Selasa, 31 Mei 2011 22:16:08 WIB
Kategori : Al-Masaa'il : Terorisme
Orang yang menuduh kita sebagai teroris, ia termasuk ahlul ghuluw (berlebih-lebihan dalam tuduhannya). Ia tidak mengerti dakwah salafiyah. Dakwah salafiyah adalah dakwah Islam. Dakwah salafiyah adalah dakwah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan para sahabatnya. Namun demikian, tidak boleh seorang salafi (siapapun orangnya) menganggap dirinya berakhlak seperti akhlak Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, atau akhlak para sahabatnya. Dakwah salafiyah berdiri di atas aqidah yang benar, aqidah yang Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan para sahabatnya berkeyakinan dengannya. Dakwah salafiyah tegak di atas manhaj (jalan, metode, tata cara) Islam yang benar dan lurus, berdiri di atas dalil. Dakwah ini benar-benar mengagungkan as salaf ash shalih (generasi terdahulu yang shalih), dari kalangan para sahabat dan tabi’in. Dakwah ini mengagungkan dan menghormati dalil, (berupa) firman Allah dan (sabda) RasulNya, tidak mengutamakan dan mengedepankan perkataan siapapun (di atas perkataan Allah dan RasulNya) betapapun tinggi derajat dan kedudukan orang itu. Dakwah salafiyah menyeru kepada Allah, kepada ajaran Islam yang benar, seimbang dan adil. Menyeru kepada kelemah-lembutan dan menolak kekerasan. Maka, menuduh dakwah salafiyah sebagai terorisme adalah dusta! Karena, siapakah yang benar-benar menentang para teroris dan takfiriyin (orang-orang yang sangat mudah mengafirkan orang lain tanpa sebab yang haq) saat ini?
Senin, 30 Mei 2011 23:15:33 WIB
Kategori : Fokus : Waqiuna
Saya ingin menyampaikan sesuatu yang bergejolak dalam dada. Sesuatu ini nampak kontradiktif, akan tetapi merupakan sebuah kebenaran jika dijelaskan dan diterangkan. Hal tersebut tentang Islam adalah rahmat, Rabb kita adalah ar Rahim (Maha Penyayang) dan Nabi kita adalah rahmat bagi seluruh alam. Adapun sisi kontradiksif yang ada dalam benak saya, bahwasanya masalah-masalah di atas termasuk perkara-perkara badahiy, yang jelas dan lebih jelas dari matahari pada siang hari. Kemudian, tiba-tiba kita harus menjelaskannya lagi sebagai wujud pembelaan terhadap Islam, penjelasan atas pemutarbalikkan kenyataan tentang Islam, dan penjelasan terhadap sebuah kondisi saat pandangan terhadap Islam sudah berubah. Tidak disangsikan lagi, ini merupakan sesuatu yang merisaukan hati dan pikiran, kita menyaksikan fakta yang kontradiktif untuk menjelaskan sebuah permasalahan yang sudah diimani, permasalahan yang jelas, yaitu agama ini (Islam) adalah rahmat, Allah Maha Penyayang dan Nabi kita Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam juga seorang penyayang. Karenanya, saya memohon kepada Allah agar berkenan menolong kita dalam memahami makna ini dan mengamalkannya. Nash-nash dari al Qur`an dan Sunnah Nabawiyah yang menguatkan topik ini dan memantapkan penjelaskan ini sangatlah banyak, tidak terhitung jumlahnya. Akan tetapi, kita harus menyebutkan sebagian, agar hati menjadi tenang dalam kebenaran. Dan akal pikiran serta jiwa merasa berbahagia dengan hidayah.
Minggu, 29 Mei 2011 22:24:57 WIB
Kategori : Fokus : Waqiuna
Siapa saja yang tergantung dengan yang maha kuat, niscaya ia menjadi insan yang kuat. Oleh karena itu, Rasulullah berpegang dengan Allah, sehingga ia menjadi kuat. Dan demikian pula dengan kaum mukminin, mereka berpegang kepada Allah dan RasulNya, mereka menjadi insan–insan yang kuat. Inilah makna izzah dalam kosep imani, bangga diri dengan agama, dengan Allah, Rasul, amal shalih, ilmu yang bermanfaat, serta dakwah kepada Allah. Lihatlah, bagaimana konsep Islam mengangkat manusia dari permukaan bumi menuju ketinggian izzah. Menuju tingginya tekad. Kendatipun jasad-jasad mereka bersentuhan dengan yang ada di bumi, tetapi jiwa-jiwa mereka terikat dengan malail a’la (majlis yang paling tinggi), dengan kenikmatan-kenikmatan yang ada di sisi Allah. Jadi izzah milik Islam. Apakah (yang menjadi) sumbernya? Sudah kami katakan tadi, bahwa tidak ada kebesaran kecuali milik Allah. Dan siapa saja yang bersama dengan yang maha perkasa, ia menjadi perkasa Dan siapa saja yang mencari kejayaan dengan selain Allah, niscaya akan hina. Faktor paling besar yang mendukung kukuhnya izzah ini, adalah aqidah Islamiyyah. aqidah ini bertumpu pada tauhidullah (mentauhidkan Allah), terhadap dzatNya, tindakan-tindakanNya dan asma wa sifatNya,Tidak ada dzat yang berhak di sembah kecuali Allah. Karena itu, barang siapa menyambah Allah, ia menjadi insan yang perkasa.
Sabtu, 28 Mei 2011 22:32:36 WIB
Kategori : Fiqih : Shalat
Syaikh Al Albani mengatakan : “Sungguh, pendapat yang menyatakan adzan hanyalah Sunnah jelas merupakan kesalahan. Bagaimana bisa, padahal ia termasuk syi’ar Islam terbesar, yang jika Nabi n tidak mendengarnya di negeri suatu kaum yang akan Beliau perangi, maka Beliau akan memerangi mereka. Jika mendengar adzan pada mereka, Beliau menahan diri, sebagaimana telah diriwayatkan dalam Shahihain dan selainnya. Dan perintah adzan sudah ada dalam hadits shahih lainnya. Padahal hukum wajib dapat ditetapkan dengan dalil yang lebih rendah dari ini. Maka yang benar, adzan adalah fardhu kifayah, sebagaimana dirajihkan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Al Fatawa (1/67-68 dan 4/20). Bahkan juga bagi seseorang yang shalat sendirian”. Bahkan Syaikhul Islam menegaskan hukum ini dengan pernyataannya : “Yang benar, adzan itu fardhu kifayah”. Ibnu Hazm mengomentari permasalahan ini dengan pernyataannya : "Kami tidak mengetahui orang yang menyatakan tidak wajibnya adzan dan iqamah (ini) memiliki hujjah. Seandainya Rasulullah tidak menghalalkan darah dan harta suatu kaum yang Beliau tengarai dengan tidak adanya adzan pada mereka, tentulah cukup untuk mewajibkannya”.
Jumat, 27 Mei 2011 22:43:15 WIB
Kategori : Fiqih : Shalat
Lafazd adzan dan iqamah mencakup kandungan aqidah seorang muslim, sehingga Imam Al Qadhi Iyadh berpendapat: “Ketahuilah, bahwa adzan adalah kalimat yang berisi aqidah iman yang mencakup jenis-jenisnya. Yang pertama, menetapkan Dzat dan yang seharusnya dimiliki Dzat Allah dari kesempurnaan dan pensucian dari lawan kesempurnaan. Dan itu terkandung pada ucapan “Allahu Akbar”. Lafadz ini, walaupun sangat ringkas, namun sudah menjelaskan apa yang telah kami sebutkan di atas. Kemudian (yang kedua), menegaskan keesaan Allah dan penolakan sekutu yang mustahil ada bagiNya. Ini merupakan dasar dan tonggak iman, dan tauhid yang didahulukan ada di atas segala tugas agama lainnya. Kemudian menegaskan penetapan kenabian dan persakisan akan kebenaran risalah (kerasulan) bagi Nabi kita, Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam. Dan ini merupakan kaidah agung setelah syahadat tentang keesaaan Allah. Kemudian mengajak kepada ibadah yang diperintahkan. Mengajak untuk shalat dan menjadikannya setelah penetapan kenabian, karena kewajibannya diketahui melalui Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bukan melalui akal. Kemudian mengajak kapada kemenangan, yaitu kekal di dalam kenikmatan yang abadi. Disini terdapat isyarat untuk perkara-perkara akhirat dalam hal kebangkitan dan pembalasan yang merupakan akhir masalah aqidah Islam.
Kamis, 26 Mei 2011 22:59:20 WIB
Kategori : Al-Qur'an : Tafsir
Allah Subhanahu wa Ta'ala menyebutkan sifat menepati nadzar yang merupakan kewajiban tingkat terendah. Lantaran manusialah yang mewajibkannya atas dirinya sendiri (bukan Allah). Tingkatannya di bawah kewajiban yang Allah gariskan kepadanya. Bila manusia telah memenuhi kewajiban yang paling lunak di antara dua kewajiban yang ia pegangi itu, sudah tentu dan pasti ia akan lebih memperhatian untuk menjalankan kewajiban yang lebih agung yang telah Allah wajibkan atas dirinya. Dari sini, sejumlah ahli tafsir menyatakan, kalangan muqarrabun telah menepati ketaatan kepada Allah dan menjalankan hak-Nya yang menjadi kewajiban mereka. Demikian ini, karena jika seorang hamba telah mengikrarkan sebuah nadzar bagi Allah sebagai amalan ketaatan, lantas memenuhinya, berarti ia menjalankannya semata-mata hanya lantaran telah menjadi hak milik Allah yang wajib ia tunaikan. Hak ini berada dalam lingkup hak-hak Allah, sama dengan yang lain. Kemudian Allah Subhanahu wa Ta'ala memberitahukan, mereka adalah manusia-manusia yang takut kepada hari yang sulit lagi sangat dingin. Yakni hari Kiamat. Ketakutan mereka kepada hari Kiamat nampak dari keimanan mereka kepada hari Akhir, pengekangan diri dari berbuat maksiat yang akan mendatangkan malapetaka, pelaksanaan amal-amal ketaatan yang bermanfaat bagi mereka dan sebaliknya, mereka pun meninggalkan perbuatan yang akan berbuah mudharat bagi mereka.
First Prev 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 Next Last
