Rabu, 12 Maret 2008 04:41:06 WIB
Kategori : Risalah : Pakaian, Hiasan
Jika menyerupai wanita kafir, maka hukumnya tidak boleh, berdasarkan hadits riwayat Ibnu Umar. “Barangsiapa menyerupai suatu kaum maka ia bagian darinya” . Demikian pula apabila mecukurnya seperti lelaki, dengan mencukur pendek, atau hingga ke dua telinga –yang biasa disebut lammah- yaitu rambut yang melampui ujung daun telinga dan belum mencapai pundak. Tidak diragukan bahwa mencukur pendek lebih besar (dosanya) daripada mencukur sebatas bawah telinga. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melaknat wanita-wanita yang menyerupai lelaki, dan perbuatan tersebut merupakan dosa besar. Apabila tidak dengan tujuan menyerupai, tetapi dengan tujuan lain yang bukan untuk berhias, seperti karena tidak mampu memelihara, atau karena terus memanjang hingga menyebabkan kesulitan baginya, maka para ulama memperbolehkan sebatas keperluan.
Selasa, 11 Maret 2008 15:22:48 WIB
Kategori : Wanita : Fiqih Shalat
Berdasarkan ini Imam Al-Bukhari mengkategorikan hadits ini dalam “Bab Pembatas Shalat Di Mekkah Dan Tempat Lainnya”, dengan demikian hadits ini bersifat umum, sehingga jika seseorang wanita berjalan di antara orang yang sedang shalat dengan tempat sujudnya, atau jika seorang wanita berjalan di antara orang yang sedang shalat dengan pembatasnya, atau jika seorang wanita berjalan di antara orang yang sedang shalat dengan pembatasnya, maka wajib bagi orang yang melakukan shalat itu untuk mengulangi shalat tersebut, kecuali jika yang sedang shalat ini adalah seorang makmum yang shalat di belakang imam, karena pembatas pada imam adalah juga merupakan pembatas bagi orang yang shalat di belakangnya. Dengan demikian dibolehkan bagi seseorang untuk berjalan dihadapan orag yang shalat di belakang imam dan tidak berdosa.
Senin, 10 Maret 2008 10:11:21 WIB
Kategori : Wanita : Thaharah
Laki-laki wajib mandi karena telah orgasme. Adapun wanita tidak wajib mandi. Karena syarat wajibnya mandi ialah memasuki. Seperti diketahui bahwa letak khitan ialah pucuk penis hingga sekitar pergelangan penis. Jika memang demikian, maka tidak bisa menyentuh tempat khitan wanita kecuali setelah pucuk penis memasukinya. Karena itu, kita mensyaratkan tentang wajibnya mandi karena persetubuhan bila pucuk kemaluan telah masuk. Disinyalir pada sebagian lafazh (redaksi) hadits ‘Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash. "Jika dua khitan (atau kemaluan) telah bertemu dan pucuk penis telah masuk, maka wajib mandi." Adapun orang yang telah mandi janabah kemudian mani keluar darinya setelah mandi, maka dia sudah cukup dengan mandinya tersebut dan ia tidak wajib mandi lagi. Ia hanya wajib beristinja dan berwudhu’,
Minggu, 9 Maret 2008 10:49:33 WIB
Kategori : Wanita : Thaharah
Penanya tidak menyebutkan dalam pertanyaannya bahwa ia merasa sperma keluar karena mencumbui isterinya. Ia hanyalah menyebutkan bahwa dia melihat cairan di celana dalam-nya. Tampaknya, wallaahu a’lam, bahwa apa yang dilihatnya adalah madzi, bukan mani. Madzi adalah najis yang mengharuskan untuk menyuci kemaluan, dan tidak membatalkan puasa menurut pendapat yang shahih dari pendapat-pendapat para ulama. Ia juga tidak wajib mandi karenanya. Adapun jika yang keluar adalah mani, maka ia wajib mandi dan membatalkan puasa. Mani adalah suci, hanya saja ia kotor dan disyari’atkan mencuci bagian pakaian atau celana yang terkena mani. Orang yang berpuasa disyari’atkan menjaga puasanya dengan meninggalkan segala hal yang akan membangkitkan syahwatnya, seperti bercumbu dan sejenisnya.
Sabtu, 8 Maret 2008 10:20:18 WIB
Kategori : Wanita : Wasiat
Dikisahkan bahwa di Bashrah terdapat para wanita ahli ibadah, di antaranya adalah Ummu Ibrahim al-Hasyimiyah. Ketika musuh menyusup ke kantong-kantong perbatasan wilayah Islam, maka orang-orang tergerak untuk berjihad di jalan Allah. Kemudian ‘Abdul Wahid bin Zaid al-Bashri berdiri di tengah orang-orang sambil berkhutbah untuk menganjurkan mereka berjihad. Ummu Ibrahim ini menghadiri majelisnya. ‘Abdul Wahid meneruskan pembicaraannya, kemudian menerangkan tentang bidadari. Dia menyebutkan pernyataan tentang bidadari, dan bersenandung untuk menyifatkan bidadari. Maka sebagian orang bergerak pada sebagian lainnya, dan majelis itu pun bergerak. Lalu Ummu Ibrahim menyeruak dari tengah orang-orang seraya berkata kepada 'Abdul Wahid, “Wahai Abu 'Ubaid, bukankah engkau tahu anakku, Ibrahim. Para pemuka Bashrah meminangnya untuk puteri-puteri mereka, tetapi aku memukulnya di hadapan mereka. Demi Allah, gadis (bidadari) ini mencengangkanku dan aku meridhainya menjadi pengantin untuk puteraku.
Jumat, 7 Maret 2008 15:49:06 WIB
Kategori : Wanita : Wasiat
Abul Faraj Ibnu al-Jauzi mengatakan bahwa al-Ashma’i berkata, “Aku dan kawanku keluar menuju dusun, lalu kami tersesat jalan. Tiba-tiba kami menjumpai gubuk di kanan jalan, lalu kami menuju ke sana dan mengucapkan salam. Ternyata seorang wanita menjawab salam kami seraya bertanya, ‘Siapa kalian?’ Kami menjawab, ‘Kaum yang tersesat jalan. Kami datang kepada kalian untuk mengunjungi kalian.’ Ia mengatakan, ‘Wahai kaum, palingkan wajah kalian dariku hingga aku menyelesaikan apa yang menjadi hak kalian.’ Kami pun melakukannya, lalu ia melemparkan kepada kami alas tidur seraya mengatakan, ‘Duduklah di situ hingga puteraku datang.’ Kemudian dia melihat-lihat kedatangan puteranya hingga dia bisa melihatnya seraya mengatakan, ‘Aku memohon kepada Allah keberkahan orang yang datang. Unta itu adalah unta puteraku, sedangkan yang menungganginya bukan puteraku.
First Prev 151 152 153 154 155 156 157 158 159 160 161 Next Last
