Jumat, 10 Desember 2004 14:08:37 WIB
Kategori : Dakwah : Firaq
Jamaah Tabligh tidak berdiri (berdasarkan) atas manhaj kitabullah dan sunnah rasul-Nya 'alaihi salawat wa salam, dan apa yang dipegang oleh salafuu sholeh. Kalau seandainya perkaranya seperti itu, maka tidaklah boleh khuruj bersama mereka, karena hal itu bertentangan dengan manhaj kita dalam menyampaikan manhaj salafus sholeh. Maka dalam medan dakwah kepada Allah, yang keluar itu adalah orang yang berilmu, adapun orang-orang yang keluar bersama mereka, yang wajib mereka lakukan adalah untuk tetap tinggal di negeri mereka dan memperlajari ilmu di mesjid-mesjid mereka, sampai-sampai mesjid-mesjid itu mengeluarkan ulama yang melaksanakan tugas dalam dakwah kepada Allah. Dan selama kenyataanya masih seperti itu, maka wajiblah atas penuntut ilmu (pelajar) untuk mendakwahi mereka-mereka itu (Jamaah Tabligh-pent) di dalam rumah mereka sendiri, agar mempelajari kitab dan sunnah dan mengajak manusia kepadanya.
Jumat, 10 Desember 2004 06:28:10 WIB
Kategori : Kitab : Manhaj Salaf
"Akan datang kepada umatku apa yang telah datang kepada Bani Israil sama persis dan tidak berbeda sampai seandainya ada pada mereka orang yang menikahi ibunya terang-terangan maka akan ada pada umatku orang yang melakukan seperti itu, sesungguhnya Bani Israil telah berpecah belah menjadi tujuh puluh satu golongan dan umatku akan berpecah belah menjadi tujuh puluh tiga golongan semuanya di neraka kecuali satu. Ada yang bertanya : siapakah yang satu itu wahai Rasulullah ? Beliau menjawab : (yang berada diatas) apa yang aku dan sahabatku berada padanya sekarang". Kesimpulan hadits diatas : Para sahabat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah orang-orang yang mencontoh dan meneladani Rasulllah sehinnga dipuji oleh Allah dalam Al-Qur'an.
Kamis, 9 Desember 2004 12:54:19 WIB
Kategori : Bahasan : Assunnah
Ahmad bin Hanbal merupakan seorang imam yang paling banyak menghimpun Hadits dan berpegang teguh padanya, sehingga beliau benci menjamah kitab-kitab yang memuat masalah furu' dan ra'yu. Beliau menyatakan sebagai berikut : "Janganlah engkau taqlid kepadaku atau kepada Malik, Sayfi'i, Auza'i dan Tsauri, tetapi ambillah dari sumber mereka mengambil. Pada riwayat lain disebutkan : "Janganlah kamu taqlid kepada siapapun mereka dalam urusan agamamu. Apa yang datang dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dan para sahabatnya, itulah hendaknya yang kamu ambil. Adapun tentang tabi'in, setiap orang boleh memilihnya (menolak atau menerima)" Kali lain dia berkata : "Yang dinamakan ittiba' yaitu mengikuti apa yang datang dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dan para sahabatnya, sedangkan yang datang dari para tabi'in boleh dipilih". "Pendapat Auza'i, Malik dan Abu Hanifah adalah ra'yu (pikiran). Bagi saya semua ra'yu sama saja, tetapi yang menjadi hujjah agama adalah yang ada pada atsar (Hadits)"
Kamis, 9 Desember 2004 06:54:06 WIB
Kategori : Fiqih : Haji & Umrah
Ulama menyatakan bahwa satu umrah tidak dapat diniatkan untuk dua orang. Satu umrah hanya untuk satu orang. Adakalanya untuk seseorang, atau untuk bapaknya atau untuk ibunya. Dan tidak mungkin seseorang niat umrah untuk dua orang. Dan jika dia melakukan demikian itu maka umrahnya tidak untuk kedua orang, tapi menjadi untuk dirinya sendiri. Tapi saya ingin mengatakan, bahwa seyogianya seseorang menjadikan amal shaleh yang dilakukan diniatkan untuk dirinya sendiri, baik umrah, haji, sedekah, shalat, membaca Al-Qur'an atau yang lainnya. Sebab seseorang butuh kepada amal-amal shalih tersebut yang akan datang kepadanya hari yang dia berharap bila dalam catatan amalnya terdapat suatu kebaikan. Dan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak pernah membimbing umatnya untuk memalingkan amal shalihnya kepada bapaknya atau ibunya, juga tidak kepada orang yang masih hidup atau orang yang telah meninggal.
Kamis, 9 Desember 2004 06:42:47 WIB
Kategori : Fiqih : Haji & Umrah
Jika seorang Muslim meninggal dan belum haji sedangkan dia memenuhi syarat kewajiban haji maka hajinya wajib digantikan dari harta yang ditinggalkan, baik dia mewasiatkan untuk dihajikan maupun tidak. Dan jika orang yang menggantikan hajinya bukan anaknya sendiri namun dia anak yang sah melakukan haji dan juga telah haji maka hajinya sah untuk menggantikan orang lain dan telah mencukupi dari gugurnya kewajiban. Adapun penilaian haji seseorang yang menggantikan orang lain, apakah pahala hajinya seperti jika dilakukan sendiri, lebih sedikit, atau lebih banyak, maka demikian itu kembali kepada Allah. Dan tidak syak bahwa yang wajib bagi seseorang adalah segera haji jika telah mampu sebelum dia meninggal berdasarkan beberapa dalil yang menunjukkan hal tersebut dan dikhawatirkan dosa karena menunda-nunda.
Rabu, 8 Desember 2004 13:12:35 WIB
Kategori : Dakwah : Syubhat
Tidak seorangpun yang boleh menentang atau merubah hukum-hukum yang telah disyari'atkan Allah kepada para hamba-Nya dan yang telah dijelaskan di dalam kitabNya yang mulia atau berdasarkan ucapan RasulNya yang terpercaya seperti hukum-hukum tentang warisan, shalat lima waktu, zakat, puasa dan semisalnya yang juga telah diterangkan Allah kepada para hambaNya serta telah disepakati umat. Sebab, ia adalah tasyri' (produk hukum) yang sudah valid untuk umat ini pada masa Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam dan juga sepeninggal beliau hingga Hari Kiamat. Di antaranya, adanya prioritas bagi kaum lelaki atas kaum wanita mulai dari anak-anak lelaki, cucu laki-laki, saudara laki-laki sekandung dan sebapak. Wajib mengamalkan hal itu atas dasar keyakinan dan keimanan, sebab Allah telah menjelaskannya dalam kitabNya yang mulia.
First Prev 339 340 341 342 343 344 345 346 347 348 349 Next Last
