Minggu, 17 Januari 2010 15:20:56 WIB
Kategori : Fiqih : Nasehat
Saudara-saudaraku, bergegaslah untuk membaca Kitab Rabb kalian, mentadabburi (merenungi dan memperhatikan) maknanya, memanfaatkan waktu dan majlis untuk itu. Al Qur`an al Karim merupakan tali Allah yang kuat, dan jalanNya yang lurus. Orang yang berpegang teguh dengan al Qur`an, dia bisa sampai kepada Allah dan Surga. Dan barangsiapa yang berpaling darinya, dia akan sengsara di dunia dan akhirat. Waspadalah terhadap segala yang dapat menghalangi kalian dari Kitabullah dan yang bisa melalaikan kalian dari dzikir, yaitu yang berupa selebaran-selebaran, majalah-majalah atau sejenisnya yang lebih banyak bahayanya daripada manfaatnya. Jika memang perlu untuk menelaah majalah-majalah atau selebaran-selebaran itu, maka jadwalkan waktu khusus dan lakukanlah seperlunya. Hendaklah juga menyediakan waktu khusus untuk membaca atau mendengarkan Kitabullah dari orang yang membacanya, untuk mengobati penyakit hati dengannya, supaya terpacu untuk taat kepada khaliqnya, Rabb yang memiliki manfaat, madharat, hak memberi dan hak tidak memberi, tidak ada ilah yang berhak diibadahi kecuali Allah.
Kamis, 14 Januari 2010 16:18:13 WIB
Kategori : Risalah : Rizqi & Harta
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda. "Dinar yang engkau infakkan di jalan Allah, dinar yang engkau infakkan untuk membebaskan budak, dinar yang engkau sedekahkan kepada orang miskin, dan dinar yang engkau nafkahkan kepada keluargamu, pahala yang paling besar adalah dinar yang engkau nafkahkan untuk keluargamu". Al Hafizh Ibnul Hajar Al Asqalani berkata, ”Memberi nafkah kepada keluarga merupakan perkara yang wajib atas suami. Syari’at menyebutnya sebagai sedekah, untuk menghindari anggapan bahwa para suami yang telah menunaikan kewajiban mereka (memberi nafkah) tidak akan mendapatkan balasan apa-apa. Mereka mengetahui balasan apa yang akan diberikan bagi orang yang bersedekah. Oleh karena itu, syari’at memperkenalkan kepada mereka, bahwa nafkah kepada keluarga juga termasuk sedekah (yang berhak mendapat pahala, Pen). Sehingga tidak boleh memberikan sedekah kepada selain keluarga mereka, sebelum mereka mencukupi nafkah (yang wajib) bagi keluarga mereka, sebagai pendorong untuk lebih mengutamakan sedekah yang wajib mereka keluarkan (yakni nafkah kepada keluarga, Pen) dari sedekah yang sunnat.”
Rabu, 13 Januari 2010 16:14:29 WIB
Kategori : Risalah : Anak
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman: "Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka…" Setelah mengetengahkan ayat di atas, Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu mengatakan: “Ibu, ayah, guru dan masyarakat bertanggung jawab di hadapan Allah Subhanahu wa Ta'ala kelak tentang pendidikan generasi penerus mereka. Jika mereka telah melaksanakan yang terbaik, niscaya sang anak dan mereka akan bahagia di dunia dan akhirat. Tetapi apabila melalaikan pembinaannya, niscaya akan celaka, dan dosa akan berada di pundak-pundak mereka”. Anak, selain berfungsi sebagai penyejuk mata orang tuanya, juga bisa berperan menjadi fitnah yang bisa menggoda, bahkan berpotensi menjerusmuskan orang tuanya menuju jurang kenistaan. Cobaan ini bisa terjadi, lantaran fitrah orang tua yang sangat mencintai anak-anaknya, sehingga terkadang apapun yang menjadi tuntutan kebutuhan sang anak, selalu berusaha dipenuhi. Pemenuhan kebutuhan tanpa reserve ini bisa menjadi salah satu sumber fitnah ini, tak mustahil membebani kemampuan orang tua, sehingga tatkala tak terpenuhi, ia bisa menimbulkan intrik.
Selasa, 12 Januari 2010 15:55:48 WIB
Kategori : Risalah : Anak
Kisah, keterkaiatannya dengan pendidikan anak, memiliki peran yang sangat penting, lantaran kisah juga merupakan salah satu metode pengajaran. Dalam Al-Qur`an, Allah Subhanahu wa Ta'ala telah mengajarkan berbagai kisah dari umat-umat terdahulu. Sehingga secara langsung bisa dipahami, bahwa Islam memberikan perhatian yang besar terhadap masalah ini, yaitu dengan menyebutkan kisah-kisah yang mendidik dan bermanfaat sebagai metode dalam menyampaikan pengajaran. Sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta'ala telah mencontohkan kisah tentang Luqman Al-Hakim yang memberi wasiat kepada anaknya dengan wasiat yang sangat penting dan berharga. Demikian semestinya yang diterapkan dalam mendidik anak, ialah dengan mendasarkan kepada wahyu, yaitu Al-Kitab dan juga As-Sunnah. Karena dalam dua sumber tersebut terdapat kebaikan, kesempurnaan, dan tepat bagi manusia. Bukankah jika memperhatikan Al-Qur`an dan As-Sunnah, kita mendapatkan keterangan yang jelas kandungan kisah-kisah yang disebutkan di dalamnya? "Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. Al-Qur`an itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman".
Senin, 11 Januari 2010 15:42:12 WIB
Kategori : Risalah : Rizqi & Harta
Gaji atau pendapatan milik isteri, yang ia peroleh dari kerjanya, dapat berpengaruh positif maupun negatif dalam kehidupana rumah tangga. Artinya, pendapatan tersebut bisa lebih menguatkan sendi-sendi keluarga, atau sebaliknya justru menghancurkannya. Ikatan suami-isteri itu menjadi kuat, atau justru merenggangkannya. Kadang, karena isteri merasa memiliki pendapatan sendiri, ia berlaku hidup boros, dengan membelanjakan hasil pendapatannya untuk membeli keperluan pribadi yang diinginkannya. Tetapi juga bisa menempanya menjadi wanita yang hemat, dan lebih bijak dalam mengolah income pribadinya, ia lantaran mengetahui betapa berat dan susahnya mencari nafkah. Yang kemudian menjadi pertanyaan, apakah uang itu milik isteri semata, hingga tidak ada hak bagi suaminya untuk menikmatinya. Ataukah termasuk milik bersama-sama dengan suaminya. Kapan saja suami membutuhkan, ia dapat saja memakainya. Inilah tanda tanya yang muncul atas gaji atau pendapatan isteri. Permasalahan timbul seiring dengan perjalanan hari, kian pelik dan kompleks. Seorang isteri yang mendapatkan uang (pendapatan) melalui aktifitas kerja (yang sesuai dengan kodratnya), kemudian adanya pemandangan yang berlawanan, yaitu suami yang memanfaatkan incomenya.
Minggu, 10 Januari 2010 15:35:11 WIB
Kategori : Risalah : Keluarga
Ditinjau dari sisi yang lain, cemburu ada dua macam. Pertama, ghirah lil mahbub (cemburu membela orang yang dicintai). Kedua, ghirah 'alal-mahbub (cemburu membela agar jangan sampai ada orang lain yang juga mencintai orang yang dicintainya). Ghirah lil mahbub adalah pembelaan seseorang terhadap orang yang dicintai, disertai dengan emosi demi membelanya, ketika hak dan kehormtan orang yang dicintai diabaikan atau dihinakan. Dengan adanya penghinaan tersebut, ia marah demi yang dicintainya, kemudian membelanya dan berusaha melawan orang yang menghina tadi. Inilah cemburu sang pecinta yang sebenarnya. Dan ini pula ghirah para rasul dan pengikutnya terhadap orang-orang yang menyekutukan Allah Subhanahu wa Ta'ala, serta melanggar syariat Allah Subhanahu wa Ta'ala. Jenis ghirah inilah yang semestinya dimiliki seorang muslim, untuk membela Allah Subhanahu wa Ta'ala, Rasul Shallallahu 'alaihi wa sallam dan agama-Nya. Adapun ghirah 'alal-mahbub adalah kecemburuan terhadap orang lain yang ikut mencintai orang yang dicintainya. Jenis ghirah inilah yang hendak kita kupas pada pembahasan ini.
First Prev 110 111 112 113 114 115 116 117 118 119 120 Next Last
