Rabu, 16 Juni 2010 16:14:27 WIB
Kategori : Al-Masaa'il : Politik
Secara syar'i, meminta jabatan adalah dilarang kecuali dalam kondisi tertentu. Seseorang yang menginginkan suatu jabatan dan berusaha dengan sungguh untuk mendapatkan jabatan atau kedudukan terhormat dalam pemerintahan, kemungkinan besar ia akan mengorbankan agamanya demi mencapai keinginannya itu. Dia pun rela melakukan apa saja, meskipun merupakan perbuatan maksiat demi mendapatkan atau untuk mempertahankan kedudukan yang telah ia raih. Oleh karena itu, Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam melarang kita meminta jabatan. Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam mengingatkan, betapa berat tanggung-jawab jabatan tersebut pada hari Kiamat nanti. Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Kalian selalu berambisi untuk menjadi penguasa, padahal akan membuat kalian menyesal pada hari Kiamat kelak. Sungguh hal itu (ibarat) sebaik-baik susuan dan sejelek-jelek penyapihan". Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah mengingatkan seorang sahabatnya yang bernama Abu Dzar Radhiyallahu 'anhu akan bahayanya memegang sebuah jabatan pemerintahan serta berat dan besarnya tanggung jawab yang akan dipikul. Beliau bersabda : "Ya Abu Dzar, aku lihat engkau seorang yang lemah dan aku suka engkau mendapatkan sesuatu yang aku sendiri menyukainya. Janganlah engkau memimpin dua orang dan janganlah engkau mengurus harta anak yatim".
Selasa, 15 Juni 2010 15:56:47 WIB
Kategori : Al-Masaa'il : Politik
Agama Islam adalah agama yang sangat sempurna. Islam mengatur seluruh aspek kehidupan. Tercermin dalam surat an-Nahl/16 ayat 89, Allah Ta'ala berfirman: "Dan Kami turunkan kepadamu Al-Kitâb (Al-Qur`ân) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri". Bahkan, Islam telah mengatur dan menjelaskan tata cara buang air. Demikian pula, Islam telah mengatur dan menjelaskan masalah perpolitikan. Islam memberikan konsep yang jelas untuk mewujudkan kepemimpinan yang adil dan benar. Dan berikut, tulisan ini akan membahas secara ringkas, bagaimana mewujudkan kepemimpinan tersebut. Sebagaimana fenomena yang nampak di masyarakat kita, terdapat dua kubu di tengah kaum muslimin yang berjuang dan menghabiskan waktunya untuk mewujudkan kepemimpinan yang adil. Kubu yang pertama, terdiri dari orang-orang yang menghalalkan politik non Islami, atau paling tidak berkecimpung di dalamnya. Kubu yang kedua, terdiri dari orang-orang yang menghalalkan darah para penguasa (pemerintahan), atau paling tidak berusaha menggulingkannya. Manakah di antara kedua kubu ini yang sesuai dengan syariat? Jika kedua kubu itu tidak sesuai dengan syariat, lantas bagaimana sikap kita?
Senin, 14 Juni 2010 16:30:20 WIB
Kategori : Bahasan : Aqidah
Makna as-Salâm dalam ucapan as-salâmu ‘alaikum, ada dua. Pertama, (semoga) barakah nama Allah as-Salâm tercurah kepada kalian. Oleh karena itu, tidak diperbolehkan melontarkan salam kepada orang-orang kafir dari kalangan Ahli Kitab. Karena as-Salâm merupakan salah satu nama Allah Subhanahu wa Ta'ala. Sehingga, tidak boleh memintakan keberkahan bagi orang kafir dari nama Allah Subhanahu wa Ta'ala tersebut. Kedua, keselamatan yang dimohonkan ketika ucapan salam. Kedua makna ini sama-sama benar. Maksudnya, barang siapa berdoa kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dengan nama-nama-Nya yang baik, untuk dia meminta dalam setiap permintaan dan bertawassul kepada-Nya dengan nama Allah yang sesuai dengan permintaannya. Jika hal ini sudah jelas, maka ketika seseorang meminta keselamatan (as-Salaamah) yang merupakan bagian terpenting dalam hidupnya, maka dia menyebut nama Allah “As-Salaam”. Jadi, ucapan as-salâmu ‘alaikum mencakup nama Allah, as-Salâm, dan memohon keselamatan dari-Nya. Apabila hal ini sudah jelas, maka terbukalah tabir hikmah (rahasia) pengucapan salam ketika seorang muslim bertemu dengan muslim lainnya, bukan dengan doa atau ucapan lain. Karena, setiap umat memiliki ucapan salam tersendiri, seperti "selamat pagi", "semoga engkau berumur panjang", dan lain-lain. Kemudian, Allah Subhanahu wa Ta'ala mensyariatkan kepada kaum muslimin ucapan selamat di tengah mereka dengan ucapan ”as-salâmu’alaikum”.
Minggu, 13 Juni 2010 22:56:36 WIB
Kategori : Bahasan : Hadits (1)
Sebab-sebab yang menjerumuskan manusia ke lembah riya' ada beberapa hal. Pokok pangkal riya' adalah kecintaan kepada pangkat dan kedudukan. Jika hal ini dirinci, maka dapat dikembalikan kepada tiga sebab pokok, yaitu: Pertama. Senang menikmati pujian dan sanjungan. Kedua. Menghindari atau takut celaan manusia. Ketiga. Tamak (sangat menginginkan) terhadap apa yang ada pada orang lain. Hal ini dipertegas dengan riwayat di dalam ash Shahihain, dari hadits Abu Musa al-'Asyari Radhiyallahu 'anhu, ia berkata, bahwa ada seorang laki-laki datang kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam seraya berkata : “Ada seseorang berperang karena rasa fanatisme, berperang dengan gagah berani dan berperang dengan riya'; manakah dari yang demikian itu berada di jalan Allah?” Beliau menjawab: “Barangsiapa yang berperang dengan tujuan agar kalimat Allah yang paling tinggi, maka itulah fi sabilillah”. Makna perkataan orang itu “berperang dengan gagah berani”, yaitu agar namanya disebut-sebut dan dipuji. Makna perkataan “berperang dengan fanatisme (golongan)”, yaitu ia tidak mau dikalahkan atau dihina. Makna perkataan “berperang dengan riya'”, yaitu agar kedudukannya diketahui orang lain, dan hal ini merupakan kenikmatan pangkat dan kedudukan di hati manusia.
Sabtu, 12 Juni 2010 15:24:07 WIB
Kategori : Dakwah : Firaq
Tokoh Maturidiyah yang terkenal pada abad ini ialah Muhammad bin Zahid al Kautsari al Maturidi. Ia sangat mendiskreditkan para imam kaum muslimin dan mencerca mereka yang tidak sehaluan dengan aqidah Maturidiyah. Kitab-kitab tauhid, seperti al Ibanah, asy Syariah, al 'Uluw, Asma wa Shifat karya al Baihaqi, dan kitab-kitab aqidah karya ulama Ahli Sunnah dianggap sebagai kitab-kitab watsaniyyah (paganisme), tajsim dan tasybih. Padahal, tak syak lagi, aliran Maturidiyah justru dipenuhi dengan bid'ah yang mewarnai ajarannya. Misalnya, mereka mengagungkan kuburan dan penghuninya dengan dalih bertawasul. Menurut mereka, seluruh sifat yang muta'adiyyah (tindakan-tindakan) kembali kepada sifat at takwin. Sedangkan sifat-sifat khabariyah (berita tentang dzat Allah), tidak termasuk yang bisa dijangkau oleh akal, sehingga perlu ditiadakan. Iman hanya sekedar pembenaran hati saja. Iman tidak dapat naik ataupun turun. Dalam hal ini, Abu Manshur al Maturidi menghimpun lebih dari satu bid'ah. Dia menjadi seorang Murji’ah dalam masalah iman, dan sebagai seorang mu'aththil dalam bab sifat-sifat Allah. Dia juga terpengaruh dengan pemikiran Ibnu Kullab, meskipun ia sendiri belum pernah berjumpa dengan Ibnu Kullab.
Jumat, 11 Juni 2010 16:52:26 WIB
Kategori : Bahasan : Aqidah
Ada dua kubu ekstrim yang saling berlawanan arah dan sama-sama sesat dalam hal ini. Satu kubu menolak takdir. Mereka adalah Qadariyah dan Mu’tazilah serta pengikutnya. Sedangkan kubu lainnya menetapkan takdir secara salah. Mereka adalah golongan Jabriyah dan pengikutnya. Hanya kelompok yang berada di tengah dua kubu itulah kelompok yang benar. Kelompok ini adalah kelompok asli umat Islam yang memahami takdir serta mengimaninya secara proporsional, sesuai dengan dalil al Qur`an dan Sunnah sebagaimana difahami oleh Salafush Shalih. Beriman kepada takdir, yang baik maupun yang buruk, hukumnya wajib, karena ia merupakan salah satu di antara rukun iman yang enam. Adalah sangat ironis jika seseorang mengaku beriman kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, namun ia ragu bahkan ingkar terhadap takdir, meskipun tidak total. Seseorang yang tidak beriman kepada takdir dan mengingkarinya, maka ia kafir. Dalam hubungannya dengan kasus pengingkaran terhadap takdir ini, Yahya bin Ya’mar, seorang tabi’i, menceritakan laporannya kepada Abdullah bin Umar Radhiyallahu 'anhu tentang Ma’bad al Juhani, tokoh Mu’tazilah pertama yang menyeret penduduk Basrah pada penolakan terhadap takdir. Maka Abdullah bin Umar Radhiyallahu 'anhu mengatakan: “Jika engkau berjumpa dengan orang-orang itu, katakan kepada mereka bahwa aku berlepas diri dari golongan mereka dan merekapun terlepas dari golonganku”.
First Prev 94 95 96 97 98 99 100 101 102 103 104 Next Last
