Rabu, 25 Mei 2011 23:05:46 WIB
Kategori : Bahasan : Hadits (1)
Namun, satu hal yang perlu kita pahami dari hadits ini, bahwa tertolongnya dan menangnya kaum Muslimin bukanlah dengan sebab dzat dan kedudukan atau kehormatan orang-orang shalih yang lemah dan miskin dari kaum Muslimin semata. Bukan karena hal itu. Ini harus kita perhatikan, karena erat kaitannya dengan permasalahan 'aqidah. Yakni permasalahan tawassul. Juga, karena ada sebagian kaum Muslimin yang ber-hujjah dengan hadits ini, terutama dengan lafazh dalam Shahih al Bukhari, dan dengan hadits Abu ad-Darda', atas bolehnya seseorang ber-tawassul dengan dzat atau kedudukan dan kehormatan orang-orang shalih yang lemah dari kaum Muslimin. Oleh karena itu, hendaklah diketahui, bahwa hal ini merupakan salah satu bentuk ber-tawassul, yang dilarang dalam Islam. Para ulama pun telah menjelaskan bahwa hadits di atas -dengan lafazh dalam Shahih al Bukhari, dan lafazh hadits Abu ad-Darda'- terkait dengan lafazh hadits yang dikeluarkan oleh al Imam an-Nasa-i. Sehingga, lafazh hadits yang dikeluarkan oleh al Imam an-Nasa-i ini merupakan penafsiran dari keumuman lafazh dalam Shahih al Bukhari dan hadits Abu ad Darda' di atas. Yakni, tertolongnya dan menangnya kaum Muslimin bukanlah semata-mata dengan sebab dzat dan kedudukan atau kehormatan orang-orang shalih yang lemah dan miskin dari kaum Muslimin, melainkan karena doa, shalat, dan keikhlasan mereka dalam beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Selasa, 24 Mei 2011 23:17:55 WIB
Kategori : Risalah : Tazkiyah Nufus
Ibnul Jauzi rahimahullah berkata: “Kadang-kadang manusia itu sehat, tetapi dia tidak longgar, karena kesibukannya dengan penghidupan. Dan kadang-kadang manusia itu cukup (kebutuhannya), tetapi dia tidak sehat. Maka jika keduanya terkumpul, lalu dia dikalahkan oleh kemalasan melakukan kataatan, maka dia adalah orang yang tertipu. Kesempurnaan itu adalah bahwa dunia merupakan ladang akhirat, di dunia ini terdapat perdagangan yang keuntungannya akan nampak di akhirat. Barangsiapa menggunakan waktu luangnya dan kesehatannya untuk ketaatan kepada Allah, maka dia adalah orang yang pantas diirikan. Dan barangsiapa menggunakan keduanya di dalam maksiat kepada Allah, maka dia adalah orang yang tertipu. Karena waktu luang akan diikuti oleh kesibukan, dan kesehatan akan diikuti oleh sakit, jika tidak terjadi, maka itu (berarti) masa tua (pikun). Sebagaimana dikatakan orang “Panjangnya keselamatan (kesehatan) dan tetap tinggal (di dunia) menyenangkan pemuda. Namun bagaimanakah engkau lihat panjangnya keselamatan (kesehatan) akan berbuat? Akan mengembalikan seorang pemuda menjadi kesusahan jika menginginkan berdiri dan mengangkat (barang), setelah (sebelumnya di waktu muda) tegak dan sehat”. Ath Thayyibi rahimahullah berkata: “Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam membuat gambaran bagi mukallaf (orang yang berakal dan dewasa) dengan seorang pedagang yang memiliki modal.
Senin, 23 Mei 2011 23:13:18 WIB
Kategori : Aktual
Bagaimana mungkin Al Qur'an yang sempurna keseluruhannya sejajar dengan produk manusia yang penuh dengan kekurangan? Seandainya ucapan ini keluar dari orang yang telah ditegakkan hujjah atasnya, tentu ia menjadi kafir; akan tetapi kita memakluminya, yang dikarenakan kebodohannya. Kami nasihatkan kepada orang-orang seperti ini agar bertaqwa kepada Allah, ingat kematian, kebangkitan, pertemuannya dengan Allah Penguasa alam semesta, hisab, pahala dan siksa. Maka wajib mengimani bahwa Al Qur'an adalah Kalam Allah (bukan makhluk dan bukan produk budaya), tidak mengandung kebatilan dan kekurangan, semuanya merupakan kebaikan, agama dan kebenaran, dan selainnya adalah batil dan rusak. Sehingga, selama-lamanya tidak boleh mengatakan bila Al Qur'an sebagai produk budaya. Ucapan seperti ini sesat menyesatkan. Al Qur'an, sebagaimana saya katakan tadi, adalah sempurna keseluruhannya, sebagaimana firman Allah tentang ucapan jin yang mendengarkan Al Qur'an : Lalu mereka berkata: "Sesungguhnya kami telah mendengarkan Al Qur'an yang menakjubkan, (yang) memberi petunjuk kepada jalan yang benar, lalu kami beriman kepadanya. Dan kami sekali-kali tidak akan mempersekutukan seorangpun dengan Tuhan kami.
Minggu, 22 Mei 2011 22:21:04 WIB
Kategori : Fokus : Mabhats
Syaikh Ali menjelaskan kewajiban para ulama untuk mentahdzir (memperingatkan) dari fitnah takfir (pemikiran menyimpang dalam mengkafirkan umat Islam dengan tanpa haq). Beliau menyatakan : “Sesungguhnya tahdzir (peringatan) yang keras terhadap fitnah takfir yang berlebihan sudah menjadi konsekwensi dan menjadi keharusan yang pasti, tatkala orang yang tidak berkompeten berbicara tentangnya, dan orang yang bukan ahlinya telah memasukinya.” (At Tabshir, hlm. 6). Hal itu, karena dampak takfir tanpa alasan yang benar sangat berbahaya. Syaikh menjelaskan: “Dan tidaklah suatu perkara sedemikian besar –bahaya dan fitnahnya-, kecuali lantaran dampaknya yang nyata dan terlihat begitu dahsyat terhadap individu dan masyarakat, (juga) sangat buruk terhadap umat manusia dan bangsa-bangsa”. (At Tabshir, hlm. 7). Anehnya, sebagian umat Islam saling berdebat dan sikap antipati, karena berpegang pada kalimat-kalimat yang dijadikan dasar wala’ (kecintaan dan pembelaan) dan bara’ (kebencian dan permusuhan). Tanpa pengkajian intensif dan pemahaman terhadap kandungannya. Sungguh, ini merupakan salah satu penyebab perselisihan. Imam Ibnu Abil ‘Izzi Al Hanafi rahimahullah berkata: “Demikian juga masalah-masalah yang diperselisihkan oleh para imam dalam perkara ushul (pokok-pokok agama) ataupun furu’ (cabang-cabang agama), jika tidak dikembalikan kepada Allah dan kepada Rasul, niscaya al haq akan menjadi kabur. Bahkan orang-orang yang berselisih berada di dalam ketidakjelasan dalam urusan mereka”. Lihat Syarh Al ‘Aqidah Ath Thahawiyah (2/777) dari At Tabshir, hlm. 9-10.
Sabtu, 21 Mei 2011 22:31:26 WIB
Kategori : Bahasan : Bid'ah
Ihwal pembicaran tentang ahlul bid’ah, sebenarnya menarik kita untuk menelaah histori ideologi umat terdahulu, sehingga kita dapat gambaran mereka yang transparan dalam seluruh aspek kehidupan. Seseorang kadang secara tidak sadar, telah terbelenggu dalam atmosfer pemikiran atau karakter mereka. Karenanya, perlu sekali kita menengok sejenak perihal seluk beluk mereka agar tidak terkena getah busuknya. Kiranya, nasehat Khalifah Umar bin Khaththab perlu kita perhatikan. Beliau Radhiyallahu 'anhu pernah mengatakan: “Aku pelajari kejahatan (keburukan) bukan untuk mengaplikasikannya, namun sebagai perisai diri. Barang siapa yang tidak mengetahui hakikat kejahatan, maka dia akan terjerumus di dalamnya”. Yahudi dan Nashara, dua umat masa lampau yang sempat membangun peradaban dan menguasai dunia. Sehingga sedikit banyak akan menjadi kiblat umat lain. Rasulullah telah mensiyalir, sebagian umatnya akan mengekor sunnah (gaya hidup) mereka dalam arti yang luas. Rasulullah bersabda : Kalian benar-benar akan mengikut sunah (gaya hidup) umat sebelum kalian, sehasta demi hasta, sedepa demi sedepa. Sampai kalau mereka memasuki lubang biawak pun, kalian akan mengikutinya. Para shahabat bertanya,” Siapa mereka Ya Rasulullah? Apakah Yahudi dan Nashara? Beliau bersabda,” Siapa lagi kalau (bukan mereka)”
Jumat, 20 Mei 2011 23:11:20 WIB
Kategori : Risalah : Orang Tua
Berbakti kepada orang tua, akan melahirkan banyak kebaikan; terangkatnya musibah, lenyapnya masalah dan kesedihan. Sebagai bukti konkretnya, yaitu kisah tiga orang yang terperangkap di sebuah goa sempit karena sebongkah batu besar menutupi mulut goa. Mereka berdo'a dan bertawasul dengan amal shalih yang pernah mereka kerjakan. Salah seorang di antara tiga orang itu, bertawassul dengan baktinya kepada kedua orang tua. Dia memanjatkan do'a kepada Allah, dengan lantaran baktinya tersebut, hingga akhirnya menjadi sebab sirnanya kesengsaraan yang menghimpit. Dalam kisah nyata ini, seorang mukmin meyakini bahwa bakti kepada orang tua, menjadi salah satu faktor hilangnya musibah. Berbakti kepada orang tua juga akan menggoreskan kenangan kebaikan di benak anak-anaknya. Sehingga anak-anak juga akan menjadi insan-insan yang berbakti kepadanya, sebagai balasan baik dari budinya kepada ayah bundanya dahulu. Sebab, al jaza` min jinsil 'amal, balasan yang diterima oleh seseorang sejenis dengan apa yang dahulu pernah ia kerjakan. Sedangkan balasan akhiratnya, ialah syurga, yang luasnya seluas langit dan bumi. Dikisahkan dari Mua'wiyah bin Jahimah, ia bercerita: Aku bersama Nabi untuk meminta pertimbangan dalam berjihad. Maka Beliau bertanya,"Apakah kedua orang tuamu masih hidup?" Aku jawab,"Ya (masih hidup)!" Beliau berkata,"Temanilah mereka berdua. Sesungguhnya syurga berada di bawah telapak kaki keduanya."
First Prev 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 Next Last
