Kategori Fiqih : Shalat
Minggu, 3 September 2006 08:22:47 WIB
Shalat Isyraq adalah permulaan shalat Dhuha, di mana waktu shalat Dhuha itu dimulai dari terbitnya matahari. Penetapan penamaan shalat ini pada waktu shalat Dhuha sebagai shalat Isyraq diperoleh dari Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhu. Dia bercerita, Ummu Hani berkata : “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah masuk ke rumahku untuk menemuiku pada hari pembebasan kota Mekkah, lalu beliau minta dibawakan air, lalu beliau menuangkan ke dalam mangkuk besar, lalu minta dibawakan selembar kain, kemudian beliau memasangnya sebagai tabir antara diriku dan beliau. Selanjutnya, beliau mandi dan setelah itu beliau menyiramkan ke sudut rumah. Baru kemudian beliau mengerjakan shalat delapan rakaat, yang saat itu adalah waktu Dhuha
Sabtu, 26 Agustus 2006 04:20:56 WIB
Dari Abu Qatadah, ia berkata : Tatkala kami sedang shalat bersama Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, tiba-tiba beliau mendengar suara berisik orang-orang (yang datang). Maka ketika Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam telah selesai shalat, ia bertanya : "Ada apa dengan kamu tadi (berisik) ?". Mereka menjawab : "Kami terburu-buru untuk turut (jama'ah)", Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam berkata : "Janganlah kamu berbuat begitu !. Apabila kamu mendatangi shalat, hendaklah kamu berlaku tenang ! Apa yang kamu dapatkan (dari shalatnya Imam), maka shalatlah kamu (seperti itu) dan apa yang kamu ketinggalan, sempurnakanlah !". Hadits ini mengandung beberapa hukum diantaranya : Kita dilarang tergesa-gesa/terburu-buru apabila mendatangi tempat shalat, seperti berlari-lari, meskipun qamat telah dikumandangkan.
Sabtu, 22 Juli 2006 09:14:08 WIB
Diriwayatkan dari Ibnu Umar Radhiyallahu ‘anhuma dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau bersabda. “ Barangsiapa mendapati satu raka’at shalat Jum’at atau shalat jama’ah lainnya berarti ia telah mendapati shalat berjama’ah” . Kedua hadits diatas secara jelas menyatakan bahwa siapa saja yang mendapati satu rakaat shalat Jum’at maupun shalat lainnya bersama imam berarti ia telah mendapati shalat jama’ah. Shalat jama’ah termasuk dalam rangkaian shalat yang hanya dikatakan mendapatinya bila telah mendapati satu raka’at.
Selasa, 25 April 2006 08:37:20 WIB
Dari Zubair bin Wahb ia bercerita : Saya bersama Abdullah –yakni Ibnu Mas’ud- keluar dari rumahnya menuju masjid. Ketika kami sampai ketengah-tengah masjid, imam ruku’. Maka Abdullah (bin Mas’ud) bertakbir dan ruku’, sayapun ruku’ bersamanya. Kemudian kami berjalan sambil ruku’ hingga (manakala) kami mencapai shaf, disaat jamaah shalat mengangkat kepalanya (i’tidal). Setelah imam selesai shalat, saya berdiri (lagi) karena saya beranggapan bahwa saya belum mendapat raka’at. Maka Abdullah (bin Mas’ud) mengamit tangan saya dan menahan saya (supaya tetap duduk). Lantas (seusai shalat) beliau berkata : ‘Sesungguhnya engkau telah mendapatkan raka’at’. Riwayat diatas dikeluarkan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Mushannaf I/99/1-2. Begitu juga dikeluarkan oleh Abdur Razaq II/283/3381, Ath-Thahawi dalam Syarh Al-Ma’ani I/231-232, Ath-Thabrani dalam Al-Mu’jamul Kabir III/32/1 dan Al-Baihaqi dalam Sunnannya II/90-91 dengan sanad yang Shahih.
Senin, 20 Maret 2006 10:33:36 WIB
Anda menyebutkan dalam kitab Shalat Nabi, dari hadits Abu Hurairah, tentang di nasahkkannya (dihapuskannya) bacaan Al-Fatihah dibelakang Imam yang sedang shalat jahar. Kemudian anda mengeluarkan hadits ini, dan anda sebutkan bahwa hadits tersebut mempunyai penguat dan hadits Umar. Akan tetapi dalam kitab Al-I'tibar Fi An-Nasikh wa Al-Mansukh yang dikarang oleh Al-Hazimii disebutkan bahwa hadits ini diriwayatkan oleh seorang yang tidak dikenal (majhul), dimana tidak ada yang meriwayatkan dari si majhul ini kecuali hadits tersebut, dan seandainya hadits ini tsabit, yang berisi larangan untuk membaca Al-Fatihah di belakang imam yang sedang membaca ayat, maka bagaimana pendapat anda tentang perkataan Al-Hazimi ?
Rabu, 25 Januari 2006 17:13:46 WIB
Sulaik Al-Ghathafany masuk masjid Nabawi ketika Jum'at, saat Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam menyampaikan khutbah, lalu dia langsung duduk. Beliau menyuruhnya bediri dan shalat dua rakaat. Kemudian beliau menyatakan bahwa masjid-masjid itu memiliki kesucian dan kehormatan, bahwa ia memiliki hak tahiyat atas orang yang memasukinya. Caranya, dia tidak langsung duduk sebelum shalat dua rakaat. Shalat ini disyariatkan bagi orang yang memasuki masjid kapanpun waktunya, meskipun pada waktu larangan shalat, karena keumuman hadits. Para ulama membatasi Masjidil Haram, bahwa tahiyatnya adalah thawaf. Tapi bagi orang yang tidak berniat thawaf atau dia kesulitan mengerjakannya, maka tidak seharusnya dia meninggalkan shalat ini, yang berarti dia shalat dua rakaat
First Prev 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 Next Last