Jumat, 8 Oktober 2010 07:34:25 WIB
Kategori : Bahasan : Hadits (1)
Jadi, menurut Ahli Hadits, zhann yang rajih berpindah maknanya dari keraguan menjadi keyakinan. Karena, ketika mereka meragukan sebuah riwayat, kemudian mereka meneliti sanadnya, dan mereka mendapatkan sanad tersebut cukup syarat untuk diterima, sehingga keraguan mereka terhadap riwayat tersebut menjadi kalah atau marjuh, dan kemudian keyakinanlah menjadi yang dominan atau yang rajih. Inilah yang dimaksud –oleh para ahli hadits– sebagai dalil zhanni, dan mereka tidak pernah keberatan atau melarang untuk berhujjah dengan hadits semacam ini dalam berbagai masalah. Bahkan sebaliknya, mereka membantah kaum Mu’tazilah yang meremehkan dan tidak mengambil hadits semacam ini. Jadi, zhann yang dihasilkan oleh khabar ahad yang sanadnya shahih adalah sebuah keyakinan. Sebab, bukti adanya kebenaran yang terdapat di dalam khabar ahad dari orang perawi yang adil (jujur) jauh lebih banyak. Bahkan orang-orang yang menolak khabar ahad, pun masih juga menggunakannya sebagai hujjah dalam syari’at (fiqh). Ini menunjukkan, mereka sendiri berpendapat bahwa zhann yang dihasilkan oleh khabar ahad adalah zhann yang rajah, bukan zhann yang marjuh. Sebab zhann yang marjuh –sesuai dengan kesepakatan ulama- tidak boleh dijadikan sebagai dalil dalam masalah aqidah dan juga hukum-hukum syari’at. Jika mereka tidak mau menerima hal ini, seharusnya mereka juga berpendapat bahwa khabar ahad tidak bisa menjadi hujjah dalam masalah-masalah hukum syari’at (bukan hanya dalam aqidah saja). Kalau mereka tetap tidak mau, berarti mereka telah jatuh pada sikap kontradiksi.
Kamis, 7 Oktober 2010 06:43:24 WIB
Kategori : Bahasan : Hadits (1)
Memang benar, telah terjadi silang pendapat diantara para ulama, apakah khabar ahad menunjukkan ilmu atau dzann. Pendapat Pertama. Khabar ahad menunjukkan ilmu yang yakin secara mutlak, baik didukung qarinah (indikasi) maupun tidak. Pendapat ini merupakan salah satu pendapat Imam Ahmad. Pendapat Kedua. Khabar ahad menunjukkan dzann secara mutlak, baik ditopang oleh beberapa indikasi maupun tidak. Secara umum, pendapat ini merupakan pendapat para ulama ushul, dan diikuti oleh sebagian Ahli Hadits seperti Imam Nawawi. Pendapat Ketiga. Khabar ahad menunjukkan ilmu yang yakin, apabila ditunjang oleh beberapa indikasi. Pendapat ini adalah pendapat kelompok penganut madzhab dan Ahli Ushul Fikih yang didukung oleh Imam Al Amidi dan Al Juwaini. Imam Asy Syaukani dalam kitab Irsyadul Fuhul berkata: “Ketahuilah, perselisihan pendapat diantara para ulama tentang khabar ahad, bahwa hadits ahad menunjukkan ilmu yang yakin atau dzan, terikat oleh syarat, yaitu bila hadits tersebut tidak ada hadits lain yang memperkuatnya. Namun bila ada hadits yang memperkuatnya atau hadits tersebut masyhur, maka tidak ada perselisihan pendapat diantara ulama. Begitu pula tidak ada perselisihan diantara ulama, bila khabar ahad memberi konsekwensi ijmi dalam pengalaman hukumnya, maka hadits itu berfaidah ilmu. Polemik penolakan khabar ahad masih menjadi perdebatan sengit di kalangan orang awam. Bahkan sikap penolakan tersebut sudah menjadi bagian aqidah wala’ dan bara’ bagi mereka, dan menjadi tolok ukur untuk memusuhi atau memihak orang lain.
Rabu, 6 Oktober 2010 06:48:48 WIB
Kategori : Bahasan : Hadits (1)
Pernyataan seperti ini adalah sebuah kebohongan yang nyata. Hadits-hadits yang kita bawakan di atas, semuanya terdapat di Shahih Bukhari, dalam kitab Al Iman. Lantas, bagaimana mungkin dikatakan, beliau tidak menjadikannya sebagai hujjah?! Juga dapat kita lihat dalam kitab Shahih-nya, ada dua kitab yang membahas masalah aqidah, yaitu kitab Al Iman dan kitab At Tauhid. Banyak ditemukan disana mengenai hadits-hadits ahad dan dijadikan hujjah oleh beliau. Dalam kitab At Tauhid, Imam Bukhari membawakan hadits ahad sebagai hadits pertama. Yaitu hadits Mu’adz. "Sesungguhnya engkau akan datang kepada kaum Ahli Kitab, maka hendaklah yang pertama kali kau serukan, adalah supaya mereka beribadah kepada Allah. Jika mereka sudah mengenal Allah, maka beritahukanlah mereka bahwa Allah mewajibkan kepada mereka shalat lima kali sehari semalam. Jika mereka sudah melakukan hal itu, maka beritahukanlah bahwa Allah mewajibkan mereka zakat dari harta benda mereka dan zakat itu diberikan kepada orang fakir mereka. Jika mereka taat, maka ambillah dan hindarilah harta kesayangan (berharga) mereka". Hadits ini berbicara tentang aqidah. Hadits-hadits lain dalam bab ini berbicara tentang aqidah dan banyak yang ahad.
Selasa, 5 Oktober 2010 22:51:02 WIB
Kategori : Bahasan : Hadits (1)
Pembahasan mengenai hadits ahad dan hubungannya dengan aqidah, atau hukum dan aqidah, itu tidak pernah dibicarakan oleh generasi pertama, kedua dan ketiga. Khususnya para sahabat Radhiyallahu 'anhum, tidak pernah memilah atau membagi-bagi hadits, seperti pembagian yang dilakukan oleh sebagian ahli bid’ah, bahwa hadits ahad hanya terbatas untuk hukum, sedangkan hadits mutawatir dapat dipakai untuk aqidah. Pembagian seperti ini tidak pernah dikenal, kecuali oleh ahli bid’ah, seperti Mu’tazilah. Dan fikrah ini terus berkembang sampai pada awal abad kedua puluh, hingga timbul Mu’tazilah gaya baru, atau yang kita kenal dengan Hizbut Tahrir. Hizbut Tahrir membagi, hadits mutawatir untuk aqidah dan ahkam. Sedangkan hadits ahad dikhususkan untuk masalah hukum. Adapun para sahabat, tabi’in dan tabi’ut tabi’in menerima hadits, jika hadits tersebut sah dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, tanpa membaginya sebagaimana yang dilakukan oleh Mu’tazilah dan yang sepaham dengannya. Jadi, para sahabatnya melihatnya, sah atau tidak, jika sesuai dengan kaidah-kaidah ilmu hadits, dan diterima baik untuk masalah hukum ataupun aqidah. Jadi pembagian yang dilakukan oleh Hizbut Tahrir, bahwa hadits ahad tidak bisa dipakai dalam aqidah, merupakan pembagian yang muhdats (bid’ah)
Senin, 4 Oktober 2010 16:25:11 WIB
Kategori : Al-Masaa'il : Terorisme
Sebagian anak muda dan jama’ah dakwah menerapkan matode perjuangan dengan cara pemboman terhadap bangunan pemerintah atau swasta, dan pembunuhan terhadap tokoh-tokoh pejabat atau yang lainnya. Mereka menyatakan bahwa ini termasuk jihad, lalu menghalalkan harta, jiwa serta melaksanakan amalan jihad menentang pemerintah atau penguasa yang dianggap kafir, dengan anggapan mendapatkan pahala atas perbuatan tersebut. Sudah pasti, fenomena pemboman, pembunuhan dan penculikan tersebut menimbulkan kekacauan, ketakutan dan ketidak amanan. Serta menyebabkan orang-orang dalam keadaan takut dan tidak tenang. Karena, orang yang ingin masuk ke dalam bengunan pemerintah atau selainnya, menjadi takut bila terjadi peledakan di bangunan tersebut. Jika mengendarai kendaraan, maka ditakutkan terjadi penculikan, pembunuhan atau peledakan atas mobilnya. Jika bepergian dengan pesawat, mengkhawatirkan pesawat tersebut sebelumnya telah direncanakan dibajak atau diledakkan. Demikianlah, sehingga kehidupanpun berhenti, orang tidak dapat bekerja dengan lapang dan tenang. Disini mesti kita pertanyakan, mengapa dibunuh dan diculik? Apakah karena kekufuran dan kemurtadannya? Atau karena ia telah merampas harta, kehormatan dan agama? Apakah ia telah diminta bertaubat? Siapa yang telah memintanya bertaubat? Apakah tidak memungkinkan terjadinya pembunuhan terhadap orang lain ketika penculikan tersebut? Kemudian apa maslahat yang dicapai darinya?
Minggu, 3 Oktober 2010 21:24:02 WIB
Kategori : Al-Qur'an
Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta'ala yang menjamin kemurnian Al-Qur`ân telah memudahkan umat ini untuk menghafal dan mempelajari kitab-Nya. Allah Subhanahu wa Ta'ala memerintahkan para hamba-Nya agar membaca ayat-ayat-Nya, merenungi artinya, dan mengamalkan serta berpegang teguh dengan petunjuknya. Dia Subhanahu wa Ta'ala telah menjadikan hati para hamba yang shalih sebagai wadah untuk memelihara firman-Nya. Dada mereka seperti lembaran-lembaran yang menjaga ayat-ayat-Nya. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:"Sebenarnya, Al-Qur`ân itu adalah ayat-ayat yang nyata di dalam dada orang-orang yang diberi ilmu. Dan tidak ada yang mengingkari ayat-ayat Kami kecuali orang-orang yang zhalim …" Dahulu, para sahabat Radhiyallahu 'anhum yang mulia dan Salafush-Shalih, mereka berlomba-lomba menghafal Al-Qur`ân, generasi demi generasi. Bersungguh-sungguh mendidik anak-anak mereka dalam naungan Al-Qur`ân, baik belajar maupun menghafal disertai dengan pemantapan ilmu tajwid, dan juga mentadabburi yang tersirat dalam Al-Qur`ân, (yaitu) berupa janji dan ancaman. Berikut ini adalah nasihat yang disampaikan oleh Dr. Anas Ahmad Kurzun, diangkat dari risalah beliau Warattilil Qur'ana Tartila yakni menyangkut metode, sebagai bekal dalam meraih kemampuan untuk dapat menghafal Al-Qur`ân secara baik.
First Prev 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 Next Last
