Jumat, 4 Desember 2009 16:05:31 WIB
Kategori : Fiqih : Shalat
Syari’at Islam dibangun di atas dasar ilmu dan kemampuan orang yang dibebani. Tidak ada satu pun beban syari’at yang diwajibkan kepada seseorang di luar kemampuannya. Allah k sendiri menjelaskan hal ini dalam firman-Nya: "Allah Azza wa Jalla tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya". Allah Azza wa Jalla juga memerintahkan kaum Muslimin untuk agar bertaqwa sesuai kemampuan mereka. Allah Azza wa Jalla berfirman: "Maka bertakwalah kamu kepada Allah k menurut kesanggupanmu". Orang yang sakit tidak sama dengan yang sehat. Masing-masing harus berusaha melaksanakan kewajibannya menurut kemampuannya. Dari sini, nampaklah keindahan dan kemudahan syari’at islam. Di antara kewajiban agung yang wajib dilakukan orang yang sakit adalah shalat. Banyak sekali kaum Muslimin yang terkadang meninggalkan shalat dengan dalih sakit atau memaksakan diri melakukan shalat dengan tata cara yang biasa dilakukan orang sehat. Akhirnya, mereka pun merasa berat dan merasa terbebani dengan ibadah shalat. Untuk itu, solusinya adalah mengetahui hukum-hukum dan tata cara shalat bagi orang yang sakit sesuai petunjuk Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan penjelasan para ulama.
Kamis, 3 Desember 2009 16:07:04 WIB
Kategori : Bahasan : Bid'ah
Peringatan Maulid Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah bid’ah yang mungkar. Kelompok yang pertama kali mengadakannya adalah Bani ‘Ubaid al-Qaddah yang menamakan diri mereka dengan kelompok Fathimiyah pada abad ke- 4 Hijriyah. Mereka menisbatkan diri kepada putra ‘Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu 'anhu. Padahal mereka adalah pencetus aliran kebatinan. Nenek moyang mereka adalah Ibnu Dishan yang dikenal dengan al-Qaddah, salah seorang pendiri aliran Bathiniyah di Irak. Para ulama ummat, para pemimpin, dan para pembesarnya bersaksi bahwa mereka adalah orang-orang munafik zindiq, yang menampakkan Islam dan menyembunyikan kekafiran. Bila ada orang yang bersaksi bahwa mereka orang-orang beriman, berarti dia bersaksi atas sesuatu yang tidak diketahuinya, karena tidak ada sesuatu pun yang menunjukkan keimanan mereka, sebaliknya banyak hal yang menunjukkan atas kemunafikan dan kezindikan mereka. Mencintai Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bukanlah dengan menyelenggarakan acara-acara perayaan maulid semacam itu, akan tetapi dengan mentaati perintahnya, membenarkan semua yang dikabarkannya, menjauhi segala yang dilarang dan diperingatkannya, dan tidak beribadah kepada Allah Azza wa Jalla kecuali dengan yang beliau syari’atkan.
Rabu, 2 Desember 2009 15:43:16 WIB
Kategori : Bahasan : Manhaj
Musuh-musuh Islam selalu berusaha mengaitkan tersebarnya Islam dengan pedang. Syubhat (kerancuan) ini diwariskan oleh orang-orang Nashara sampai zaman ini. Hal ini tidak aneh bagi mereka, bahkan mereka telah mewariskan perkara-perkara yang lebih besar (kedustaannya) dari pada hal ini. Mereka mewariskan perkara-perkara yang bertentangan dengan fitrah, akal, dan kesepakatan seluruh syari’at/agama, seperti anggapan mereka bahwa Allah Azza wa Jalla adalah satu dari trinitas, bahwa al-Masih ‘Îsâ Alaihissalam disalib, dan bahwa beliau adalah anak Allah Azza wa Jalla. Maha Suci dan Maha Agung Allah Azza wa Jalla dari apa yang mereka ucapkan. Agama Islam adalah syari’at Allah Azza wa Jalla yang Dia telah turunkan dengan ilmu-Nya. Jika agama Allah Azza wa Jalla ini telah dijelaskan atas dasar pengetahuan-Nya, maka hal itu pasti diterima oleh fithrah yang lurus. Adapun pedang, kita hanya mempergunakannya jika ada orang yang menghalangi kita dari menyampaikan agama Islam. Oleh karena itu, orang kafir kita perangi hanyalah karena penentangannya, bukan karena kekafirannya. kita tidak (boleh) pula membunuh para wanita, anak-anak, dan orang tua-orang tua (walaupun mereka kafir-red).
Selasa, 1 Desember 2009 16:49:48 WIB
Kategori : Fokus : Mabhats
Kitab ‘Iqdul jauhar fî maulid an nabiyyi al azhar’ atau yang terkenal dengan nama Maulid Barzanji, adalah sebuah kitab yang sangat populer di kalangan dunia Islam, demikian juga di negara kita Indonesia, terutama di kalangan para santri dan pondok-pondok pesantren. Maka, tidak mengherankan jika di setiap rumah mereka terdapat kitab Barzanji ini. Bahkan, sebagian di antara mereka sudah menghafalnya. Sudah menjadi ritual di antara mereka untuk membacanya setiap malam Senin karena meyakini adanya keutamaan dalam membacanya pada malam hari kelahiran Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam. Ada juga yang membacanya setiap malam Jum’at karena mengharap keberkahan malam hari tersebut. Ada juga yang membacanya setiap bulan sekali, dan ada juga pembacaan maulid barzanji ini pada hari menjelang kelahiran sang bayi atau pada hari dicukur rambutnya. Sudah kita ketahui bahwa mereka beramai-ramai membacanya dengan berjamaah kemudian berdiri ketika dibacakan detik-detik kelahiran beliau. Hal ini mereka lakukan pada perayaan maulid beliau pada tanggal 12 Rabi’ûl awwal. Mereka meyakini bahwa dengan membaca barzanji ini mereka telah mengenang dan memuliakan Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam, sehingga mereka akan memperoleh ketentraman, kedamaian dan keberkahan yang melimpah.
Senin, 30 Nopember 2009 16:25:55 WIB
Kategori : Fokus : Mabhats
Secara umum peringatan maulud Nabi Shallallahu alaihi wa sallam selalu disemarakkan dengan shalawatan dan puji-pujian kepada Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam, yang mereka ambil dari kitab Barzanji maupun Daiba’, ada kalanya ditambah dengan senandung qasîdah Burdah. Meskipun kitab Barzanji lebih populer di kalangan orang awam daripada yang lainnya, tetapi biasanya kitab Daiba’, Barzanji dan Qasidah Burdah dijadikan satu paket untuk meramaikan maulid Nabi Shallallahu alaihi wa sallam yang diawali dengan membaca Daiba’, lalu Barzanji, kemudian ditutup dengan Qasîdah Burdah. Biasanya kitab Barzanji menjadi kitab induk peringatan maulîd Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, bahkan sebagian pembacanya lebih tekun membaca kitab Barzanji daripada membaca al-Qur’an. Maka tidak aneh jika banyak di antara mereka yang lebih hafal kitab Barzanji bersama lagu-lagunya dibanding al-Quran. Fokus pembahasan dan kritikan terhadap kitab Barzanji ini adalah karena populernya, meskipun penyimpangan kitab Daiba’ lebih parah daripada kitab Barzanji.
Kamis, 26 Nopember 2009 00:51:57 WIB
Kategori : Risalah : Anak
Kondisi anak-anak yatim pun berbeda antara satu dengan lainnya. Di antara mereka ada yang kehilangan salah satu saja dari orang tuanya, yakni ibu atau bapaknya. Dalam kondisi semacam ini, biasanya mereka lebih mudah diarahkan dalam lingkungan yang baru, yaitu ketika orang tuanya (ibu atau bapaknya) yang masih hidup telah menikah lagi, kemudian ia memiliki saudara-saudara baru yang nantinya akan ikut berkembang bersama dengannya, dengan syarat orang tuanya tersebut menikah dengan duda atau janda yang telah memiliki anak-anak juga. Dengan mencurahkan segenap kesungguhan untuk memelihara mereka, insya Allah anak-anak yatim tersebut akan tumbuh dan berkembang tanpa adanya permasalahan psikis yang cukup serius. Tentunya, hal ini terkait juga dengan din kedua orang tuanya. Artinya selama kedua orang tuanya itu konsisten dengan ajaran-ajaran Islam, dan mereka meluruskan niat dalam mengasuh anak-anak mereka, niscaya anak-anak mereka akan tumbuh normal sebagaimana layaknya anak-anak yang lain, dengan taufik dari Allah. Jika tidak, tentunya usaha untuk mengarahkan anak yatim tersebut menjadi anak yang baik akan menemui banyak kendala, karena din adalah muara kebaikan bagi segala urusan hidup manusia. Di antara mereka juga ada yang kehilangan ayahnya, sedangkan mereka memiliki kakak laki-laki yang mampu mengasuh dan mendidik mereka. Dalam keadaan seperti ini, sang kakak menggantikan posisi ayahnya, dengan syarat ia memiliki kepribadian kuat serta teguh pendirian; karena mengasuh anak-anak yatim bukanlah suatu pekerjaan ringan, dan tanggung jawabnya teramat besar.
First Prev 117 118 119 120 121 122 123 124 125 126 127 Next Last
