Rabu, 6 Juli 2011 10:04:28 WIB
Kategori : Dakwah : Firaq
Negeri ini merupakan lahan subur buat pertumbuhan sekian banyak benalu golongan sempalan Islam, apalagi setelah semangat reformasi digaungkan. Dari yang merupakan ‘produk dalam negeri’ atau produk dari luar. Dari yang kesesatannya masih sederhana, sampai pada jenis yang tidak bisa diterima nalar sedikitpun, atau yang terang-terangan bertentangan dengan ushûluddîn (pokok-pokok agama Islam). Syi`ah termasuk ajaran yang muatannya hanya munkarât (kemungkaran-kemungkaran) seperti keyakinan-keyakinan yang rusak, kedustaan bertumpuk-tumpuk, keganjilan yang tidak bisa diterima akal sehat dan kebejatan moral. Apabila ajaran seperti ini berkembang, maka hanya akan mengakibatkan kehancuran dan kerusakan yang nyata di tengah masyarakat. Tentu, ini sangat bertentangan dengan substansi risalah Islam yang datang dengan membawa seluruh jenis kemaslahatan dan memperingatkan dari seluruh mafsadah (bahaya). Untuk mengungkap keburukan ajaran mereka, kunci paling tepat adalah dengan menelaah kandungan buku-buku rujukan Syi‘ah karya tokoh-tokoh yang mereka agungkan semisal, al-Kulaini, al-Majlisi, al-Mufîd, atau Khomaini (Semoga Allâh al-Azîz Azza wa Jalla memperlakukan mereka sesuai dengan tindakan buruk yang pernah mereka lakukan terhadap Islam dan para Sahabat Radhiyallahu ‘anhum). Karya-karya tulis mereka telah membuka kedok dan menelanjangi keburukan rupa ajaran Syi‘ah. Dalam pepatah Arab disebutkan, ahlud dâri adra bimâ fîhâ, penghuni rumah paling tahu tentang isi rumahnya. .
Selasa, 5 Juli 2011 21:46:50 WIB
Kategori : Fiqih : Jual Beli
Diantara salah satu sebab suburnya perbudakan waktu itu adalah seringnya terjadi peperangan antar kabilah dan bangsa, di samping di sana terdapat faktor lain seperti perampokan, perampasan, penculikan, kemiskinan, ketidakmampuan dalam membayar hutang dan lain sebagainya, serta didukung pula dengan adanya pasar budak pada masa itu. Pada zaman Nabi Ibrâhîm Alaihissallam sudah terjadi perbudakan, hal ini ditunjukkan oleh kisah Sarah yang memberikan jariyahnya (budak wanita) yaitu Hajar kepada Nabi Ibrâhîm Alaihissallam untuk dinikahi. Demikian pula pada zaman Ya’qûb Alaihissallam, orang merdeka di masa itu bisa menjadi budak dalam kasus pencurian, yaitu si pencuri diserahkan kepada orang yang ia ambil hartanya untuk dijadikan budak. Kemudian Islam datang mengatur perbudakan ini walaupun tidak mutlak melarangnya. Akan tetapi, hal itu dapat mengurangi perlahan-lahan. Untuk itu Islam menganjurkan untuk membebaskan budak-budak yang beragama Islam, bahkan salah satu bentuk pembayaran kafârah adalah dengan membebaskan budak Muslim. Dewasa ini kita dapati maraknya eksploitasi manusia untuk dijual atau biasa disebut dengan Human Trafficking, terutama pada wanita untuk perzinaan, dipekerjakan tanpa upah dan lainnya, ada juga pada bayi yang baru dilahirkan untuk tujuan adopsi yang tentunya ini semua tidak sesuai dengan syari’ah dan norma-norma yang berlaku (‘urf). Kemudian bila kita tinjau ulang ternyata manusia-manusia tersebut berstatus hur (merdeka).
Senin, 4 Juli 2011 23:17:17 WIB
Kategori : Dakwah : Firaq
Benteng kaum Muslimin diserang dari dalam, kira kira begitulah ungkapan yang dirasakan umat ini atas kejahatan ahli bid’ah khususnya Syiah terhadap Islam, Sunnah dan Ahlu Sunnah. Pengkhianatan dan kekejaman yang dilakukan oleh ahli bid’ah terhadap Islam dan kaum Muslimin sangat banyak terjadi. Ini tidak lain dilandasi oleh keyakinan mereka yang mengkafirkan dan menghalalkan darah orang-orang yang berada di luar kalangan mereka. Kurangnya penghormatan mereka terhadap kehormatan, harta dan darah kaum Muslimin dan kesembronoan mereka dalam menjatuhkan vonis kafir terhadap siapa saja yang tidak sepaham menjadi alasan mereka melakukan semua itu. Tercatat di awal sejarah Islam dua kelompok bid’ah yang melakukannya, yaitu, Syiah dan Khawârij. Akibat dari tindakan pengkhianatan mereka tersebut banyak Sahabat Nabi Radhiyallahu 'anhum yang terbunuh. Mereka tak segan-segan menghalalkan darah Sahabat Radhiyallahu a'nhum, para Ulama dan orang shalih dengan alasan yang mengada-ada tanpa rasa takut dan rasa malu sedikit pun terhadap Allâh Azza wa Jalla. Sejak awal kemunculan kelompok-kelompok bid’ah ini selalu yang menjadi incaran dan targetnya adalah Ahlu Sunnah. Kelompok-kelompok bid’ah itu rela melupakan perbedaan-perbedaan di antara mereka walaupun dalam masalah yang prinsipil untuk bekerja sama dalam mematikan Sunnah dan menghancurkan Ahlu Sunnah
Minggu, 3 Juli 2011 23:24:58 WIB
Kategori : Dakwah : Firaq
Ada tiga faktor yang menyebabkan Syi'ah mudah masuk ke Indonesia. Yaitu: Pertama, kaum Muslimin terbelakang dalam pemahaman terhadap aqidah Islam yang shahîhah (benar) yang berdasarkan al-Qur’ân dan Sunnah. Kedua, mayoritas kaum Muslimin pada saat itu sangat jauh dari manhaj Salafus Shâlih. Mereka hanya sekedar mengenal nama yang agung ini, namun dari sisi pemahaman pengamalan dan dakwah jauh sekali dari pemahaman dan praktek Salaful ummah (generasi terbaik umat Islam). Memang ada sebagian kaum Muslimin yang menyeru kepada al-Qur’ân dan Sunnah, tetapi menurut pemahaman masing-masing tanpa ada satu metode yang akan mengarahkan dan membawa mereka kepada pemahaman yang shahîh (benar). Ketiga, kebanyakan kaum Muslimin termasuk tokoh-tokoh mereka di negeri ini kurang paham atau tidak paham sama sekali tentang ajaran Syi'ah yang sangat berbahaya terhadap Islam dan kaum Muslimin, bahkan bagi seluruh umat manusia. Pemahaman mereka terhadap ajaran Syi'ah sebatas Syi'ah sebagai madzhab fiqh, sebagaimana madzhab-madzhab yang ada dalam Islam yang merupakan hasil ijtihad para ulama seperti Imam Syafi’i, Abu Hanîfah, Mâlik, dan Ahmad dan lain-lain. Mereka mengira perbedaan antara Syi’ah dengan madzhab yang lain hanya pada masalah khilâfiyah furû’iyyah (perbedaan kecil). Oleh karena itu, sering kita dengar, para tokoh Islam di negeri kita ini mengatakan bahwa tidak ada perbedaan antara kita dengan Syi'ah kecuali sekedar perbedaan furu’iyyah.
Sabtu, 2 Juli 2011 23:37:02 WIB
Kategori : Dakwah : Firaq
Problematika yang timbul dari keberadaan penganut ajaran Ahmadiyah di tengah kaum muslimin tetap saja akan mencuat. Seiring dengan agresivitas golongan yang pertama kali muncul di daratan India itu dalam menyebarluaskan pemahaman-pemahaman si Nabi Palsu, antek penjajah Inggris. Sebagian orang meyakini kalau Ahmadiyah hanya sekedar firqoh (golongan sempalan) dalam Islam. Sebuah golongan yang mempunyai furû (dalam masalah fikih misalnya) yang berbeda dari golongan lainnya. Tidak ada titik perbedaan selain ini. Pendapat demikian ini dipatahkan oleh Syaikh Ihsân Ilâhi Zhâhir rahimahullah. Dalam keterangan beliau, seorang muslim hendaknya tahu betapa besar kesalahan asumsi di atas. Pasalnya, golongan yang juga dikenal nama Qadiyaniah tidak mempunyai hubungan apapun dengan Islam. Hanya saja mereka mengenakan baju Islam untuk mengecoh kaum muslimin. Berikut ini 2 (dua) fakta dari kitab-kitab mereka yang menguatkan kesimpulan tersebut, baik tulisan maupun pernyataan sang Nabi Palsu atau para penerus aqidah sesatnya. Bila seorang muslim meninggal, maka tidak akan disholati oleh Ahmadiyyûn, juga tidak boleh dikuburkan di pemakaman mereka. Selain itu pula, pernikahan antara seorang lelaki yang menganut agama Islam yang dibawa Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam dengan wanita penganut ajaran Nabi Palsu Mirza Ghulam Ahmad (semoga memperoleh hukuman setimpal dari Allah Azza wa Jalla) tidak boleh terjadi.
Jumat, 1 Juli 2011 23:29:34 WIB
Kategori : Al-Masaa'il
Persaudaraan (almuâkhâh) yang dijalin oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam antara kaum Muhâjirîn dan Anshar sudah merupakan salah satu solusi untuk meminimalisir problematika di atas. Kaum Anshar sudah mencurahkan segala kemampuan dalam rangka membantu kaum Muhâjirîn. Namun sebagian kaum Muhâjirîn ini masih membutuhkan tempat tinggal. Ditambah lagi, intensitas gelombang hijrah yang tak kunjung berhenti, terutama sampai menjelang perang Khandaq. Tak diragukan, bila kondisi ini mendorong Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam mulai memikirkan tempat berteduh bagi orang-orang fakir yang sudah menetap di Madinah. Momen yang tepat pun datang. Manakala perintah pengalihan arah kiblat datang dari arah Masjidil Aqsha ke arah Ka’bah, akibatnya tembok yang sebelumnya berada di depan, kini menjadi di belakang masjid. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan agar tempat itu diberi atap. Akan tetapi, bagian sisi-sisi pinggirnya masih dibiarkan terbuka tanpa tembok penutup. Itulah tempat yang kemudian dikenal dengan shuffah yang akan menjadi tempat tinggal bagi kaum Muhâjirîn yang papa. Secara pasti, tidak diketahui berapa luas shuffah. Tapi yang jelas, tempat itu bisa menampung banyak orang. Sampai-sampai Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah menjadikan tempat itu sebagai tempat walîmah (acara makan makan) yang dihadiri oleh 300 orang.
First Prev 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 Next Last
