Malu, Akhlak Islam

Rabu, 28 Oktober 2009 16:15:47 WIB
Kategori : Bahasan : Hadits (1)

Malu adalah satu kata yang mencakup perbuatan menjauhi segala apa yang dibenci. Imam Ibnul Qayyim rahimahullâh berkata, “Malu berasal dari kata hayaah (hidup), dan ada yang berpendapat bahwa malu berasal dari kata al-hayaa (hujan), tetapi makna ini tidak masyhûr. Hidup dan matinya hati seseorang sangat mempengaruhi sifat malu orang tersebut. Begitu pula dengan hilangnya rasa malu, dipengaruhi oleh kadar kematian hati dan ruh seseorang. Sehingga setiap kali hati hidup, pada saat itu pula rasa malu menjadi lebih sempurna. Al-Junaid rahimahullâh berkata, “Rasa malu yaitu melihat kenikmatan dan keteledoran sehingga menimbulkan suatu kondisi yang disebut dengan malu. Hakikat malu ialah sikap yang memotivasi untuk meninggalkan keburukan dan mencegah sikap menyia-nyiakan hak pemiliknya.’” Kesimpulan definisi di atas ialah bahwa malu adalah akhlak (perangai) yang mendorong seseorang untuk meninggalkan perbuatan-perbuatan yang buruk dan tercela, sehingga mampu menghalangi seseorang dari melakukan dosa dan maksiat serta mencegah sikap melalaikan hak orang lain.

Hak Pengasuhan Anak Dalam Islam, Demi Kebaikan Anak

Selasa, 27 Oktober 2009 16:38:28 WIB
Kategori : Risalah : Anak

Sudah pasti, hukum Allah berdampak positif, karena penuh keadilan, kebaikan, rahmat dan hikmah di dalamnya. Begitu juga dalam masalah pengasuhan anak. Sebagai contoh, anak yang masih kecil dan belum mengetahui kemaslahatan-kemaslahatan bagi dirinya. Atau seorang yang gila dan cacat, mereka ini membutuhkan keberadaan orang lain untuk membantu menangani urusan-urusannya dan memberikan pemeliharaan bagi dirinya. Yaitu dengan mencurahkan kebaikan-kebaikan dan menghindarkannya dari bahaya-bahaya, serta mendidiknya dengan pendidikan yang terbaik. Syari'at Islam memberlakukan hak asuh ini, untuk mengasihi, memelihara dan memberikan kebaikan bagi mereka. Pasalnya, bila mereka dibiarkan tanpa penanggung jawab, niscaya akan terabaikan, terbengkalai dan terancam bahaya. Padahal dinul Islam mengajarkan kasih-sayang, gotong-royong dan solidaritas. Sehingga benar-benar melarang dari perbuatan yang bersifat menyia-nyiakan kepada orang lain secara umum, apalagi mereka yang dalam keadaan nestapa. Ini merupakan kewajiban orang-orang yang masih terikat oleh tali kekerabatan dengan si anak. Dan kewajiban mereka adalah, mengurusi tanggung jawab anggota keluarga besarnya, sebagaimana dalam hukum-hukum lainnya.

Zina Merajalela

Senin, 26 Oktober 2009 23:00:31 WIB
Kategori : Adab Dan Perilaku

Zina termasuk dalam perbuatan dosa besar. Di antara penyebab seseorang terjerumus ke dalam perbuatan yang nista ini, ialah karena rendahnya iman dan moral masyarakat, serta saking gampangnya mempertontonkan aurat secara murah dan vulgar, terutama yang terjadi di kalangan kaum wanita. Sebagian faktor yang menyuburkan perilaku hina ini, ialah merajalelanya pergaulan bebas antara lelaki dan perempuan. Tanpa takut dengan beban dosa, seluruh inderanya menerawang menikmati segala sesuatu yang tidak halal baginya. Ini menjadi langkah pertama bagi seseorang terjerumus ke jurang perbuatan zina yang nista. Oleh karena itu, Allah dan Rasul-Nya Shallallahu 'alaihi wa sallam telah memperingatkan agar manusia tidak terperangkap perzinaan. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman : "Katakanlah kepada laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat....".

Nabi Shallallahu Alaihi Wa Sallam Memperingatkan Anak Yang Melakukan Kekeliruan

Minggu, 25 Oktober 2009 22:46:14 WIB
Kategori : Risalah : Anak

Fenomena yang muncul di hadapan kita, adanya asumsi keliru memandang anak sebagai personal yang belum layak untuk menerapkan amar ma’ruf nahi munkar pada diri mereka, merupakan pandangan yang perlu dikoreksi. Dalih yang melatarbelakangi asumsi ini, karena memandang anak-anak masih kecil, sehingga mereka dianggap sebagai hal yang lumrah bila melakukan kekeliruan. Maka tak ayal, membiarkan anak dalam keadaan seperti itu juga menjadi hal yang biasa di kalangan orang tua. Hal ini dapat menimbulkan dampak negatif, karena anak menjadi terbiasa melakukan kekeliruan, yang berarti mereka tumbuh dan berkembang dengan dituntun budaya kejahatan dan alergi terhadap kebaikan. Allah Azza wa Jalla telah menggambarkan kedudukan ummat Islam sebagai ummat terbaik. Dan ini menjadi salah satu sebab disandangnya sebutan tersebut, yaitu sebagai umat yang selalu menyampaikan amar ma’ruf nahi munkar. Begitu pula yang dilakukan oleh Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam terhadap anak-anak, meski usia mereka belum baligh.

Adab-Adab Poligami

Sabtu, 24 Oktober 2009 16:54:20 WIB
Kategori : Fiqih : Nikah

Dengan berpoligami, seorang laki-laki janganlah menjadi lalai dalam menjalankan ketaatannya kepada Allah. Yang dimaksud yakni hanya memikirkan isteri-isteri dan anak-anaknya saja. Karena sesungguhnya tujuan kehidupan adalah beribadah kepada Allah. Demikian juga kewajiban hidup di dunia ini banyak. Ada kewajiban terhadap Allah, kewajiban terhadap orang tua, kewajiban terhadap tetangga, dan lain-lain. Allah berfirman: "Hai orang-orang mukmin, sesungguhnya di antara isteri-isterimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah terhadap mereka. Dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni (mereka), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." Dalam tafsirnya tentang ayat ini, Imam Ibnu Katsir menjelaskan, Allah Ta'ala berkata memberitakan tentang isteri-isteri dan anak-anak, bahwa di antara mereka ada yang menjadi musuh bagi suami dan anak. Dalam arti, isteri-isteri dan anak-anak dapat melalaikannya dari amal shalih. Sebagaimana firman Allah: "Hai orang-orang beriman, janganlah hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian, maka mereka itulah orang-orang yang merugi".

Syarat-Syarat Poligami

Jumat, 23 Oktober 2009 16:32:03 WIB
Kategori : Fiqih : Nikah

Allah Azza wa Jalla tidak mensyaratkan adanya poligami, kecuali dengan satu syarat saja. Yaitu berlaku adil terhadap para isteri dalam perkara lahiriyah. Disamping itu, juga harus memiliki kemampuan melakukan poligami, karena kemampuan merupakan syarat di dalam melaksanakan seluruh jenis ibadah, sebagaimana telah dimaklumi. Berikut kami sebutkan dalil-dalil berkaitan dengan kedua syarat di atas. "Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya". Firman Allah pada ayat di atas: "Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya", ini menunjukkan adanya syarat berlaku adil terhadap para isteri. Yang dimaksud berlaku adil di sini, yaitu berlaku adil dalam perkara pembagian giliran dan nafkah. Adapun dalam hal kecintaan, syahwat, dan jima', maka tidak wajib berlaku adil. Karena hal ini tidak mampu dilakukan oleh manusia.

First  Prev  122  123  124  125  126  127  128  129  130  131  132  Next  Last

Bismillaahirrahmaanirrahiim Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam. Shalawat dan salam semoga dicurahkan kepada Rasul termulia, juga kepada seluruh keluarga dan shahabatnya. Amma ba'du. Website almanhaj.or.id adalah sebuah media dakwah sangat ringkas dan sederhana, yang diupayakan untuk ikut serta dalam tasfiyah (membersihkan) umat dari syirik, bid'ah, serta gerakan pemikiran yang merusak ajaran Islam dan tarbiyah (mendidik) kaum muslimin berdasarkan ajaran Islam yang murni dan mengajak mereka kepada pola pikir ilmiah berdasarkan al-Qur'an dan as-Sunnah dengan pemahaman Salafush Shalih. Kebenaran dan kebaikan yang anda dapatkan dari website ini datangnya dari Allah Ta'ala, adapun yang berupa kesalahan datangnya dari syaithan, dan kami berlepas diri dari kesalahan tersebut ketika kami masih hidup ataupun ketika sudah mati. Semua tulisan atau kitab selain Al-Qur'an dan As-Sunnah yang shahihah dan maqbul, mempunyai celah untuk dikritik, disalahkan dan dibenarkan. Barangsiapa yang melihat adanya kesalahan hendaknya meluruskannya. Hati kami lapang dan telinga kami mendengar serta bersedia menerima. Semoga Allah menjadikan upaya ini sebagai amalan shalih yang bermanfaat pada hari yang tidak lagi bermanfaat harta dan anak-anak, melainkan orang yang menemui Rabb-nya dengan amalan shalih. Jazaakumullahu khairan almanhaj.or.id Abu Harits Abdillah - Redaktur Abu Khaulah al-Palimbani - Web Admin