Kategori Fiqih : Shalat
Selasa, 6 Februari 2007 02:45:14 WIB
Syaikh Masyhur bin Hasan Aalu Salman berkata: “Bukan termasuk Sunnah (Nabi), setelah shalat orang-orang duduk untuk membaca sesuatu dari dzikir-dzikir dan doa-doa, yang diriwayatkan (dari Nabi) atau yang tidak diriwayatkan, dengan mengeraskan suara dan dengan cara berjama’ah, sebagaimana orang-orang di sebagian wilayah biasa melakukan. Pada sebagian masyarakat, kebiasaan ini termasuk telah menjadi syi’ar-syi’ar agama. Orang yang meninggalkannya dan orang yang melarangnya, malah diingkari. Sedangkan pengingkaran terhadap meninggalkannya (perbuatan itu) sesungguhnya itulah kemungkaran”. Syaikh Bakr bin Abdillah Abu Zaid –seorang ulama Saudi, anggota Majlis Fatwa Kerajaan Sa’udi- telah menjelaskan bentuk-bentuk kesalahan berkaitan dengan doa dan dzikir setelah shalat. Beliau berkata,”Dzikir jama’i (bersama-sama) dengan satu suara yang keras, yang dinamakan metode al jauqah –yaitu jama’ah- dengan (membaca) tahlil, tasbih, istighfar, dan shalawat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, ini merupakan pelaksanaan yang bid’ah, tidak ada dalilnya dari syari’at yang suci. Ini adalah bid’ah yang kuno, telah dijelaskan oleh al Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah di dalam (kitab) Tarikh-nya (10/270), kejadian pada tahun 216 H. disyari’atkan. Demikian juga melakukan dzikir-dzikir yang disyari’atkan dengan suara bersama-sama yang berirama.
Senin, 15 Januari 2007 15:12:29 WIB
Ahlus Sunnah menganggap shalat berjama’ah di belakang imam baik yang shalih maupun yang fasik dari kaum Muslimin adalah sah. Dan menshalatkan siapa saja yang meninggal di antara mereka. Dalam Shahiihul Bukhari disebutkan bahwa ‘Abdullah bin ‘Umar Radhiyallahu ‘anhuma pernah shalat dengan bermakmum kepada al-Hajjaj bin Yusuf ats-Tsaqafi. Padahal al-Hajjaj adalah orang yang fasik dan bengis ‘Abdullah bin ‘Umar Radhiyallahu ‘anhuma adalah seorang Sahabat yang sangat hati-hati dalam menjaga dan mengikuti Sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, sedangkan al-Hajjaj bin Yusuf adalah orang yang terkenal paling fasik. Demikian juga yang pernah dilakukan Sahabat Anas bin Malik Radhiyallahu ‘anhu yang bermakmum kepada al-Hajjaj bin Yusuf.
Kamis, 28 September 2006 00:23:05 WIB
Shalat malam berjama’ah pada bulan Ramadhan telah disyariatkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, baik melalui ucapan maupun perbuatan. Adapun ucapan, adalah yang datang dari Jubair bin Nufair, dari Abu Dzarr Radhiyallahu ‘anhu, dia bercerita, kami pernah berpuasa bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lalu beliau tidak shalat bersama kami sehingga tersisa tujuh hari (dari bulan Ramadhan). Dimana beliau bangun bersama kami sampai sepertiga malam berlalu. Kemudian beliau tidak bangun bersama kami pada pada malam keenam, tetapi beliau bangun bersama kami pada malam kelima hingga separuh malam berlalu. Kemudian kami katakan kepada beliau : “Wahai Rasulullah, bagaimana jika engkau shalat sunnat bersama kami pada sisa malam ini ?”
Senin, 25 September 2006 00:00:47 WIB
Suatu malam di bulan Ramadhan, aku keluar bersama Umar bin Al-Khattab menunju masjid. Ternyata kami dapati manusia berpencar-pencar disana sini. Ada yang shalat sendirian, ada juga yang shalat mengimami beberapa gelintir orang. Beliau berkomentar : “(Demi Allah), seandainya aku kumpulkan orang-orang itu untuk shalat bermakmum kepada satu imam, tentu lebih baik lagi”. Kemudian beliau melaksanakan tekadnya, beliau mengumpulkan mereka untuk shalat bermakmum kepada Ubay bin Ka’ab Radhiyallahu ‘anhu. Abdurrahman melanjutkan : “Pada malam yang lain, aku kembali keluar bersama beliau, ternyata orang-orang sudah sedang shalat bermakmum kepada salah seorang qari mereka. Beliaupun berkomentar : “Sebaik-baik bid’ah, adalah seperti ini”.
Senin, 18 September 2006 14:13:14 WIB
Tigabelas raka’at, setiap dua raka’at salam, dan berwitir satu raka’at : Dasarnya adalah hadits Abdullah bin Abbas Radhiyallahu ‘anhu yang menceritakan cara shalat Nabi. Dalam hadits itu tercantum : “… Maka akupun berdiri di sebelah kiri beliau. Tiba-tiba beliau meletakkan tangan kanan beliau di atas kepalaku, dan memegang telingaku serta memutar tubuhku hingga berada di sebelah kanannya, kemudian beliau shalat dua raka’at, dua raka’at, dua raka’at, dua raka’at, dua raka’at dan dua raka’at, kemudian beliau melakukan witir, lalu berbaring hingga datang muadzin. Setelah muadzin datang, beliau bangkit dan shalat dua raka’at ringkas, kemudian baru beliau keluar menuju jama’ah dan shalat shubuh” . Diriwayatkan juga dari Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhuma bahwa ia menceritakan : “Adalah Rasulullah melakukan shalat malam tiga belas raka’at, kemudian baru keluar untuk shalat shubuh
Kamis, 7 September 2006 14:20:31 WIB
Shalat gerhana itu dikerjakan dua rakaat dengan dua ruku’ pada setiap rakaat. Yang menjadi dalil hal tersebut adalah hadits Aisyah Radhiyallahu ‘anha yang telah kami sampaikan sebelumnya. Dan juga hadits yang diriwayatkan dari Abdullah bin Abbas Radhiyallahu ‘anhuma, dia bercerita : “Pernah terjadi gerhana matahari pada masa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka beliaupun berdiri dengan waktu yang panjang sepanjang bacaan surat Al-Baqarah. Kemudian beliau ruku dengan ruku yang cukup panjang, lalu beliau bangkit dan berdiri dalam waktu yang lama juga- -tetapi lebih pendek dari berdiri pertama-. Kemudian beliau ruku dengan ruku yang lama –ruku yang lebih pendek dari ruku pertama-. Setelah itu, beliau sujud. Kemudian beliau berdiri dalam waktu yang lama –tetapi lebih pendek dari berdiri pertama.
First Prev 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 Next Last