Perpecahan Sebagai Sunnah Kauniyah

Jumat, 26 Nopember 2010 08:08:46 WIB
Kategori : Dakwah : Perpecahan !

Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam menggambarkan fitnah itu seolah-olah terkurung dan tersekap di dalam suatu ruangan. Ruangan ini mempunyai pintu. Sedangkan pintunya jika sampai patah, maka selama-lamanya tidak akan bisa tertutup kembali. Sehingga fitnah akan terlepas dan tidak kembali lagi ke dalam kamar. Pintu yang dimaksud adalah Umar. Bila beliau wafat, berarti pintu itu terbuka, tetapi mungkin akan bisa tertutup kembali. Tetapi jika beliau terbunuh (dalam bahasa hadits “patah”), maka pintu itu tidak tertutup lagi hingga hari kiamat. Ternyata Umar bin Khattab Radhiyallahu 'anhu terbunuh, sebagaimana sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam yang dibawakan oleh Hudzaifah di atas. Fitnah betul-betul melanda kaum Muslimin sepeninggal Abu Bakar dan Umar Radhiyallahu 'anhum. Dan semakin ganas sejalan dengan perjalanan waktu yang kian panjang, laksana gelombang air laut yang dahsyat. Fitnah itu terwujud secara nyata dalam bentuk perpecahan umat. Di mana-mana terjadi perselisihan hebat. Dan ini merupakan sunnah kauniyah (ketetapan taqdir dari Allah) yang tidak dapat terelakkan, sebagaimana dinyatakan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam hadits iftiraqul ummah. Bagaimana jalan keluar dari kenyataan perpecahan yang merupakan sunnah kauniyah ini? Allah tidak menurunkan suatu penyakit (yang merupakan sunnah kauniyah), kecuali pasti menurunkan obatnya yang merupakan sunnah syar’iyah.

Pentingnya Kejujuran Demi Tegaknya Dunia Dan Agama

Jumat, 26 Nopember 2010 01:58:30 WIB
Kategori : Akhlak

Allah juga menyifatkan para nabiNya dengan sifat jujur. Lalu Dia mendukung para nabi itu dengan mukjizat dan tanda-tanda agung sebagai bukti kejujuran (kebenaran) mereka, dan untuk menghancurkan kebohongan para musuh Allah. Diantara bentuk dukungan terbesar Allah kepada para nabi, ialah pemusnahan musuh-musuh Allah dengan topan, angin ribut, petir, gempa bumi, ada yang di tenggelamkan ke tanah dan air. Sementara para nabi dan pengikut mereka diselamatkan. Semua ini merupakan bukti dari Allah atas kejujuran para nabiNya, bahwa mereka benar utusanNya dan (sebagai) penghinaan kepada musuh Allah dan musuh para rasul. Diantara para nabi yang disifati dengan sifat jujur dalam Al Qur’an, yaitu: Ibrahim, Ismail dan Idris. Allah menyifatkan mereka dengan sifat jujur. Ini menunjukkan kokohnya sifat itu pada diri mereka. Dan bahwasanya perkataan, perbuatan, janji serta perjanjian-perjanjian mereka, semuanya tegak di atas kejujuran. Semua ayat dalam Al Qur’an, yang dengannya Allah menantang manusia dan jin untuk membuat yang serupa dengannya -namun mereka tidak bisa- merupakan bukti terbesar atas kejujuran Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam, bahwa dia benar-benar Rasulullah dan penutup para nabi.

Bai'at : Antara Yang Syar'i Dan Yang Bid'ah

Kamis, 25 Nopember 2010 15:42:35 WIB
Kategori : Bahasan : Bai'at

Asas-asas dakwah ini tidak pernah akan berubah, meski terjadi perubahan zaman, terjadi perjalanan waktu dan pergantian umat. Kisah-kisah para nabi, semenjak Nabi Nuh Alaihissallam hingga Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam – meskipun berbeda waktu, tempat dan umatnya- tidak pernah berubah asas risalah serta titik tolak awal mereka dalam berdakwah ilallah Azza wa Jalla. Membuat perubahan terhadap manhaj dakwah dengan dalih untuk menghadapi persoalan-persoalan kontemporer -menurut mereka- adalah dalih yang tidak benar. Justeru akan membuka peluang untuk meninggalkan ketentuan-ketentuan syari’at dalam berdakwah menuju Allah Azza wa Jalla. Diantara manhaj baru dan bid’ah dalam dakwah, ialah apa yang diada-adakan oleh beberapa jama’ah Islamiyah yang memiliki arah hizbiyah, serta tenggelam dalam belenggu fanatisme hizbiyah. Yaitu melakukan pembai’atan terhadap para pengikutnya dan mengharuskan mereka taat secara mutlak kepada Amir jama’ah serta kepada pedoman-pedoman dasar jama’ah. Dalam hal bai’at bid’ah ini, saya mempunyai beberapa catatan. Saya jelaskan dalam catatan itu hakikat bai’at tersebut supaya tersingkap belangnya. Sehingga orang yang sudi membuang tabir fanafisme golongan dari kedua matanya akan dapat melihat keburukan bai’at itu.

Ulama-Ulama Pembela Da'wah Salafiyah Dahulu Hingga Sekarang

Rabu, 24 Nopember 2010 23:17:59 WIB
Kategori : Aktual

Sesungguhnya keistimewaan terbesar yang dimiliki da’wah salafiyah yang penuh berkah ini adalah tegaknya da’wah tersebut di atas sunnah yang shahih. Dakwah ini tidak bersandar kepada hadits–hadits lemah dan palsu. Pada keadaan seperti itu, para penutut ilmu syar’I juga telah mengetahui secara jelas tentang pengertian hadits shahih dan syaratnya. Termasuk syaratnya terbesar adalah bersambungnya sanad dengan para perawi yang terpercaya. Ada juga syarat–syarat lain, yang sekarang kami tidak membicarakannya dan menyebutkannya. Karena termasuk syarat hadits shahih adalah bersambungnya sanad dengan para perawi yang terpercaya, maka syarat orang yang menisbatkan dirinya ke dalam da’wah salafiyah, dakwah yang berdiri tegak di atas hadits yang shahih, harus memiliki silsilah da’wah itu sendiri. Artinya dia harus mengambil manhajnya dari para masyayikh dan ulamanya yang terpercaya. Para masyayikhnya juga, adalah para ulama yang mengambil manhajnya dari para masyayikhnya. Dan begitu seterusnya. Orang yang datang kemudian mengambil dari orang yang sebelumnya. Seorang murid mengambil dari syaikhnya, anak mengambil dari ayah, cucu mengambil dari kakek, dengan sanad yang bersambung dengan orang-orang yang terpercaya dari kalangan para ulama besar dan tinggi.

Bab Bejana-Bejana (24-26)

Rabu, 24 Nopember 2010 15:37:01 WIB
Kategori : Bahasan : Hadits (2)

Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam melarang mempergunakan atau memakai panci (tempat memasak), piring dan gelas dari Ahli Kitab (Yahudi dan Nashara) dan orang-orang kafir secara umum apabila mereka biasa memakainya untuk memasak daging babi, memakannya dan meminum khamr dengannya. Sebagaimana telah dijelaskan dalam salah satu riwayat Ahmad dan riwayat Abu Dawud di atas dengan bentuk muqayyad. Sedangkan lafazh yang sebelumnya mutlak, maka yang mutlak harus dibawa kepada yang muqayyad. Kecuali bila kita tidak mendapatkan yang lain, maka cucilah dengan air kemudian makanlah dan minumlah dengan piring dan gelas mereka. Inilah ‘illat atau sebab larangan di atas. Maka, apabila sebabnya telah hilang, yakni misalnya Ahli Kitab dan orang-orang kafir itu tidak memakan babi –qiaskanlah dengan segala binatang yang haram- dan meminum khamr di piring dan gelas mereka, maka kembali kepada hukum asal bejana mereka, yaitu suci yang dapat dimanfaatkan dan dipakai oleh kaum muslimin; berdasarkan kepada perbuatan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dan taqrir atau persetujuan beliau : Dari Anas Radhiyallahu 'anhu, (ia berkata),”Bahwa seorang Yahudi pernah mengundang Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam untuk makan roti dari gandum dan lemak yang telah berubah baunya. Lalu beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam mengabulkan undangannya.

Bab Bejana-Bejana (18-23)

Selasa, 23 Nopember 2010 16:29:32 WIB
Kategori : Bahasan : Hadits (2)

Makan dan minum dengan memakai piring dan gelas dari emas dan perak hukumnya haram. Zhahir hadits menunjukkan dosa besar, karena orang yang melakukannya diancam dengan api neraka Jahannam. Menurut zhahir hadits, larangan tersebut hanya terbatas pada makan dan minum saja. Adapun menggunakan bejana emas dan perak untuk yang selain keduanya, seperti: berwudhu dari bejana emas dan perak, tidak terkena larangan tersebut, walaupun sebagian ulama memasukkannya ke dalam larangan. Misalnya, seperti Al Hafizh Ibnu Hajar. Oleh karena itu, beliau menurunkan kedua hadits tersebut dalam bab bejana sesuai dengan mazhabnya. Padahal, bukankah lebih tepat, jika kedua hadits di atas diturunkan dalam kitab makanan?! Mazhab beliau bersama sebagian ulama lainnya adalah mazhab yang lemah dalam masalah ini, karena tidak datangnya dalil, kecuali tentang larangan makan dan minum dari bejana emas dan perak. Inilah mazhab sebagian ulama seperti Shan’ani dalam kitab Subulus Salam dan Asy Syaukani ddalam Nailul Authar dan ulama-ulama lainnya. Zhahir hadits, juga membolehkan menggunakan bejana selain emas dan perak untuk makan dan minum, seperti dari mutiara dan lain-lain.

First  Prev  68  69  70  71  72  73  74  75  76  77  78  Next  Last

Bismillaahirrahmaanirrahiim Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam. Shalawat dan salam semoga dicurahkan kepada Rasul termulia, juga kepada seluruh keluarga dan shahabatnya. Amma ba'du. Website almanhaj.or.id adalah sebuah media dakwah sangat ringkas dan sederhana, yang diupayakan untuk ikut serta dalam tasfiyah (membersihkan) umat dari syirik, bid'ah, serta gerakan pemikiran yang merusak ajaran Islam dan tarbiyah (mendidik) kaum muslimin berdasarkan ajaran Islam yang murni dan mengajak mereka kepada pola pikir ilmiah berdasarkan al-Qur'an dan as-Sunnah dengan pemahaman Salafush Shalih. Kebenaran dan kebaikan yang anda dapatkan dari website ini datangnya dari Allah Ta'ala, adapun yang berupa kesalahan datangnya dari syaithan, dan kami berlepas diri dari kesalahan tersebut ketika kami masih hidup ataupun ketika sudah mati. Semua tulisan atau kitab selain Al-Qur'an dan As-Sunnah yang shahihah dan maqbul, mempunyai celah untuk dikritik, disalahkan dan dibenarkan. Barangsiapa yang melihat adanya kesalahan hendaknya meluruskannya. Hati kami lapang dan telinga kami mendengar serta bersedia menerima. Semoga Allah menjadikan upaya ini sebagai amalan shalih yang bermanfaat pada hari yang tidak lagi bermanfaat harta dan anak-anak, melainkan orang yang menemui Rabb-nya dengan amalan shalih. Jazaakumullahu khairan almanhaj.or.id Abu Harits Abdillah - Redaktur Abu Khaulah al-Palimbani - Web Admin