Selasa, 7 September 2010 17:32:48 WIB
Kategori : Fiqih : Hari Raya
Kita tahu bahwasanya setiap umat memiliki hari-hari khusus sebagai hari raya mereka, yang mereka memfokuskan di dalamnya dengan berbagai macam keyakinan mereka dan ajaran-ajaran yang mereka dapat dengan turun-temurun. Bagi mereka, hari raya adalah merupakan suatu momentum ibadah, ketundukkan kepada selain Allah Subhanahu wa Ta'ala atau perbuatan kefasikan atau kekejian, permainan dan lain sebagainya. Sebagaimana hal itu terjadi dan kita dapati pada hari raya-hari raya kaum Nashara, di antaranya adalah hari raya awal tahun (tahun baru), dan hari raya akhir tahun (natal). Adapun Ied –hari raya- di dalam Islam memiliki makna tersendiri saat mulai datangnya Islam, semua jejak-jejak peribadahan dihapuskan yang sebelumnya begitu diagungkan oleh penganutnya dan tidak tersisa sedikitpun. Islam mengarahkannya hanya untuk pengagungan Allah Subhanahu wa Ta'ala semata. Islam menghadirkan dua hari raya yang dirayakan setelah dua ibadah yang sangat agung di dalam Islam: Yang Pertama: ‘Iedul Fithri, hadir setelah selesainya kewajiban siyam Ramadlan, yang di dalamnya seorang muslim mencegah syahwatnya dan menahan keinginan-keinginan kemanusiaannya, mereka juga menghidupkan malam-malamnya dengan berdiri shalat di hadapan Allah Azza wa Jalla, sujud dan ruku’ dengan merendahkan dan menghinakan diri memenuhi seruan-Nya Subhanahu wa Ta'ala. Yang Kedua: ‘Iedul Adha (hari berkurban), hari terakhir dari sepuluh hari pada bulan Dzulhijjah,
Senin, 6 September 2010 07:30:07 WIB
Kategori : Fiqih : Hari Raya
Sebagian besar kaum Muslimin di negeri kita mengira, bahwa mudik lebaran ada kaitannya dengan ajaran Islam, karena terkait dengan ibadah bulan Ramadhan. Sehingga banyak yang lebih antusias menyambut mudik lebaran daripada mengejar pahala puasa dan lailatul qadr. Dengan berbagai macam persiapan, baik tenaga, finansial, kendaraan, pakaian dan oleh-oleh perkotaan. Ditambah lagi dengan gengsi bercampur pamer, mewarnai gaya mudik. Kadang dengan terpaksa harus menguras kocek secara berlebihan, bahkan sampai harus berhutang. Pada hari lebaran, lembaga pegadaian menjadi sebuah tempat yang paling ramai dipadati pengunjung yang ingin berhutang. Padahal yang benar mudik tidak ada kaitannya dengan ajaran Islam karena tidak ada satu perintahpun baik dari Al Qur’an maupun As Sunnah, setelah menjalankan ibadah Ramadhan harus melakukan acara silaturahmi untuk kangen-kangenan dan maaf-maafan, karena silaturahmi bisa dilakukan kapan saja sesuai kebutuhan dan kondisi. Apabila yang dimaksud mudik lebaran sebagai bentuk kegiatan untuk memanfaatkan momentum dan kesempatan untuk menjernihkan suasana keruh dan hubungan yang retak sementara tidak ada kesempatan yang baik kecuali hanya waktu lebaran maka demikian itu boleh-boleh saja namun bila sudah menjadi suatu yang lazim dan dipaksakan serta diyakini sebagai bentuk kebiasaan yang memiliki kaitan dengan ajaran Islam atau disebut dengan istilah tradisi Islami maka demikian itu bisa menjadi bidah dan menciptakan tradisi yang batil dalam ajaran Islam.
Minggu, 5 September 2010 16:13:27 WIB
Kategori : Wanita : Kesehatan
Terkadang kita merasakan kesemutan ketika sedang mengetik atau duduk bersila terlalu lama. Kesemutan memang sudah tidak asing lagi bagi kita, karena hamper semua orang pernah merasakannya. Walaupun kelihatannya sepele, kesemutan sering menimbulkan rasa tidak nyaman. Selain itu, kesemutan juga bisa menjadi salah satu tanda adanya gangguan saraf dan gejala penyakit serius. Pada kesempatan kali ini, diangkat pembahasan tentang hal-hal yang berkaitan dengan kesemutan, termasuk beberapa kiat untuk mencegahnya. Kesemutan dalam ilmu kedokteran merupakan sebuah gejala gangguan pada fungsi saraf atau aliran darah yang mengakibatkan terjadinya perubahan sensasi yang dirasakan seseorang. Semula dari sensasi yang tidak terasa menjadi kesemutan, baal (sensasi tebal), atau sedikit nyeri bila anggota tubuh bergerak sedikit saja. Gangguan fungsi saraf bisa terjadi karena ada kerusakan pada saraf. Ada pula karena gangguan aliran darah yang menimbulkan pemberian makanan di saraf terhambat dan menyebabkan kesemutan. Penyebabnya bermacammacam, bisa hanya karena tangan kita tertekuk (terlipat) lama atau tertindih sehingga menghambat aliran darah dan menjadi kesemutan atau bisa juga karena adanya penyakit-penyakit tertentu.
Sabtu, 4 September 2010 17:00:06 WIB
Kategori : Fiqih : Zakat
Hadits Samurah bin Jundab Dha'if. (Lemah) karena perawi yang bernama Ja’far bin Said, Khabib bin Sulaiman dan bapaknya seluruhnya majhul (tidak dikenal). Adz-Dzahabi berkata: “Ini adalah sanad yang gelap yang tidak bisa dijadikan sandaran hukum”. Al-Hafizh dalam At-Talkhish 2/217 berkata: “Di dalam sanadnya ada kemajhulan”. (untuk lebih rinci, lihat Al-Irwa’ no. 827). Al-Hafizh dalam Bulughul Maram no. 642 menyatakan: “Isnadnya layyin (tidak kuat)”. Hal ini di setujui oleh Ash-Shan’ani dalam Subulus Salam 2/276. Asy-Syaukani berkata di dalam Sailul jarar: “Di dalam sanadnya ada beberapa rawi yang majhul”. Ibnu Hazm berkata dalam Al-Muhalla 4/40: “Adapun hadits Samurah adalah hadits yang gugur, karena seluruh perawinya kecuali Sulaiman bin Musa dan Samurah adalah majhul. Kemudian seandainya hadits ini shahih, tetap tidak dapat menjadi hujjah buat mereka (yang mewajibkan zakat perdagangan), karena tidak ada keterangan bahwa sedekah itu adalah zakat fardlu/wajib. Bahkan jika zakat sedekah yang dimaksud adalah zakat wajib tentu Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam telah menjelaskan waktu menunaikan, ukuran zakat yang dikeluarkan dan bagaimana cara mengeluarkannya, apakah dari barang dagangannya atau dengan penaksiran, kalau dengan penaksiran, lalu dengan apa? Adalah mustahil kalau Rasulullah mewajibkan zakat, tetapi beliau tidak menjelaskan berapa besar yang harus dikeluarkan? Dan bagaimana cara pengambilannya (nilai atau bendanya)?
Jumat, 3 September 2010 16:28:46 WIB
Kategori : Fiqih : Zakat
Pada zaman ini, ada sebagian orang yang berusaha merubah ibadah dari ketentuan syar’i. Dalam hal ini, terdapat banyak contoh. Misalnya, zakat fithri. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan agar mengeluarkan zakat dari makanan di negara yang seorang muslim bermukim, pada akhir bulan Ramadhan. Zakat itu diserahkan kepada para fakir miskin di negeri itu. Lalu ada orang yang memberikan fatwa bolehnya menyerahkan uang sebagai ganti dari makanan. Ada lagi yang memberikan fatwa bolehnya menyerahkan uang untuk membeli makanan di negeri lain yang jauh dari negeri pemberi zakat dan dibagikan disana. Ini termasuk bentuk merubah ibadah dari ketentuan syari’at. Zakat fithri memiliki waktu tertentu untuk mengeluarkannya, yaitu malam hari raya atau dua hari sebelumnya, menurut para ulama. Begitu juga (zakat fithri) memiliki ketentuan daerah untuk membayarkannya, yaitu di tempat seorang muslim menghabiskan bulan (pada Ramadhan) tersebut. Dalam (membagikan) zakat, juga terdapat kekhususan yang berhak menerimanya. Yaitu orang-orang miskin di negeri tersebut. Dan (zakat fithri) juga mempunyai ketentuan jenisnya, yaitu makanan pokok. Oleh karena itu, haruslah terpenuhi kriteria-kriteria ini. Jika tidak, maka zakat itu termasuk ibadah yang benar dan juga tidak bisa melepaskan seseorang dari beban.
Kamis, 2 September 2010 16:58:06 WIB
Kategori : Fiqih : Puasa
Keyakinan sebagian orang, bahwa lailatul qadar itu memiliki beberapa tanda yang dapat diraih oleh sebagian orang. Lalu orang-orang ini merangkai cerita-cerita khurafat dan khayal. Mereka mengaku melihat cahaya dari langit, atau mereka dibukakan pintu langit dan lain sebagainya. Semoga Allah merahmati Ibnu Hajar, ketika beliau rahimahullah menyebutkan dalam Fathul Bari 4/266, bahwa hikmah disembunyikannya lailatul qadar, ialah agar timbul kesungguh-sungguhan dalam mencarinya. Berbeda jika malam qadar tersebut ditentukan, maka kesungguhansungguhan hanya sebatas pada malam tertentu itu. Kemudian Ibnu Hajar menukil riwayat dari Ath-Thabari rahimahullah, bahwa beliau rahimahullah memilih pendapat (yang menyatakan, pent.), semua tanda itu tidaklah harus terjadi. Dan diraihnya lailatul qadar itu tidak disyaratkan harus dengan melihat atau mendengar sesuatu. Ath Thabari lalu mengatakan, "Dalam hal dirahasiakannya lailatul qadar, terdapat bukti kebohongan orang yang beranggapan, bahwa pada malam itu akan ada hal-hal yang dapat terlihat mata, apa yang tidak dapat terlihat pada seluruh malam yang lain. Jika pernyataan itu benar, tentu lailatul qadar itu akan tampak bagi setiap orang yang menghidupkan malam-malam selama setahun, utamanya malam-malam Ramadhan".
First Prev 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 Next Last
