Menyambung Silaturahmi Meskipun Karib Kerabat Berlaku Kasar

Kamis, 25 Februari 2010 15:25:30 WIB
Kategori : Bahasan : Hadits (1)

Bersilaturahmi dapat dilakukan dengan cara mengunjungi karib kerabat, menanyakan kabarnya, memberikan hadiah, bersedekah kepada mereka yang miskin, menghormati mereka yang berusia lebih tua dan menyayangi yang lebih muda dan lemah, serta menanyakan terus keadaan mereka, baik dengan cara datang langsung, melalui surat, maupun dengan menghubunginya lewat telepon ataupun short massage service (sms). Bisa juga dilakukan dengan meminta mereka untuk bertamu, menyambut kedatangannya dengan suka cita, memuliakannya, ikut senang bila mereka senang dan ikut sedih bila mereka sedih, mendoakan mereka dengan kebaikan, tidak hasad (dengki) terhadapnya, mendamaikannya bila berselisih, dan bersemangat untuk mengokohkan hubungan di antara mereka. Bisa juga dengan menjenguknya bila sakit, memenuhi undangannya, dan yang paling mulia ialah bersemangat untuk berdakwah dan mengajaknya kepada hidayah, tauhid, dan Sunnah, serta menyuruh mereka melakukan kebaikan dan melarang mereka melakukan dosa dan maksiat. Hubungan baik ini harus terus berlangsung dan dijaga kepada karib kerabat yang baik dan istiqamah di atas Sunnah. Adapun terhadap karib kerabat yang kafir atau fasik atau pelaku bid’ah, maka menyambung kekerabatan dengan mereka dapat melalui nasihat dan memberikan peringatan, serta berusaha dengan sungguh-sungguh dalam melakukannya.

Melihat Kepada Orang Yang Lebih Rendah Kedudukannya Dalam Hal Materi Dan Penghidupan

Rabu, 24 Februari 2010 16:23:55 WIB
Kategori : Bahasan : Hadits (1)

Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam melarang seorang Muslim melihat kepada orang yang di atas. Maksudnya, jangan melihat kepada orang kaya, banyak harta, kedudukan, jabatan, gaji yang tinggi, kendaraan yang mewah, rumah mewah, dan lainnya. Dalam kehidupan dunia terkadang kita melihat kepada orang-orang yang berada di atas kita. Hal ini merupakan kesalahan yang fatal. Dalam masalah tempat tinggal, misalnya, terkadang seseorang hidup bersama keluarganya dengan "mengontrak rumah", maka dengan keadaannya ini hendaklah ia bersyukur karena masih ada orang-orang yang tidak memiliki tempat tinggal dan tidur beratapkan langit. Begitu pun dalam masalah penghasilan, terkadang seseorang hanya mendapat nafkah yang hanya cukup untuk makan hari yang sedang dijalaninya saja, maka dalam keadaan ini pun ia harus tetap bersyukur karena masih ada orang-orang yang tidak memiliki penghasilan dan ada orang yang hanya hidup dari menggantungkan harapannya kepada orang lain. Sedangkan dalam masalah agama, ketaatan, pendekatan diri kepada Allah, meraih pahala dan surga, maka sudah seharusnya kita melihat kepada orang yang berada di atas kita, yaitu para nabi, orang-orang yang jujur, para syuhada, dan orang-orang yang shalih.

Mencintai Orang-Orang Miskin Dan Dekat Dengan Mereka.

Rabu, 24 Februari 2010 16:12:45 WIB
Kategori : Bahasan : Hadits (1)

Wasiat yang Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam tujukan untuk Abu Dzar ini, pada hakikatnya adalah wasiat untuk ummat Islam secara umum. Dalam hadits ini, Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam berwasiat kepada Abu Dzar agar mencintai orang-orang miskin dan dekat dengan mereka. Kita sebagai ummat Islam hendaknya menyadari bahwa nasihat beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam ini tertuju juga kepada kita semua. Orang-orang miskin yang dimaksud, adalah mereka yang hidupnya tidak berkecukupan, tidak punya kepandaian untuk mencukupi kebutuhannya, dan mereka tidak mau meminta-minta kepada manusia. Pengertian ini sesuai dengan sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam : "Orang miskin itu bukanlah mereka yang berkeliling meminta-minta kepada orang lain agar diberikan sesuap dan dua suap makanan dan satu-dua butir kurma.” Para sahabat bertanya: “Ya Rasulullah, (kalau begitu) siapa yang dimaksud orang miskin itu?” Beliau menjawab,"Mereka ialah orang yang hidupnya tidak berkecukupan, dan dia tidak mempunyai kepandaian untuk itu, lalu dia diberi shadaqah (zakat), dan mereka tidak mau meminta-minta sesuatu pun kepada orang lain.”

Hukum Hanyalah Milik Allah

Minggu, 21 Februari 2010 16:11:42 WIB
Kategori : Ahkam

Termasuk perkara yang secara pasti sudah diketahui oleh orang yang berakal sehat dan memiliki fithrah yang lurus, bahwa barang buatan manusia tidak membuat sendiri hukum-hukum untuk dirinya, yang dia akan berjalan di atasnya dan bergerak ke arahnya. Namun yang membuatkannya ialah orang yang telah menciptakannya dan membuatnya dengan sebaik-baiknya. Oleh karena itu termasuk kejahilan, jika manusia menggambarkan bahwa dia mampu membuat hukum-hukum untuk dirinya sendiri, dia akan berjalan di atasnya dan tidak menyimpang darinya. Dan bahwa kekurangan tidak akan mendatanginya dari sisi-sisinya, atau tidak akan melahirkan cacat di tengah-tengahnya, atau kelemahan tidak menjadi sifatnya yang terbesar. Dari sini, maka manusia wajib kembali kepada syari'at Allah yang telah menciptakan manusia. Allah mengetahui apa yang dapat menjadikan manusia itu menjadi baik, dan mengetahui yang akan menjadi baik keadaan manusia. Allah berfirman: Apakah Allah yang menciptakan itu tidak mengetahui (yang kamu lahirkan atau rahasiakan); dan Dia Mahahalus lagi Mahamengetahui?

Kekeliruan Pembagian Hakikat Dan Syari'at Ala Tarikat Sufiyah

Sabtu, 20 Februari 2010 16:30:33 WIB
Kategori : Dakwah : Firaq

Yang dimaksudkan dengan syariat –menurut kaum Sufi- yaitu perkara apa saja yang diwahyukan Allah kepada Rasul-Nya tanpa memerlukan adanya pentakwilan. Mereka menyebutnya dengan nama ilmu zhahir atau ilmu syariah. Menurut kalangan Sufi, golongan yang mengimani nash-nash syariat tanpa menggunakan takwil ini, masuk ke dalam kategori kelompok awam. Yang termasuk dalam klasifikasi ini -menurut kaca mata mereka- yaitu para imam empat, seluruh ulama fiqih (fuqaha), dan ulama hadits. Sebutan lain bagi kalangan awam ini, yaitu ‘ulama rusûm (ulama tekstual, zhahir). Adapun pengertian al-haqiqah (hakikat), yaitu bisikan-bisikan hati dan mimpi-mimpi kaum Sufi, yang mereka yakini sebagai takwil (penafsiran) ilmu syariat. Ilmu ini dikenal dengan istilah ilmu bathin, dan para pemiliknya pun disebut ahlul-bâthin. Mereka inilah –menurut kalangan Sufi- yang dikategorikan sebagai manusia-manusia khâsh, yang menyandarkan cara pengamalan agama pada penakwilan nash-nash syariat. Bahkan kata mereka, ilmu bathin tersebut lebih tinggi daripada ilmu syariah. Anggapan kalangan Sufi ini dapat dilihat dari salah satu contoh, sebagaimana terungkap dari sebuah kisah, bahwa seorang syaikh Sufi bernama Ibnul-Khâtib, saat mengisahkan ketokohan kakeknya dengan menyebutnya Sayyiduna Abu ‘Ali (ar-Ruuba). Sehingga memunculkan pertanyaan, mengapa nama tersebut diawali dengan julukan Sayyiduna?

Meluruskan Pemahaman Al-Wala' Dan Al-Bara'

Jumat, 19 Februari 2010 23:12:12 WIB
Kategori : Dakwah : Wala & Bara

Kami menyampaikan permasalahan ini supaya diingat terus dan untuk menjelaskan kerancuan dalam memahaminya. Karena sebagian orang yang melampaui batas, yang berjalan di atas pemikiran Khawarij memahami ‘adâwah (permusuhan), barâ’ah (berlepas diri), dan kebencian kepada orang-orang kafir memiliki konsekwensi, (yaitu) haramnya bergaul dengan orang-orang kafir. Mereka tidak mengetahui bahwa yang dimaksud adalah berlepas diri dari agama mereka. Dalam artian tidak mencintai mereka. Maksudnya bukan tidak boleh bergaul dengan mereka dalam masalah yang dibolehkan Islam, ataupun menzhalimi mereka dengan menghancurkan rumah-rumah mereka, membunuh mereka yang berada dalam jaminan keamanan, membunuh anak-anak, kaum wanita atau juga memusnahkan harta benda mereka. Lalu ini disebut jihad. Sedangkan sebagian lainnya mengira, kebencian dan berlepas diri dari orang-orang kafir merupakan teror dan kezhaliman kepada mereka. Sebagaimana hal ini terungkap dalam berbagai dialog maupun tulisan di sebagian media massa. Kemudian anggapan keliru ini dimanfaat oleh orang-orang kafir dan orang munafik. Mereka mengatakan, agama Islam itu agama teror dan liar?!

First  Prev  104  105  106  107  108  109  110  111  112  113  114  Next  Last

Bismillaahirrahmaanirrahiim Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam. Shalawat dan salam semoga dicurahkan kepada Rasul termulia, juga kepada seluruh keluarga dan shahabatnya. Amma ba'du. Website almanhaj.or.id adalah sebuah media dakwah sangat ringkas dan sederhana, yang diupayakan untuk ikut serta dalam tasfiyah (membersihkan) umat dari syirik, bid'ah, serta gerakan pemikiran yang merusak ajaran Islam dan tarbiyah (mendidik) kaum muslimin berdasarkan ajaran Islam yang murni dan mengajak mereka kepada pola pikir ilmiah berdasarkan al-Qur'an dan as-Sunnah dengan pemahaman Salafush Shalih. Kebenaran dan kebaikan yang anda dapatkan dari website ini datangnya dari Allah Ta'ala, adapun yang berupa kesalahan datangnya dari syaithan, dan kami berlepas diri dari kesalahan tersebut ketika kami masih hidup ataupun ketika sudah mati. Semua tulisan atau kitab selain Al-Qur'an dan As-Sunnah yang shahihah dan maqbul, mempunyai celah untuk dikritik, disalahkan dan dibenarkan. Barangsiapa yang melihat adanya kesalahan hendaknya meluruskannya. Hati kami lapang dan telinga kami mendengar serta bersedia menerima. Semoga Allah menjadikan upaya ini sebagai amalan shalih yang bermanfaat pada hari yang tidak lagi bermanfaat harta dan anak-anak, melainkan orang yang menemui Rabb-nya dengan amalan shalih. Jazaakumullahu khairan almanhaj.or.id Abu Harits Abdillah - Redaktur Abu Khaulah al-Palimbani - Web Admin