Kamis, 11 Februari 2010 22:58:55 WIB
Kategori : Fiqih : Zakat
Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Sa’di rahimahullah berkata,“Karena seorang hamba diuji dengan harta-bendanya dan anak-anaknya, kemudian kemungkinan kecintaannya terhadap hal itu akan membawanya mendahulukan hawa-nafsunya daripada menunaikan amanatnya. Allah memberitakan, bahwa harta dan anak-anak itu hanya sebagai cobaan. Allah Subhanahu wa Ta'ala menguji para hambaNya dengan keduanya. Dan sesungguhnya keduanya sebagai pinjaman, yang akan ditunaikan kepada (Allah) Yang telah memberikannya, dan akan dikembalikan kepada Dia Yang telah meminjamkannya. Sesungguhnya di sisi Allah terdapat pahala yang besar. Jika kamu memiliki akal dan fikiran, maka utamakanlah karuniaNya yang agung daripada kenikmatan yang kecil, sementara, dan akan binasa. Maka orang yang berakal akan menimbang antara perkara-perkara dan mengutamakan perkara yang lebih pantas untuk diutamakan dan lebih berhak untuk didahulukan". Di antara bentuk ujian dalam harta, ialah membayar zakat, bagi orang yang telah berkewajiban membayarnya. Janganlah seseorang menyangka, bahwa harta yang melimpah akan dapat menyelamatkannya, jika dia tidak tunduk dan taat kepada Penciptanya dalam mengatur harta
Rabu, 10 Februari 2010 15:36:25 WIB
Kategori : Fiqih : Zakat
Barangsiapa yang memiliki uang mencapai nishab (ukuran jumlah tertentu yang karenanya dikenai kewajiban zakat). Kemudian memiliki tambahannya berupa uang lain pada waktu yang berbeda-beda, dan uang tambahannya itu tidak berasal dari sumber uang pertama dan tidak pula berkembang dari uang pertama. Tetapi merupakan uang dari penghasilan terpisah. Seperti uang yang diterima oleh seorang pegawai dari gaji bulanannya, ditambah uang hasil warisan, hibah atau hasil bayaran dari pekarangan umpamanya. Apabila ia ingin teliti menghitung haknya, ingin teliti untuk tidak membayarkan zakat kepada yang berhak kecuali menurut ukuran harta yang wajib dizakatkan, maka ia harus membuat daftar penghitungan khusus bagi tiap-tiap jumlah perolehan dari masing-masing bidang dengan menghitung masa haul (satu tahun), semenjak hari pertama memilikinya. Selanjutnya ia keluarkan zakat dari setiap jumlah masing-masing, pada tiap kali mencapai haul (satu tahun) semenjak tanggal kepemilikan harta tersebut. (Tetapi ingat syarat nishab di atas, pen). Namun apabila ia ingin enak dan menempuh cara yang longgar serta lapang diri untuk lebih mengutamakan pihak fuqara dan golongan penerima zakat lainnya, ia keluarkan saja zakat dari seluruh gabungan uang yang dimilikinya, ketika sudah mencapai haul (satu tahun) dihitung sejak nishab pertama yang dicapai dari uang miliknya.
Selasa, 9 Februari 2010 16:06:51 WIB
Kategori : Dakwah : Perpecahan !
Persatuan Islam termasuk dari maqoshid syar'iyyah (tujuan syari’at) yang paling penting yang terkandung dalam agama ini. Al Qur`an dan Rasulullah senantiasa menyerukannya. Persatuan dalam masalah aqidah, ibadah, dan akhlak, semuanya diperhatikan dan diserukan oleh Islam. Diharapkan akan terbentuk persatuan di atas petunjuk dan kebenaran. Bukan persatuan semu, yang tidak ada kenyataan, karena tidak ada faidahnya. Allah Subhanahu wa Ta'ala satu, Nabi kita satu, kiblat dan aqidah kita juga satu, ini semua termasuk dari salah satu sisi persatuan dalam berakidah. Begitu juga persatuan dalam masalah ibadah. Kita dapat melihat, bagaimana kaum Muslimin berkumpul setiap harinya sebanyak lima kali di masjid-masjid mereka; ini adalan salah satu fonemena dari persatuan. Juga bagaimana mereka berkumpul dengan jumlah yang lebih besar pada setiap hari Jum'at, berpuasa secara serempak di seluruh penjuru dunia dalam waktu yang sama, atau mereka saling memanggil ke suatu tempat bagi orang yang mampu untuk melaksanakan kewajiban haji, dengan menggabungkan usaha harta dan badan di satu tempat dan waktu yang sama; ini semua adalah bagian dari fonemena persatuan Islam di dalam mewujudkan hakekat akidah yang terbangun atas dasar tauhid. Karena sesungguhnya persatuan kalimat tidaklah akan menjadi benar, melainkan dengan kalimat tauhid, dengan fenomena persatuan akidah dan ibadah seperti yang telah ditunjukkan di atas.
Senin, 8 Februari 2010 16:14:17 WIB
Kategori : Bahasan : Manhaj
Sesungguhnya 'ubûdiyah (penghambaan kepada Allah) memiliki hakikat dan kekuatan yang sangat besar dalam mewujudkan janji Allah bagi orang-orang yang beriman dalam meraih kekuasaan di muka bumi dan kejayaan beragama dalam kehidupan nyata. Barang siapa berkeinginan mencapai cita-cita yang dituju ini dan mengembalikan kemuliaan yang telah hilang itu, maka tidak ada pilihan kecuali menunjukkan bukti penghambaan secara benar itu. Dia harus mengetahuinya dan bagaimana mewujudkan penghambaan itu, sebelum ia ragu atau meragukan, atau menganggap lambat pertolongan Allah Azza wa Jalla. Janji Allah Azza wa Jalla pasti terjadi, tidak ada yang mampu menolak; kebenaran yang tidak bisa dipungkiri, karena merupakan janji Dzat yang tidak menyelisihi janji-Nya, dan ketetapan-Nya tidak pernah meleset dari orang yang telah berhak mendapatkannya. Allah Azza wa Jalla berfirman : "Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kalian dan mengerjakan amal-amal yang shalih bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di muka bumi." Istikhlâf (menjadikan penguasa) merupakan janji Allah bagi orang-orang beriman pada setiap generasi sampai datang takdir Allah. Dia berfirman: "Sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa
Minggu, 7 Februari 2010 15:39:42 WIB
Kategori : Fiqih : Jual Beli
Imam An-Nawawi menyatakan, pada asalnya jual-beli gharar dilarang dengan dasar hadits ini. Maksudnya adalah, yang secara jelas mengandung unsur gharar, dan mungkin dilepas darinya. Adapun hal-hal yang dibutuhkan dan tidak mungkin dipisahkan darinya, seperti pondasi rumah, membeli hewan yang mengandung dengan adanya kemungkinan yang dikandung hanya seekor atau lebih, jantan atau betina. Juga apakah lahir sempurna atau cacat. Demikian juga membeli kambing yang memiliki air susu dan sejenisnya. Menurut ijma’, semua (yang demikian) ini diperbolehkan. Juga, para ulama menukilkan ijma tentang bolehnya barang-barang yang mengandung gharar yang ringan. Di antaranya, umat ini sepakat mengesahkan jual-beli baju jubah mahsyuwah”. Ibnul Qayyim juga mengatakan : “Tidak semua gharar menjadi sebab pengharaman. Gharar, apabila ringan (sedikit) atau tidak mungkin dipisah darinya, maka tidak menjadi penghalang keabsahan akad jual beli. Karena, gharar (ketidak jelasan) yang ada pada pondasi rumah, dalam perut hewan yang mengandung, atau buah terakhir yang tampak menjadi bagus sebagiannya saja, tidak mungkin lepas darinya. Demikian juga gharar yang ada dalam hammam (pemandian) dan minuman dari bejana dan sejenisnya, adalah gharar yang ringan. Sehingga keduanya tidak mencegah jual beli. Hal ini tentunya tidak sama dengan gharar yang banyak, yang mungkin dapat dilepas darinya”.
Sabtu, 6 Februari 2010 01:48:31 WIB
Kategori : Fiqih : Jual Beli
Panjar (DP) dalam bahasa Arab adalah al 'urbuun (العربون). Kata ini memiliki padanan kata (sinonim) al urbaan (الأربان), al 'urbaan (العربان) dan al urbuun (الأربون). Secara bahasa artinya, kata jadi transaksi dalam jual beli. Gambaran bentuk jual beli ini yaitu, sejumlah uang yang dibayarkan di muka oleh seorang pembeli barang kepada si penjual. Bila transaksi itu mereka lanjutkan, maka uang muka itu dimasukkan ke dalam harga pembayaran. Kalau tidak jadi, maka uang yang dibayarkan di muka menjadi milik si penjual. Atau seorang pembeli menyerahkan sejumlah uang dan mengatakan : “ Apabila saya ambil barang tersebut, maka (uang muka/ down payment) ini sebagai bagian dari nilai harga. Dan bila saya membatalkannya (tidak jadi membelinya) maka uang ini menjadi milik anda (penjual)”. Atau seorang pembeli menyerahkan sejumlah uang dan menyatakan: Apabila saya ambil barang tersebut maka ini adalah bagian dari nilai harga dan bila tidak jadi saya ambil maka uang (DP) tersebut untukmu. Atau seorang membeli barang dan menyerahkan kepada penjualnya satu dirham atau lebih dengan ketentuan apabila sipembeli mengambil barang tersebut, maka uang panjar tersebut dihitung pembayaran dan bila gagal maka itu milik penjual. Secara ringkas, sistem jual beli seperti ini dikenal dalam masyarakat kita dengan pembayaran DP atau uang jadi. (istilah jawa panjer).
First Prev 106 107 108 109 110 111 112 113 114 115 116 Next Last
