Selasa, 29 Juni 2010 15:38:30 WIB
Kategori : Bahasan : Bai'at
Baiat untuk mendengar dan taat ketika Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam masih hidup, hanyalah ditujukan kepada beliau. Kemudian setelah beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam wafat, maka hak menerima baiat itu dimiliki khalifah-khalifah pengganti beliau. Demikian juga menjadi hak para penguasa kaum muslimin yang memiliki wilayah –baik dalam lingkup dunia maupun satu wilayah negara- dan ia memiliki kekuasaan dalam menegakkan agama, hudud, mengumumkan jihad, dan semacamnya. Baiat taat ini tidak boleh diberikan kepada pemimpin-pemimpin kelompok-kelompok dakwah sebagaimana yang ada pada zaman ini. Karena baiat taat yang dilakukan Salafush-Shalih hanyalah diberikan kepada penguasa kaum muslimin. Dengan demikian, orang-orang yang digelari imam, syaikh, amir, ustadz, atau semacamnya yang muncul dari kalangan ketua-ketua thariqah, yayasan, jamaah, ataupun lainnya, sedangkan mereka tidak memiliki wilayah dan kekuasaan sedikitpun, maka mereka sama sekali tidak berhak dibaiat. Baiat kepada mereka merupakan bid’ah dan memecah-belah umat. Adapun jika ada imam yang nyata keberadaannya dan disepakati oleh ahlul hali wal-‘aqd (tokoh-tokoh kaum muslimin), ia memiliki wilayah dan kekuasaan serta menegakkan syariat, maka kaum muslimin wajib berbaiat untuk taat kepada imam yang disepakati ini.
Senin, 28 Juni 2010 00:46:51 WIB
Kategori : Fiqih : Makanan
Daging yang diimpor dari selain negeri kaum muslimin, ada dua jenis. Pertama : Daging-daging itu berasal dari negeri Ahli Kitab, maksudnya negeri yang penduduknya beragama Nasrani atau Yahudi, dan yang melakukan penyembelihan adalah salah seorang Ahli Kitab dengan penyembelihan yang sesuai syariat. Daging jenis ini halal dikonsumsi oleh kaum muslimin berdasarkan ijma’ karena firman Allah Azza wa Jalla :"Makanan (sembelihan) orang-orang yang diberikan al Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal pula bagi mereka". Kata tha’amuhum, maksudnya adalah sembelihan mereka berdasarkan ijma' ulama. Karena selain sembelihan, seperti biji-bijian, buah-buahan dan lain sebagainya halal, baik berasal dari Ahli Kitab ataupun yang lainnya. Kedua : Daging yang diimpor dari negeri bukan negeri Ahli Kitab, seperti negeri komunis, negeri paganis (penyembah patung). Daging-daging ini tidak boleh dikonsumsi oleh kaum muslimin, selama penyembelihannya tidak dilakukan oleh seorang Muslim atau seorang Ahlu Kitab (dengan cara penyembelihan yang sesuai syariat, Red). Jika penyembelihnya diragukan agamanya, atau metode penyembelihannya diragukan, apakah dilakukan sesuai dengan tuntunan syariat atau tidak, maka seorang muslim diperintahkan untuk berhati-hati dan meninggalkan yang syubhat (samar). Sedangkan (daging-daging) yang tidak mengandung syubhat sudah bisa mencukupi (mudah didapat).
Minggu, 27 Juni 2010 16:33:19 WIB
Kategori : Wanita : Thaharah
Hadits Ummu Salamah ini jelas menunjukkan tidak wajib melepas ikatan rambut atau kepang rambut atau sanggul ketika seorang wanita mandi dari janabat. Demikianlah yang diamalkan dipahami oleh para ulama. Imam at-Tirmidzi mengatakan: "Demikian inilah yang diamalkan dipahami oleh para ulama. Yaitu bila seorang wanita mandi dari janabat, lalu tidak melepas kepang rambutnya, maka mandinya sah setelah menyiram air ke atas kepalanya Ibnul Qayyim berkata: "Hadits Ummu Salamah ini menunjukkan, bahwa wanita tidak wajib melepas kepang rambutnya untuk mandi janabat. Dan ini telah disepakati para ulama, kecuali yang dikisahkan dari 'Abdullah bin 'Amru dan Ibrahim an-Nakha'i. Bahwasanya keduanya mengatakan, wanita harus melepasnya. Namun (demikian), tidak diketahui adanya kesepakatan di antara keduanya. 'Aisyah sendiri mengingkari pendapat 'Abdullah dan berkata: 'Aneh sekali Ibnu 'Amru ini. (Dia) memerintahkan wanita bila mandi untuk melepas kepang rambutnya. Sekaligus saja ia perintahkan para wanita untuk mencukur gundul kepala mereka. Aku, dulu, pernah mandi bersama Rasulullah n dari satu bejana. Aku menyiramkan air ke kepalaku tidak lebih dari tiga kali'."
Jumat, 25 Juni 2010 16:29:27 WIB
Kategori : Al-Masaa'il : Jihad
Allah Subhanahu wa Ta'ala tidak mewajibkan dan mensyariatkan sesuatu tanpa adanya maksud tujuan yang agung. Demikian juga, jihad disyariatkan untuk tujuan-tujuan tertentu yang telah dijelaskan para ulama dengan pernyataan mereka. Syaikh Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah menyatakan, maksud tujuan jihad adalah meninggikan kalimat Allah dan menjadikan agama seluruhnya hanya untuk Allah. Beliau rahimahullah juga menyatakan, maksud tujuan jihad adalah, agar tidak ada yang disembah kecuali Allah, sehingga tidak ada seorangpun yang berdoa, shalat, sujud dan puasa untuk selain Allah. Tidak berumrah dan berhaji, kecuali ke rumahNya (Ka’bah), tidak disembelih sembelihan kecuali untukNya, dan tidak bernadzar dan bersumpah, kecuali denganNya. Syaikh Abdurrahman bin Nashir as Sa’di menyatakan, jihad ada dua jenis. Jihad dengan tujuan untuk kebaikan dan perbaikan kaum mukminin dalam aqidah, akhlak, adab (prilaku) dan seluruh perkara dunia dan akhirat mereka serta pendidikan mereka, baik ilmiah dan amaliah. Jenis ini adalah induk dan tonggaknya jihad, serta menjadi dasar bagi jihad yang kedua, yaitu jihad dengan maksud menolak orang yang menyerang Islam dan kaum Muslimin dari kalangan orang kafir, munafiqin, mulhid dan seluruh musuh agama dan menentang mereka.
Kamis, 24 Juni 2010 16:22:23 WIB
Kategori : Ahkam
Khitan termasuk fitrah yang disebutkan dalam hadits shahih. Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu, ia berkata : "Lima dari fitrah yaitu khitan, istihdad (mencukur bulu kemaluan), mencabut bulu ketiak, memotong kuku dan mencukur kumis". Di dalam Musnad Ahmad dari Ammar bin Yasir Radhiyallahu 'anhu, ia berkata : ”Telah bersabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam : "Sebagian dari fitrah adalah: berkumur-kumur, istinsyaq (menghirup air dari hidung), mencukur kumis, siwak, memotong kuku, membersihkan lipatan pada badan, mencabut bulu ketiak, istihdad, khitan dan bersuci". Maksud dari fitrah adalah, pelakunya disifati dengan fitrah yang telah Allah Subhanahu wa Ta'ala fitrahkan hambaNya atas hal tersebut, dan Dia telah menganjurkannya demi kesempurnaan sifat mereka. Pada dasarnya sifat-sifat tersebut tidak memerlukan perintah syariat dalam pelaksanaannya, karena hal-hal tersebut disukai dan sesuai oleh fitrah. Menurut Ibnul Qayyim rahimahullah, fitrah itu terbagi dua. Fitrah yang berhubungan dengan hati dan dia adalah makrifat kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, mencintai serta mendahulukanNya dari yang lain. Dan yang kedua, fitrah amaliah dan dia hal-hal yang disebut di atas. Yang pertama mensucikan ruh dan membersihkan kalbu, sedangkan yang kedua mensucikan badan, dan keduanya saling membantu serta saling menguatkan. Dan pokok fitrah badan adalah khitan.
Rabu, 23 Juni 2010 16:52:27 WIB
Kategori : Fokus : Mabhats
Wahai Rasulullah, Siapakah orang yang paling bahagia dengan mendapatkan syafa’atmu pada hari kiamat? Maka Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab : "Orang yang paling bahagia dengan mendapatkan syafa’atku pada hari kiamat adalah orang yang mengucapkan laa Ilaaha Illallaah (tiada Ilah yang berhak disembah dengan benar kecuali Allah) secara ikhlas dari dalam hatinya". Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah menjelaskan hadits di atas, seraya berkata : "Itulah syafa’at yang akan diperoleh oleh orang yang bertauhid dengan izin Allah, dan mustahil akan diterima oleh orang yang berbuat syirik kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Maka hakikatnya, Allah-lah yang akan memuliakan hamba-hamba yang ikhlas (bertauhid), mengampuni dosa-dosa mereka dengan perantara permohonan orang yang telah diizinkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala untuk memberikan syafa’at. Sebagai bentuk pemuliaan Allah dan pemberian kedudukan yang terpuji kepada mereka. Sedangkan syafa’at yang ditolak oleh al Qur`an adalah yang disertai dengan perbuatan syirik (syafa’at yang diyakini oleh kaum musyrikin). Oleh sebab itu, Allah Subhanahu wa Ta'ala menetapkan bahwa seluruh syafa’at harus dengan seizinNya, dan Nabi Shallallahu 'alaihi wa salalm menetapkan pula bahwa syafa’at tidak akan diberikan kecuali kepada orang-orang yang ikhlas dan bertauhid kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala.
First Prev 92 93 94 95 96 97 98 99 100 101 102 Next Last
