Selasa, 12 Juli 2011 22:57:00 WIB
Kategori : Bahasan : Tauhid
Mari kita perhatikan komentar-komentar berikut: “Hati-hati lho, ini tempat angker, hih…!”, “Awas, janganjangan, ada penunggunya..!?”, “Jangan sembarangan ah, aku takut mereka marah…!”, “Kalau mau selamat, berikan dulu sesajian…!”, “Hih…, tempat itu ngeri.!”. Semua ini adalah tebak reka penulis terhadap kalimat-kalimat yang mungkin diucapkan oleh sebagian orang saat berada di tempat-tempat yang dianggap seram. Demikian itu sebagai ungkapan rasa takut dan kekhawatiran mendapat celaka yang terjadi atas diri mereka di tempat tersebut. Bukan rahasia, yang mereka takuti itu adalah para jin atau setan yang dianggap dapat memberikan madharat (celaka) pada kondisi-kondisi tertentu. Parahnya, setelah ketakutan itu menghantui diri manusia yang lemah tauhid, sering kali mereka berlindung dari celaka dan ketakutan dengan cara-cara yang dapat merusak kesucian tauhid, bahkan memusnahkannya. Mereka menyandarkan diri kepada berbagai bentuk sesajen; sesajian berbungkus mistik kelam untuk meredam ketakutan mereka dan mencari ketenangan. Tanpa mereka sadari, tauhid dalam jiwa mereka rusak, seakan tiada mengenal Allah Azza wa Jalla. Padahal, tak satu pun yang berhak diminta perlindungannya selain Allah Azza wa Jalla yang Maha Kuasa. Tiada satu pun yang mampu memberikan perlindungan selain Allah Azza wa Jalla yang Maha Agung lagi Maha Kuasa atas segalanya. Satu hal yang dapat melegakan kita bahwa setan, binatang buas, manusia atau siapapun tidaklah dapat mendatangkan manfaat atau menimpakan madharat melainkan dengan izin Allah Azza wa Jalla.
Senin, 11 Juli 2011 23:26:45 WIB
Kategori : Fiqih : Makanan
Di antara berbagai macam persoalan yang seringkali di hadapi manusia adalah persoalan kesehatan, makanan dan keuangan serta kesenangan. Secara alami, manusia selalu mencari cara agar dapat bertahan guna memenuhi kebutuhan tersebut, baik dengan memanfaatkan sumber alam maupun hewan. Namun, persoalannya adalah sejauh mana cara yang dilakukan manusia tersebut agar berguna dan bermanfaat bagi dirinya, tanpa harus melakukan dan mengerjakan sesuatu yang bertentangan dengan syariat. Namun demikian, seiring dengan perkembangan zaman dan kompleksnya persoalan hidup, akhirnya manusia berhadapan dengan jalan, dimana mereka harus menentukan pilihan hidup. Kemudian, manusia dituntut untuk mengambil sikap, jalan mana yang harus ditempuh. Hal ini semakin kompleks dengan jauhnya mereka dari tuntunan ajaran Islam yang suci, sehingga mereka mengambil kesenangan dan makanan tanpa melihat lagi kehalalan dan keharamannya. Kehidupan manusia tidak lepas dari lingkungan sekelilingnya, baik berupa hewan maupun yang lainnya. Di antara hewan yang sering berada di sekitar manusia adalah anjing. Dewasa ini banyak orang memelihara anjing untuk dikonsumsi dan dijadikan sarana hiburan penyenang hati. Melihat ini semua perlu sedikit dijelaskan permasalahan anjing melalui perspektif syariat.
Minggu, 10 Juli 2011 22:30:16 WIB
Kategori : Dakwah : Firaq
Akan tetapi, tahukah Anda apa ideologi sekte Syi’ah tentang Allah Azza wa Jalla.? Simaklah ideologi mereka dari riwayat yang termaktub dalam kitab terpercaya mereka, yaitu Al-Kâfi karya al-Kulaini : Abu Hâsyim al-Ja’fari menuturkan, “Pada suatu hari aku berkunjung ke rumah Abul Hasan (Ali bin Muhammad-pen) ‘alaihissalâm sepeninggal putranya Abu Ja’far (Muhammad-pen). Kala itu aku berencana mengatakan, “Seakan kejadian yang menimpa Abu Ja’far dan Abu Muhammad (al-Hasan bin Ali ) pada saat ini serupa dengan yang dialami oleh Abul Hasan Mûsa dan Ismâîl putra Ja’far bin Muhammad ‘alaihimussalâm. Kisah keduanya (Ali dan Muhammad bin Muhammad) serupa dengan kisah keduanya (Mûsa dan Ismâîl bin Ja’far), dikarenakan Abu Muhammad al-Murji menjadi imam sepeninggal Abu Ja’far ‘alaihissalâm. Tiba-tiba Abul Hasan menatapku sebelum aku sempat mengucapkan sepatah katapun, lalu ia berkata, “Benar, wahai Abu Hâsyim, Allah memiliki pendapat baru tentang Abu Muhammad sepeninggal Abu Ja’far yang sebelumnya tidak Dia ketahui. Sebagaimana sebelumnya muncul pendapat baru pada Mûsa (bin Ja’far) sepeninggal Ismâîl (bin Ja’far) suatu pendapat baru yang selaras dengan keadaannya. Kejadian ini sebagaimana yang terbetik dalam jiwamu, walaupun orang-orang yang sesat tidak menyukainya.” Demikianlah Saudaraku! sekte Syi’ah meyakini adanya perubahan pada pengetahuan dan kehendak Allah Azza wa Jalla, sehingga dia berubah pendapat dan keinginan karena terjadi sesuatu yang di luar pengetahuan dan kehendak-Nya. Menurut hemat Anda, mungkinkah seorang Muslim memiliki keyakini semacam ini?!
Sabtu, 9 Juli 2011 22:44:50 WIB
Kategori : Dakwah : Firaq
Penyusun kitab al-Anwârun-Nu’mâniyyah (1/81-82) berkata : “Telah datang riwayat-riwayat yang khusus-yakni dari Syi’ah karena ahlus Sunnah menurut mereka adalah orang-orang awam-, “Sesungguhnya setan dirantai dengan tujuh puluh rantai dari besi Jahannam, dan ia dibawa ke mahsyar (tempat berkumpul). Maka, setan melihat ada seorang laki-laki di depannya yang dibawa oleh Malaikat Adzab, dalam keadaan di lehernya ada seratus dua puluh rantai dari rantairantai Jahannam. Lalu, setan mendekat kepadanya dan ia bertanya (kepada orang itu): ‘Apakah gerangan yang telah diperbuat oleh orang celaka ini sehingga dia diadzab lebih dariku, padahal akulah yang menyesatkan makhluk dan membawa mereka kepada kebinasaan?’ Maka, ‘Umar menjawab pertanyaan setan itu: “Tidak ada sesuatu pun yang aku kerjakan selain sesungguhnya aku telah merampas khilâfah ‘Ali bin Abi Thâlib’. Kemudian si Majusi yang bernama Ni’matullah al-Jazâ-iri ini memberi komentar: “Zhahirnya bahwa dia -yakni Umar- manganggap kecil apa yang menyebabkan dirinya menjadi celaka dan bertambah adzabnya, padahal dia tidak tahu, bahwa setiap yang terjadi di dunia ini sampai hari Kiamat berupa kekufuran dan kemunafikan dan berkuasanya orang-orang yang durhaka dan zhalim, tidak lain melainkan disebabkan oleh perbuatannya ini.”
Jumat, 8 Juli 2011 23:34:16 WIB
Kategori : Al-Masaa'il
Adanya riwayat-riwayat serta atsar-atsar yang menceritakan kejelekan para sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, merupakan peluang besar bagi musuh-musuh Islam, baik dari dalam maupun dari luar, untuk berebut menghancurkan pilar-pilar Islam. Para Sahabat Radhiyallahu ‘anhum adalah sanad pertama bagi sampainya Islam kepada seluruh kaum Muslimin di dunia. Jika sanad ini runtuh, maka runtuhlah kepastian kebenaran Islam. Pada gilirannya, kaum Muslimin pun tidak akan memiliki persepsi yang satu tentang Islam. Mereka akan berselisih pemahaman, dan akhirnya akan terpecah belah. Maka terpuruklah mereka. “Perbedaan persepsi, perselisihan paham dan perbedaan madzhab akan mengakibatkan perpecahan fisik”. Apalagi jika masalahnya menyangkut masalah prinsip ajaran Islam. Sebelum menjawab secara garis besar tentang riwayat-riwayat ini, perlu diingatkan kembali, bahwa kewajiban setiap orang beriman ialah memuji, mendoakan, memohonkan ampun, menyanjung, serta tidak mencela sahabat Radhiyallahu ‘anhum. Itulah sikap Ahlu Sunnah wal-Jama’ah terhadap para sahabat Radhiyallahu ‘anhum. Dalil-dalil tentang itu sangat banyak dan sudah banyak ditulis.
Kamis, 7 Juli 2011 22:17:18 WIB
Kategori : Dakwah : Firaq
Syaikh DR Ibrâhim ar-Ruhaili hafizhahullâh mengomentari riwayat-riwayat di atas dengan berkata: “Riwayat-riwayat itu menunjukkan bagaimana kedudukan taqiyah dalam pandangan mereka dan derajatnya yang agung dalam agama mereka. Sebab taqiyah menurut Syiah termasuk prinsip agama yang terpenting. Tidak ada keimanan sempurna bagi orang yang tidak bertaqiyah. Orang yang meninggalkan taqiyah, laksana meninggalkan shalat. Bahkan taqiyah itu melebihi seluruh rukun Islam. Taqiyah mewakili Sembilan persepuluh agama mereka. Sementara rukun-rukun Islam dan kewajiban-kewajiban lain hanya terletak pada sepersepuluh bagian yang tersisa saja.” Syaikhul Islam rahimahullah memaparkan: “Sebagaimana (telah dimaklumi), mereka orang yang paling buta terhadap ayat-ayat al-Qur`ân, hadits-hadits dan atsar dan paling tidak tahu bagaimana cara memilah-milah antara dalil yang shahîh dan yang lemah. Pijakan mereka dalam dalildalil naqli adalah sejarah yang terputus sanadnya. Bahkan kebanyakan riwayat itu berasal dari orang-orang yang telah dikenal akan kedustaan dan bahkan juga kekufurannya. Ulama mereka berpegangan pada riwayat seperti Abu Mikhnaf, Luth bin Yahya, Hisyâm bin Muhammad bin Sâib dan orang-orang lainnya yang kedustaannya sudah tidak asing lagi di kalangan Ulama (Islam). Anehnya, orangorang seperti mereka itu merupakan orang-orang itu penting bagi Syiah dalam urusan riwayat…”
First Prev 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 Next Last
