Jumat, 4 Agustus 2006 01:02:08 WIB
Kategori : Bahasan : Hadits (1)
Hadits-hadits shahih ini menunjukkan bahwa sesungguhnya bagi orang yang digoda oleh syetan dengan bisikannya, “Siapakah yang menciptakan Allah?”, dia harus menghindari perdebatan dalam menjawabnya, dengan mengatakan apa yang telah ada dalam hadits-hadits tersebut. Lebih amannya ialah dia mengatakan : “Saya beriman kepada Allah dan RasulNya. Allah Esa, Allah tempat meminta. Tidak beranak dan tidak diperanakkan. Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia”. Kemudian hendaklah dia berisyarat meludah ke kiri tiga kali dan memohon perlindungan kepada Allah dari godaan syetan, serta menepis keragu-raguan itu”. Pelajaran dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ini jelas lebih bermanfaat dan lebih dapat mengusir keraguan daripada terlibat dalam perdebatan logika yang sengit diseputar persoalan ini.
Rabu, 2 Agustus 2006 15:59:34 WIB
Kategori : Alwajiz : Hukum & Pidana
Al-Huduud ( اَلْحُدُوْدُ ) adalah bentuk jamak dari hadd ( حَدٌّ ). Asalnya berarti sesuatu yang menghalangi antara dua hal. Hadd juga bisa berarti pencegah (penghalang). Adapun secara istilah yaitu hukuman terhadap maksiat, yang telah ditetapkan batasannya secara syar’i untuk mencegah agar (maksiat tersebut) tidak terulang. Al-Qur-an dan as-Sunnah telah menetapkan batasan hukuman untuk beberapa tindak pidana tertentu, pidana-pidana itu dinamakan jaraa-imul huduud (اَلْجَرَائِمُ الْحُدُوْدُ), yaitu pidana-pidana yang mempunyai hukuman hadd. Pidana-pidana itu adalah zina, tuduhan zina, pencurian, mabuk, perampokan, murtad, pemberontakan. Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu, ia berkata, “Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:“Dilaksanakannya suatu hukum hadd di muka bumi, lebih baik bagi penduduknya dari pada turunnya hujan selama 40 hari.” Dari ‘Ubadah bin ash-Shamit Radhiyallahu 'anhu, ia berkata, “Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: “Tegakkanlah hadd-hadd Allah kepada karib kerabat maupun orang yang jauh. Janganlah kalian pedulikan celaan orang yang mencela di jalan Allah.”
Selasa, 1 Agustus 2006 15:58:31 WIB
Kategori : Kitab : Aqidah (Syarah)
Ahlus Sunnah membolehkan bermu’amalah dengan orang-orang kafir, sebagaimana dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan para Sahabat Radhiyallahu anhum. Di antara mu’amalah yang dibolehkan menurut syar’i adalah: Boleh melakukan transaksi dengan mereka dalam perdagangan, sewa menyewa dan jual beli barang, selama alat tukar, dan barangnya dibenarkan menurut syari’at Islam. Wakaf mereka dibolehkan selama pada hal-hal di mana wakaf terhadap kaum Muslimin dibolehkan. Misalnya, derma terhadap fakir miskin, perbaikan jalan, derma terhadap Ibnu Sabil dan semacamnya. Boleh memberi pinjaman dan atau meminjam dari mereka walaupun dengan cara menggadaikan barang. Sebab diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam wafat sedangkan baju perangnya digadaikan kepada seorang Yahudi dengan 30 sha' gandum. Haram mengizinkan mereka untuk membangun rumah ibadah bagi mereka di negeri Muslim. Kaum Muslimin dan para pejabat Muslim tidak boleh sekali-kali mengizinkan membangun rumah ibadah orang kafir, apakah gereja, kelenteng, atau yang lainnya.
Senin, 31 Juli 2006 15:04:07 WIB
Kategori : Kitab : Qadha & Qadar
Mereka yang menganut pendapat ini sebenarnya telah mengingkari salah satu aspek dari rububiyah Allah, dan berprasangka bahwa ada dalam kerajaan Allah ini apa yang tidak dikehendaki dan tidak diciptakanNya. Padahal Allah-lah yang menghendaki segala sesuatu, menciptakannya dan menentukan qadar (taqdir)nya. Sekarang, kalau semuanya kembali kepada kehendak Allah dan segalanya berada di Tangan allah, lalu apakah jalan dan upaya yang akan ditempuh seseorang apabila dia telah ditakdirkan Allah tersesat dan tidak mendapat petunjuk? Jawabnya : bahwa Allah menunjuki orang-orang yang patut mendapat petunjuk dan menyesatkan orang-orang yang patut menjadi sesat. Firman Allah : "Maka tatkala mereka berpaling (dari kebenaran), Allah memalingkan hati mereka dan Allah tiada memberi petunjuk kepada kaum yang fasik."
Minggu, 30 Juli 2006 13:58:36 WIB
Kategori : Dakwah : Nahi Mungkar
Pada prinsipnya, Al-Amru bil Ma’ruf wan Nahyu anil Munkar” (perintah kepada kebaikan dan mencegah dari kemungkaran) dilakukan dengan lemah lembut dan penuh kasih sayang, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala. “ Serulah (manusia) kepada jalan Rabbmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik ….” . Demikian pula firmanNya kepada Nabi Musa dan Nabi Harun ‘Alaihis Salam. “ Pergilah kamu berdua kepada Fir’aun, sesungguhnya dia telah melampui batas. Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut” . Namun demikian, apabila kemunkaran tidak berubah kecuali dengan menggunakan semacam kekasaran/kekerasan, maka tidaklah mengapa bila digunakannya.
Sabtu, 29 Juli 2006 11:39:26 WIB
Kategori : Dakwah : Syubhat
Semua rizki berada di tangan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Bisa saja tindakannya meninggalkan maksiat menjadi penyebab datangnya rizki, karena firman Allah Subhanahu wa Ta’ala. “ Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya” . Rizki dari Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak akan bisa didapatkan karena kemaksiatan kecuali atas dasar istidraj (memperdaya/memberikan tempo). Apabila anda melihat seseorang yang diberikan Allah rizki yang melimpah kepadanya, sedangkan dia tetap melakukan maksiat, maka ini adalah istidraj dari Allah kepadanya, karena Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam KitabNya. “Dan begitulah adzab Rabbmu, apabila Dia mengadzab penduduk negeri-negeri yang berbuat zhalim. Sesungguhnya adzabNya itu adalah sangat pedih lagi keras”
First Prev 229 230 231 232 233 234 235 236 237 238 239 Next Last
