Sabtu, 3 April 2010 15:42:34 WIB
Kategori : Risalah : Sihir, Dukun
Imam Muslim meriwayatkan dalam Shahih-nya dari Ibnu Mas’ud Radhiyallahu 'anhu, dia berkata: “Pada suatu malam, kami pernah bersama Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, lalu kami kehilangan dirinya. Maka kami pun mencari-cari Beliau di lembah-lembah dan di jalan-jalan di gunung (namun tidak menemukan Beliau), sehingga kami berkata,’Beliau dibawa terbang jin, atau Beliau telah dibunuh secara rahasia’. Maka kami melewati malam itu sebagai sejelek-jelek malam yang dialami suatu kaum. Tatkala datang pagi, tiba-tiba Beliau muncul dari arah gua Hira’. Maka kami berkata,’Wahai, Rasulullah! (Semalam) kami kehilangan dirimu, lalu kami mencari-carimu, tetapi tidak menemukanmu, maka kami melewati malam itu sebagai sejelek-jelek malam yang dialami suatu kaum’. Beliau berkata,‘Seorang utusan jin mendatangiku, maka aku pun pergi bersamanya (mendatangi para jin), lalu aku membacakan Al Qur`an kepada mereka’.” Ibnu Mas‘ud berkata,”Lalu Beliau mengajak kami dan memperlihatkan kepada kami bekas mereka (jin) dan bekas api mereka.” Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata: “Tidak ada satupun dari segolongan kaum muslimin yang berpendapat lain dalam masalah eksistensi jin, dan tidak pula dalam masalah bahwa Allah telah mengutus Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam kepada mereka.
Jumat, 2 April 2010 22:53:11 WIB
Kategori : Risalah : Sihir, Dukun
Berkaitan dengan hadits ini, Al Qadhi ‘Iyadh menjelaskan: “Sihir adalah salah satu jenis penyakit diantara penyakit-penyakit lainnya yang wajar menimpa Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam, seperti halnya penyakit lain yang tidak diingkari. Dan sihir ini tidak menodai nubuwah Beliau. Adapun keadaan Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam ketika itu, seolah-olah membayangkan melakukan sesuatu, padahal Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak melakukannya. Hal itu tidak mengurangi kejujuran Beliau. Karena dalil dan ijma’ telah menegaskan tentang kema’shuman Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dari sikap tidak jujur. Terpengaruh sihir perkara yang hanya mungkin terjadi pada diri Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam masalah duniawi yang bukan merupakan tujuan risalah Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam. Dan Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak diistimewakan lantaran masalah duniawi pula. Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah manusia biasa yang bisa tertimpa penyakit seperti halnya manusia. Maka bisa saja terjadi, Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam dikhayalkan oleh perkara-perkara dunia yang tidak ada hakikatnya. Kemudian perkara itu (pada akhirnya) menjadi jelas sebagaimana yang terjadi pada diri Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam”.
Kamis, 1 April 2010 22:55:12 WIB
Kategori : Risalah : Sakit, Obat
Sering terjadi adanya komunikasi dengan jin dan melontarkan pertanyaan kepadanya tentang banyak permasalahan. Baik tentang nama, umurnya dan keyakinannya. Orang-orang pun mudah mempercayainya. Fenomena ini hanya akan mengantarkan manusia menuju kerusakan dan pelanggaran. Orang-orang seolah melupakan bahwa jin bukan sumber talaqqi ilmu. Sebab kedustaanlah yang mendominasi sepak terjang jin. Ini berdasarkan sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam kepada Abu Hurairah: “Dia (saat ini) jujur kepadamu, tetapi ia makhluk yang pendusta”. Praktek seperti di atas mengandung unsur pelanggaran terhadap petunjuk Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Syaikh Al Albani berkata: Dahulu, orang-orang yang menangani ruqyah di hadapan orang kesurupan, hanyalah ditangani beberapa individu yang shalih dengan jumlah tidak banyak. Sedangkan sekarang ini, jumlah mereka ratusan orang. Bahkan termasuk juga sekumpulan wanita mutabarrijah (pesolek). Akibatnya praktek ini menyimpang dari statusnya sebagai sarana pengobatan syar’i – yang hanya dilakukan oleh para ahlinya-berubah menjadi fenomena dan sarana kehidupan yang tidak dikenal syariat ataupun ilmu kedokteran sekaligus. Justru menurutku termasuk praktek dajl (kedustaan) dan bisikan setan kepada musuhnya, manusia…
Rabu, 31 Maret 2010 15:04:22 WIB
Kategori : Risalah : Sakit, Obat
Ruqyah bukan pengobatan alternatif. Justru seharusnya menjadi pilihan pertama pengobatan tatkala seorang muslim tertimpa penyakit. Sebagai sarana penyembuhan, ruqyah tidak boleh diremehkan keberadaannya. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan: “Sesungguhnya meruqyah termasuk amalan yang utama. Meruqyah termasuk kebiasaan para nabi dan orang-orang shalih. Para nabi dan orang shalih senantiasa menangkis setan-setan dari anak Adam dengan apa yang diperintahkan Allah dan RasulNya”. Karena demikian pentingnya penyembuhan dengan ruqyah ini, maka setiap kaum Muslimin semestinya mengetahui tata cara yang benar, agar saat melakukan ruqyah tidak menyimpang dari kaidah syar’i. Apakah ruqyah hanya berlaku untuk penyakit-penyakit yang disebutkan dalam nash atau penyakit secara umum? Dalam hadits-hadits yang membicarakan terapi ruqyah, penyakit yang disinggung adalah pengaruh mata yang jahat (‘ain), penyebaran bisa racun (humah) dan penyakit namlah (humah). Berkaitan dengan masalah ini, Imam An Nawawi berkata dalam Syarah Shahih Muslim: “Maksudnya, ruqyah bukan berarti hanya dibolehkan pada tiga penyakit tersebut. Namun maksudnya bahwa Beliau ditanya tentang tiga hal itu, dan Beliau membolehkannya.
Selasa, 30 Maret 2010 13:30:32 WIB
Kategori : Risalah : Sakit, Obat
Pada zaman sekarang ini, ada sebagian thullabul ilmi (penuntut ilmu syar’i) menjadi terkenal bisa mengobati orang dengan menggunakan ruqyah. Kemampuan meruqyah membuatnya menjadi terkenal sehingga dapat dijumpai sarana-sarana tersebut di tengah-tengah masyarakat. Dengan banyaknya imbalan yang diperoleh dari meruqyah ini, mereka rela melepaskan kesibukan-kesibukan dan mengambil jalan pintas dengan cara mengkhususkan diri sebagai tukang ruqyah. Mereka pun banyak memperluas waktu untuk itu dan selalu siap apabila ada orang yang datang untuk berobat, sehingga membuat mereka sibuk mengatur jam-jam berobat layaknya dokter-dokter dan rumah sakit spesialis, serta menjadikan meruqyah ini sebagai pekerjaan tetap (profesi). Mereka mengkhususkan diri untuk meruqyah dan menjadikannya sebagai pekerjaan tetap (mata pencaharian) sehingga menjadikan dirinya terkenal. Cara seperti ini dapat mendatangkan kemudharatan, baik bagi peruqyah itu sendiri maupun bagi mereka yang diruqyah.
Senin, 29 Maret 2010 16:06:31 WIB
Kategori : Risalah : Sakit, Obat
Allah menciptakan makhlukNya dengan memberikan cobaan dan ujian, lalu menuntut konsekwensi kesenangan, yaitu bersyukur; dan konsekwensi kesusahan, yaitu sabar. Hal ini bisa terjadi dengan Allah membalikkan berbagai keadaan manusia sehingga peribadahan manusia kepada Allah menjadi jelas. Banyak dalil-dalil yang menunjukkan bahwa musibah, penderitaan dan penyakit merupakan hal yang lazim bagi manusia. Dan semua itu pasti menimpa mereka, untuk mewujudkan peribadahan kepada Allah semata, serta untuk melihat siapa yang paling baik amalnya. Berbagai macam penyakit merupakan bagian dari cobaan Allah yang diberikan kepada hambaNya. Sesungguhnya, cobaan-cobaan itu merupakan Sunnatullah yang telah ditetapkan berdasarkan rahmat dan hikmahNya. Ketahuilah, Allah tidak menetapkan sesuatu, baik berupa takdir kauni (takdir yang pasti berlaku di alam semesta ini) atau syar’i, melainkan di dalamnya terdapat hikmah yang amat besar, sehingga tidak mungkin bisa dinalar oleh akal manusia. Berbagai cobaan, ujian, penderitaan, penyakit dan kesulitan, semua itu mempunyai manfaat dan hikmah yang sangat banyak.
First Prev 99 100 101 102 103 104 105 106 107 108 109 Next Last
