Kategori Fiqih : Shalat
Jumat, 7 Mei 2004 08:16:27 WIB
Diriwayatkan, bahwa seorang buta datang kepada Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam dan berkata : "Wahai Rasulullah, tidak ada orang yang menuntunku pergi ke masjid. Apakah aku punya rukhshah untuk shalat di rumah?" Kemudian beliau bertanya. "Apakah engkau mendengar seruan untuk shalat ? Ia menjawab, 'Ya', beliau berkata lagi, 'Kalau begitu, penuhilah'. Itu orang buta yang tidak ada penuntunnya, namun demikian Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam tetap memerintahkannya untuk shalat di masjid. Maka orang yang sehat dan dapat melihat tentu lebih wajib lagi. Maka yang wajib atas seorang Muslim adalah bersegera melaksanakan shalat pada waktunya dengan berjama'ah.
Rabu, 28 April 2004 08:18:00 WIB
Diantara petunjuk Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam perjalanan adalah mengqashar shalat fardhu saja. Dan tidak ada riwayat yang diperoleh dari beliau yang menunjukkan bahwa beliau mengerjakan shalat sunnat sebelum atau sesudahnya dalam perjalanan, kecuali shalat witir dan shalat qabliyah Shubuh, karena beliau tidak pernah meninggalkan keduanya, baik ketika sedang tidak dalam perjalanan maupun sedang dalam perjalanan. Allah Subhanahu wa Ta'ala keringanan kepada musafir untuk mengerjakan dua raka’at saja dari shalat empat raka’at. Seandainya disyari’atkan lagi dua raka’at sebelum dan sesudahnya, maka sepatutnya menyempurnakan shalat fardhu yang diqashar.
Sabtu, 24 April 2004 08:52:45 WIB
Meremehkan shalat termasuk kemungkaran yang besar dan termasuk sifat orang-orang munafik, Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman : “ Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan shalat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut nama Allah kecuali sedikit sekali” . Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Tidak ada shalat yang lebih berat bagi orang-orang munafik daripada shalat Shubuh dan shalat Isya, dan seandainya mereka mengetahui apa yang terkandung pada keduanya, tentulah mereka akan mendatanginya walaupun dengan merangkak” .
Selasa, 13 April 2004 08:22:02 WIB
Adapun orang yang ketiduran sehingga terlewatkan waktunya, maka itu tidak mengapa, ia hanya wajib melaksanakannya saat terbangun dan tidak berdosa, demikian juga jika ia ketiduran atau karena lupa. Adapun orang yang sengaja menangguhkannya hingga keluar waktunya, atau dengan sengaja mensetting jam hingga keluar waktunya sehingga mengakibatkan ia tidak bangun pada waktu shalat, maka ia dianggap sengaja meninggalkan, dan berarti ia telah melakukan kemungkaran yang besar menurut semua ulama. Akan tetapi, apakah ia menjadi kafir atau tidak ?
Rabu, 7 April 2004 07:15:07 WIB
Waktu-waktu shalat harus dikecualikan dari waktu kerja. Ketika tiba waktu shalat, seorang pekerja hendaknya membersihkan pakaiannya dari najis atau menggantinya dengan pakaian lain yang suci. Adapun kotoran, maka kotoran itu tidak menghalangi shalat jika bukan merupakan najis atau tidak mengeluarkan bau busuk yang mengganggu dirinya, maka harus dicuci terlebih dahulu sebelum shalat atau menggantinya dengan pakaian bersih sehingga bisa melaksanakan shalat secara berjama'ah. Bagi orang yang mendapat udzur secara syar'i, seperti ; orang sakit dan musafir, maka dibolehkan menjama shalat Zhuhur dengan Ashar di salah satu waktunya, juga antara Maghrib dengan Isya di salah satu waktunya.
Kamis, 1 April 2004 10:25:55 WIB
Orang-orang yang mempunyai para pekerja, seharusnya menekankan mereka untuk shalat jama'ah, karena di situ terkandung pahala dan kebaikan yang banyak, dan ini termasuk katagori tolong menolong dalam kebaikan dan ketakwaan. Dan tidak dibenarkan mereka melarang para pekerja itu untuk melakukan shalat jama'ah, karena shalat jama'ah itu kewajiban syari'at, dan kewajiban syari'at itu harus dikecualikan (tidak kerja) dari jam kerja di kalangan kaum Muslimin, karena mentaati Allah dan RasulNya harus didahulukan daripada menta'ati manusia. Tapi jika pekerja itu terhalangi oleh untuk melaksanakan shalat secara berjama'ah dan tidak punya cara lain untuk berlepas dari pekerjannya, maka dalam kondisi seperti itu dibolehkan, karena ia terhalangi bukan karena kehendaknya, yaitu karena jika ia meninggalkan pekerjaannya maka akan menimbulkan bahaya.
First Prev 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 Next Last