Makna Hadits Nabi Shallallahu Alaihi Wa Sallam : Maailat Mumiilaat

Minggu, 30 Maret 2008 07:31:32 WIB
Kategori : Bahasan : Hadits (1)

Orang yang masuk neraka dari golongan ahli maksiat tidak akan kekal dalam neraka seperti kekalnya orang kafir. Bahkan kekalnya orang yang membunuh, pezina atau orang yang bunuh diri di neraka tidak seperti kekalnya orang kafir. Kekalnya mereka di neraka ada batasnya menurut Ahlus Sunnah wal Jama’ah, tidak seperti Khawarij dan Mu’tazilah serta orang yang mengikuti manhaj mereka dari golongan ahli bid’ah (yang mengatakan bahwa mereka kekal sebagaimana orang kafir, tidak ada batasnya). Hadits-hadits shahih banyak diriwayatkan dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menunjukkan adanya syafaat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam atas umatnya yang termasuk ahli maksiat, dan Allah Subhanahu wa Ta’ala menerima syafaat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tersebut berkali-kali. Setiap kali mengabulkan syafa’at, digariskan suatu batas, dan membebaskan mereka dari Neraka.

Hukum Thiyarah (Tathayyur, Menganggap Sial Karena Sesuatu)

Sabtu, 29 Maret 2008 13:23:20 WIB
Kategori : Kitab : Aqidah (Syarah)

Ahlus Sunnah tidak percaya kepada thiyarah atau tathayyur. Tathayyur atau thiyarah yaitu merasa bernasib sial karena sesuatu. Diambil dari kalimat: زَجَرَ الطَّيْرَ (menerbangkan burung). Ibnul Qayyim (wafat th. 751 H) rahimahullah berkata: “Dahulu, mereka suka menerbangkan atau melepas burung, jika burung itu terbang ke kanan, maka mereka menamakannya dengan ‘saa-ih’, bila burung itu terbang ke kiri, mereka namakan dengan ‘baarih’. Kalau terbangnya ke depan disebut ‘na-thih’, dan manakala ke belakang, maka mereka menyebutnya ‘qa-id’. Sebagian kaum bangsa Arab menganggap sial dengan ‘baarih’ (burungnya terbang ke kiri) dan menganggap mujur dengan ‘saa-ih’ (burungnya terbang ke kanan) dan ada lagi yang berpendapat lain.” Tathayyur (merasa sial) tidak terbatas hanya pada terbangnya burung saja, tetapi pada nama-nama, bilangan, angka, orang-orang cacat dan sejenisnya. Semua itu diharamkan dalam syari’at Islam dan dimasukkan dalam kategori perbuatan syirik oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, karena orang yang bertathayyur menganggap hal-hal tersebut membawa untung dan celaka. Keyakinan seperti ini jelas menyalahi keyakinan terhadap taqdir (ketentuan) Allah Azza wa Jalla.

Ahlus Sunnah Melarang Memakai Jimat

Jumat, 28 Maret 2008 11:41:35 WIB
Kategori : Kitab : Aqidah (Syarah)

Kata tamaa-im adalah bentuk jamak dari tamimah, yaitu sesuatu jimat yang dikalungkan di leher atau bagian dari tubuh seseorang yang bertujuan mendatangkan manfaat atau menolak mudharat, baik kandungan jimat itu adalah Al-Qur-an, atau benang atau kulit atau kerikil dan semacamnya. Orang-orang Arab biasa menggunakan jimat bagi anak-anak mereka sebagai perlindungan dari sihir atau guna-guna dan semacamnya. Jimat terbagi menjadi dua macam: Pertama: Yang tidak bersumber dari Al-Qur-an. Inilah yang dilarang oleh syari’at Islam. Jika ia percaya bahwa jimat itu adalah subjek atau faktor yang berpengaruh, maka ia dinyatakan musyrik dengan tingkat syirik besar. Tetapi jika ia percaya bahwa jimat hanya menyertai datangnya manfaat atau mudharat, maka ia dinyatakan telah melakukan syirik kecil. Hadits Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam Shahiihul Bukhari dari Sahabat Abu Basyir al-Anshari bahwa beliau pernah bersama Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam satu perjalanan, lalu ia berkata: “Lalu Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam mengutus seseorang, kemudian beliau bersabda: ‘Jangan sisakan satu kalung pun yang digantung di leher unta melainkan kalungnya harus dipotong.’”

Kaidah Mengkafirkan Orang Tertentu

Kamis, 27 Maret 2008 10:07:45 WIB
Kategori : Fokus : Mabhats

Syaikhul-Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah mengatakan, “… Padahal aku senantiasa -dan orang yang selalu mendampingiku selalu mengetahuinya- termasuk orang yang sangat melarang untuk menisbatkan orang tertentu dengan kekafiran, kefasikan, dan kemaksiatan. Kecuali jika orang itu telah nyata baginya kebenaran ajaran Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam , yang barangsiapa menyalahinya, kadangkala bisa menjadi kafir, fasik, atau pelaku maksiat. Dan aku menjelaskan bahwa Allah Ta’ala mengampuni kesalahan (yang tidak disengaja) bagi umat ini. Pengampunan tersebut meliputi kesalahan dalam masalah khabariyyah qauliyyah (keyakinan) dan masalah-masalah ‘amaliyyah. Para ulama Salaf masih banyak berbeda dalam masalah ini, tetapi tidak seorang pun di antara mereka yang menyatakan kafir, fasik, atau pelaku maksiat terhadap seseorang.”

Prinsip Ahlus Sunnah Wal-Jama'ah Terhadap Masalah Kufur Dan Takfir

Rabu, 26 Maret 2008 14:40:45 WIB
Kategori : Fokus : Mabhats

Kufur secara bahasa, berarti menutupi. Sedangkan menurut syara’, kufur adalah, tidak beriman kepada Allah Ta’ala dan Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam , baik dengan mendustakannya atau tidak mendustakannya. Orang yang melakukan kekufuran, tidak beriman kepada Allah dan Rasul- Nya disebut kafir. Masalah takfir (kafir-mengkafirkan) adalah masalah yang sangat berbahaya. Karena itu, para ulama sangat berhati-hati dalam masalah ini, sebagaimana penjelasan Syaikhul-Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah : “Karena inilah, wajib berhatihati dalam mengkafirkan kaum Muslimin dengan sebab dosa dan kesalahan (yang dilakukan). Karena hal ini adalah bid’ah yang pertama kali muncul dalam Islam, sehingga pelakunya mengkafirkan kaum Muslimin dan menghalalkan darah serta harta mereka”.

Awal Munculnya Pengkafiran Tanpa Dalil Di Tengah-Tengah Ummat Ini Dan Berbagai Sebabnya

Selasa, 25 Maret 2008 09:50:30 WIB
Kategori : Fokus : Mabhats

Syaikhul-Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata, "Karenanya, wajib berhati-hati dalam mengkafirkan kaum Muslimin karena berbagai dosa dan kesalahan. Sebab hal itu adalah bid’ah yang pertama kali muncul dalam Islam. Para pelakunya mengkafirkan kaum Muslimin dan menghalalkan darah dan harta mereka." Kelompok yang pertama kali menampakkan pengkafiran tanpa haq (tanpa bukti yang benar) adalah Khawarij. Sebagian besar mereka, dahulunya adalah orang-orang yang bergabung bersama pasukan ‘Ali pada perang Shiffin. Maka tatkala ‘Ali dan Mu’awiyah Radhiyallahu 'anhuma bersepakat untuk melakukan tahkim (yaitu, mengangkat satu orang dari kedua belah pihak sebagai hakim atau penengah) –peristiwa ini terjadi pada bulan Ramadhan 37 H– Khawarij mengingkari (menolak) perkara tahkim ini. Mereka melampaui batas dalam pengingkarannya terhadap ‘Ali. Mereka berkata kepadanya: “Engkau telah menjadikan manusia sebagai hakim terhadap Kitabullah, tidak ada hukum kecuali milik Allah,” kemudian secara terang-terangan mereka mengkafirkannya"

First  Prev  148  149  150  151  152  153  154  155  156  157  158  Next  Last

Bismillaahirrahmaanirrahiim Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam. Shalawat dan salam semoga dicurahkan kepada Rasul termulia, juga kepada seluruh keluarga dan shahabatnya. Amma ba'du. Website almanhaj.or.id adalah sebuah media dakwah sangat ringkas dan sederhana, yang diupayakan untuk ikut serta dalam tasfiyah (membersihkan) umat dari syirik, bid'ah, serta gerakan pemikiran yang merusak ajaran Islam dan tarbiyah (mendidik) kaum muslimin berdasarkan ajaran Islam yang murni dan mengajak mereka kepada pola pikir ilmiah berdasarkan al-Qur'an dan as-Sunnah dengan pemahaman Salafush Shalih. Kebenaran dan kebaikan yang anda dapatkan dari website ini datangnya dari Allah Ta'ala, adapun yang berupa kesalahan datangnya dari syaithan, dan kami berlepas diri dari kesalahan tersebut ketika kami masih hidup ataupun ketika sudah mati. Semua tulisan atau kitab selain Al-Qur'an dan As-Sunnah yang shahihah dan maqbul, mempunyai celah untuk dikritik, disalahkan dan dibenarkan. Barangsiapa yang melihat adanya kesalahan hendaknya meluruskannya. Hati kami lapang dan telinga kami mendengar serta bersedia menerima. Semoga Allah menjadikan upaya ini sebagai amalan shalih yang bermanfaat pada hari yang tidak lagi bermanfaat harta dan anak-anak, melainkan orang yang menemui Rabb-nya dengan amalan shalih. Jazaakumullahu khairan almanhaj.or.id Abu Harits Abdillah - Redaktur Abu Khaulah al-Palimbani - Web Admin