Kamis, 18 Februari 2010 07:00:27 WIB
Kategori : Fiqih : Waris & Waqaf
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah pernah ditanya tentang perbedaan antara shadaqah dan hadiyah, dan mana yang lebih utama dari keduanya, beliau rahimahullah menjawab: “Alhamdulillah, ash shadaqah adalah segala sesuatu yang diberikan untuk mengharap wajah Allah sebagai ibadah yang murni, tanpa ada maksud (dari pelakunya) untuk (memberi) orang tertentu, dan tanpa meminta imbalan (dari orang yang diberi tersebut). Akan tetapi, (pemberian tersebut) diberikan kepada orang-orang yang membutuhkan. Sedangkan hadiyah, maka pemberian ini dimaksudkan sebagai wujud penghormatan terhadap individu tertentu, baik hal itu sebagai (manifestasi dari) rasa cinta, persahabatan ataupun meminta bantuan. Oleh karena itu, Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam menerima hadiah, dan berterimakasih atasnya (dengan memberinya hadiah kembali), sehingga tidak ada orang yang meminta atau mengharapkan kembali darinya. Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam juga tidak pernah memakan kotoran-kotoran (zakat atau shadaqah) orang lain yang mereka bersuci dengannya dari dosa-dosa mereka, yaitu shadaqah. Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak memakan shadaqah karena alasan ini ataupun karena alasan-alasan lainnya. Maka (dengan demikian) telah jelaslah perkaranya, bahwa shadaqah lebih utama.
Rabu, 17 Februari 2010 02:01:13 WIB
Kategori : Risalah : Do'a & Taubat
Imam An Nawawi rahimahullah berkata,”Para ulama telah sepakat, bahwa bertaubat dari seluruh perbuatan maksiat adalah wajib; wajib dilakukan dengan segera dan tidak boleh ditunda, apakah itu dosa kecil atau dosa besar.” Kesalahan dan dosa-dosa yang dilakukan oleh manusia banyak sekali. Setiap hari, manusia pernah berbuat dosa, baik dosa kecil maupun dosa besar, baik dosa kepada Khaliq (Allah Maha Pencipta) maupun dosa kepada makhlukNya. Setiap anggota tubuh manusia pernah melakukan kesalahan dan dosa. Mata sering melihat yang haram, lidah sering bicara yang tidak benar, berdusta, melaknat, sumpah palsu, menuduh, membicarakan aib sesama muslim (ghibah), mencela, mengejek, menghina, mengadu-domba, memfitnah, dan lain-lain. Telinga sering mendengarkan lagu dan musik yang jelas bahwa hukumnya haram, tangan sering menyentuh perempuan yang bukan mahram, mengambil barang yang bukan miliknya (ghasab), mencuri, memukul, bahkan membunuh, atau melakukan kejahatan lainnya. Kaki pun sering melangkah ke tempat-tempat maksiat dan dosa-dosa lainnya. Dosa dan kesalahan akan berakibat keburukan dan kehinaan bagi pelakunya, baik di dunia maupun di akhirat, bila orang itu tidak segera bertaubat kepada Allah.
Senin, 15 Februari 2010 16:13:07 WIB
Kategori : Risalah : Keluarga
Ada sebagian orang tidak suka melihat kedua orang tuanya yang dulu pernah merawatnya kecuali dengan pandangan yang menghinakan. Dia memuliakan istrinya, tetapi melecehkan ibunya. Dia berusaha mendekati teman-temannya, akan tetapi menjahui bapaknya. Apabila duduk dengan kedua orang tuanya, maka seolah-olah ia sedang duduk di atas bara api. Dia berat apabila harus bersama kedua orang tuanya. Meski hanya sesaat bersama orang tua, tetapi ia merasa begitu lama. Dia bertutur kata dengan keduanya, kecuali dengan rasa berat dan malas. Sungguh jika perbuatannya demikian, berarti ia telah mengharamkan bagi dirinya kenikmatan berbakti kepada kedua orang tua dan balasannya yang terpuji. Ada pula manusia yang tidak mau memandang dan menganggap sanak kerabatanya sebagai keluarga. Dia tidak mau bergaul dengan karib kerabat dengan sikap yang sepantasnya diberikan sebagai keluarga. Dia tidak mau bertegus sapa dan melakukan perbuatan yang bisa menjalin hubungan silaturahmi. Begitu pula, ia tidak mau menggunakan hartanya untuk hal itu. Sehingga ia dalam keadaan serba kecukupan, sedangkan sanak keluarganya dalam keadaan kekurangan. Dia tidak mau menyambung hubungan dengan mereka. Padahal, terkadang sanak keluarga itu termasuk orang-orang yang wajib ia nafkahi karena ketidakmampuannya dalam berusaha, sedangkan ia mampu untuk menafkahinya. Akan tetapi, tetap saja ia tidak mau menafkahinya.
Minggu, 14 Februari 2010 15:53:10 WIB
Kategori : Risalah : Tazkiyah Nufus
Kita memahami, bahwa Allah Azza wa Jalla menciptakan fitrah atas diri manusia, yaitu bisa mengetahui dan mengenal kebenaran, serta menjauhi dan menghindari kebathilan. Akan tetapi, meskipun fithrah manusia itu sudah disiapkan dan memiliki kemampuan untuk mengetahui yang haq dan yang bathil, namun bukan berarti untuk mengamalkan al haq ataupun menghindari yang bathil itu mudah. Ada rintangan dan hambatan yang menjadi ujian. Ada musuh yang selalu menghalangi dari jalan al haq. Dan sebaliknya ada musuh yang selalu berusaha membimbing ke arah yang bathil. Musuh-musuh ini memberikan gambaran tentang kebenaran dan kebathilan. Al haq, yang semestinya indah, menjanjikan kebaikan dan membawa kepada kebahagiaan dunia dan akhirat, digambarkan oleh musuh manusia sebagai sesuatu yang menakutkan dan menyusahkan. Sebaliknya yang bathil, yang mestinya menjijikkan dan berujung pada penderitaan, digambarkan oleh musuh manusia sebagai keindahan nan menyenangkan. Akhirnya banyak orang yang terpedaya, meninggalkan jalan yang benar dan mengikuti jalan yang bathil, iyadzan billah.
Sabtu, 13 Februari 2010 23:02:57 WIB
Kategori : Bahasan : Hadits (1)
Bertakwa dan selalu menjaga ketakwaan kepada Allah, dalam segala keadaan dan kondisi. Allah berfirman: "Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rizki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan (yang dikehendaki)-Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu". Maknanya, Allah akan mrmberikan jalan keluar dari seluruh fitnah, bencana, kejelekan di dunia dan akhirat. Allah juga berfirman: "Dan barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya". Ketika terjadi fitnah pada zaman tabi'in, sebagian orang mendatangi Thalq bin Habib dan mengatakan, bahwasanya telah terjadi fitnah, lantas bagaimana menyelesaikannya? Beliau menjawab: "Berlindunglah darinya dengan takwa!" Mereka bertanya: "Jelaskan kepada kami, apa yang engkau maksud dengan takwa?" Beliau menjawab,"Takwa kepada Allah, yaitu mengamalkan ketaatan kepada Allah di atas cahaya dari Allah dan mengharap rahmat-Nya, dan meninggalkan kemaksiatan di atas cahaya dari Allah dan takut dari adzab-Nya.
Jumat, 12 Februari 2010 16:39:28 WIB
Kategori : Risalah : Tazkiyah Nufus
Ketahuilah, wahai hamba-hamba Allah! Jika engkau konsisten beribadah kepada Allah dan engkau masukkan dirimu ke dalam peribadatan kepadanya, maka Dia Azza wa Jalla akan membantumu. Jadi masuknya dirimu ke dalam pengabdian kepada Allah merupakan sebab untuk mendapatkan pertolongan dari Allah Subhanahu wa Ta'ala. Semakin sempurna peribadatan seorang hamba, maka semakin besar pula ia mendapatkan pertolongan dari Allah Azza wa Jalla. Beribadah kepada Allah diapit oleh dua jenis pertolongan, yaitu pertolongan sebelum melakukannya, yakni untuk teguh menjalankan peribadatan terkait; dan pertolongan kedua, yakni untuk istiqamah menjalankan peribadatan terkait serta menjalankan peribadatan lainnya. Demikianlah seterusnya, selama engkau menjadi hamba Allah Azza wa Jalla. Orang yang menghayati kedudukan ini, niscaya ia akan mendapati bahwa do’a yang diajarkan Nabi di atas merupakan do’a paling bermanfaat. Bahkan merupakan inti do’a yang diriwayatkan dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Itulah yang dimaksudkan Allah dalam Al Fatihah. "Hanya kepadaMu kami beribadah dan hanya kepadaMu kami memohon pertolongan".
First Prev 105 106 107 108 109 110 111 112 113 114 115 Next Last
