Kategori Fiqih : Haji & Umrah
Jumat, 17 Desember 2004 07:23:59 WIB
Orang yang datang ke Mekkah untuk haji atau umrah dan dia belum ihram ketika telah melewati miqat maka dia wajib kembali ke tempat miqat dan ihram untuk haji dan umrah dari miqat tersebut. Sebab Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan demikian itu dalam sabdanya. "Penduduk Madinah ihram dari Dzul-Hulaifah, penduduk Syam (Yordania, Palestina dan sekitarnya) ihram dari Juhfah, penduduk Najd ihram dari Qarnul Manazil, dan penduduk Yaman ihram dari Yalamlam". Demikianlah yang terdapat dalam hadits shahih. Adapun seseorang yang datang ke Mekkah karena tujuan selain haji atau umrah, seperti datang mengunjungi kerabat atau kawan-kawannya, maka dia tidak wajib ihram dan boleh masuk kota Mekkah dengan tidak berpakaian ihram.
Minggu, 12 Desember 2004 11:40:55 WIB
Kewajiban orang yang pergi ke Mekkah untuk haji atau umrah adalah ihram dari miqat yang dilewatinya dan tidak boleh melewati miqat tersebut tanpa ihram. Sebab ketika Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam menjelaskan beberaoa miqat, beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda. "Tempat-tempat miqat ini adalah bagi penduduknya dan bagi orang-orang yang melewatinya dari mereka yang bukan penduduknya, yaitu bagi orang yang ingin haji dan umrah. Dan barangsiapa yang tempat tinggalnya lebih dekat ke Mekkah daripada tempat-tempat miqat tersebut maka dia ihram dari tempat ia berada, hingga bagi pendukuk Mekkah, maka mereka berihram dari Mekkah". Karena itu jika seseorang dari Yaman lewat Yalamlam maka dia wajib ihram ketika di Yalamlam.
Minggu, 12 Desember 2004 11:36:45 WIB
Miqat zamani dalam haji adalah bulan Syawwal, Dzulqa'dah dan sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah. Maka seseorang tidak boleh ihram haji melainkan pada waktu tersebut. Firman-Nya :"(Musim) Haji adalah dalam beberapa bulan yang dimaklumi. Barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats, berbuat fasik dan berbantah-bantahan dalam mengerjakan haji". Barangsiapa ihram haji dalam waktu tersebut maka ihramnya sah, tapi dia harus tetap dalam ihram hingga wukuf di Arafah pada hari Arafah. Sedangkan waktu umrah maka tidak ada waktu khusus, bahkan dapat dilakukan dalam sepanjang tahun. Tapi yang paling utama adalah umrah pada bulan Ramadhan karena pahalanya sebanding dengan haji.
Kamis, 9 Desember 2004 06:54:06 WIB
Ulama menyatakan bahwa satu umrah tidak dapat diniatkan untuk dua orang. Satu umrah hanya untuk satu orang. Adakalanya untuk seseorang, atau untuk bapaknya atau untuk ibunya. Dan tidak mungkin seseorang niat umrah untuk dua orang. Dan jika dia melakukan demikian itu maka umrahnya tidak untuk kedua orang, tapi menjadi untuk dirinya sendiri. Tapi saya ingin mengatakan, bahwa seyogianya seseorang menjadikan amal shaleh yang dilakukan diniatkan untuk dirinya sendiri, baik umrah, haji, sedekah, shalat, membaca Al-Qur'an atau yang lainnya. Sebab seseorang butuh kepada amal-amal shalih tersebut yang akan datang kepadanya hari yang dia berharap bila dalam catatan amalnya terdapat suatu kebaikan. Dan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak pernah membimbing umatnya untuk memalingkan amal shalihnya kepada bapaknya atau ibunya, juga tidak kepada orang yang masih hidup atau orang yang telah meninggal.
Kamis, 9 Desember 2004 06:42:47 WIB
Jika seorang Muslim meninggal dan belum haji sedangkan dia memenuhi syarat kewajiban haji maka hajinya wajib digantikan dari harta yang ditinggalkan, baik dia mewasiatkan untuk dihajikan maupun tidak. Dan jika orang yang menggantikan hajinya bukan anaknya sendiri namun dia anak yang sah melakukan haji dan juga telah haji maka hajinya sah untuk menggantikan orang lain dan telah mencukupi dari gugurnya kewajiban. Adapun penilaian haji seseorang yang menggantikan orang lain, apakah pahala hajinya seperti jika dilakukan sendiri, lebih sedikit, atau lebih banyak, maka demikian itu kembali kepada Allah. Dan tidak syak bahwa yang wajib bagi seseorang adalah segera haji jika telah mampu sebelum dia meninggal berdasarkan beberapa dalil yang menunjukkan hal tersebut dan dikhawatirkan dosa karena menunda-nunda.
Selasa, 30 Maret 2004 09:28:39 WIB
Jika keduanya orang yang kaya dalam hidupnya dan mampu haji dari harta mereka sendiri, maka kalian wajib haji untuk keduanya dari harta mereka. Dan jika kalian haji untuk keduanya dengan dana selain dari harta mereka berdua karena keikhlasan kalian, maka kalian mendapatkan pahala dalam hal itu. Tapi jika keduanya tidak kaya dan tidak mampu haji pada masa hidup mereka berdua maka kalian tidak wajib haji untuk keduanya. Atau jika salah satunya tidak kaya dan tidak mampu haji maka kalian tidak wajib haji untuk dia. Sedekah anda untuk menghajikan bapak dan ibunya merupakan bentuk berbakti dan perbuatan baik anda kepada kedua orang tua, dan Allah akan memberikan pahala kepada anda atas kebaikan tersebut. Adapun penyerahan uang yang anda niatkan untuk menghajikan bapak anda kepada seorang wanita agar diserahkan kepada suaminya untuk dana haji, maka demikian itu merupakan bentuk perwakilan dari anda kepada wanita tersebut sesuai yang anda jelaskan, dan perwakilan dalam hal ini diperbolehkan. Sedangkan menggantikan haji juga diperbolehkan jika orang yang menggantikan telah haji sendiri
First Prev 7 8 9 10 11 12 13 14 15 Next Last