak mungkin. Itulah yang dimaksud dari firman Allah Subhanahu wa Ta'ala. "Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara istri-istri(mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian". Oleh karena itulah ada hadits Nabi yang bersumber dari riwayat Aisyah Radhiyallahu anha. Beliau berkata. "Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam melakukan pembagian (di antara istri-istrinya) dan beliau berlaku adil, dan beliau berdo'a : 'Ya Allah inilah pembagianku menurut kemampuanku..."
First Prev 312 313 314 315 316 317 318 319 320 321 322 Next Last
