Kategori Fiqih : Haji & Umrah

Mendahulukan Thawaf Ifadhah Sebelum Melontar Atau Sebelum Wukuf Dan Hukum Memisahkan Putaran Thawaf

Rabu, 21 Desember 2005 06:21:40 WIB

Boleh mendahulukan thawaf dan sa'i haji sebelum melontar jumrah, tapi tidak boleh melakukan thawaf ifadhah sebelum wukuf di Arafah atau sebelum tengah malam Idul Adha. Namun jika seseorang bertolak dari Arafah dan singgah di Muzdalifah pada malam Idul Adha maka dia boleh thawaf dan sa'i pada paruh kedua malam Idul Adha atau pada hari Idul Adha sebelum melontar jumrah. Sebab dalam hadits disebutkan. "Seseorang bertanya kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam seraya berkata : 'Saya thawaf ifadhah sebelum melontar ?' Maka Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : 'Tidak mengapa'. Dan jika seseorang meninggalkan Muzdalifah pada hari Idul Adha atau pada akhir malam Idul Adha seperti kaum wanita dan yang seperti mereka, maka mereka boleh memulai thawaf jika wanita tidak haidh sebelum thawaf ifadhah.

Ragu Dalam Hitungan Putaran Thawaf Yang Telah Dilakukan Dan Tempat Shalat Dua Rakaat Thawaf

Kamis, 15 Desember 2005 23:18:22 WIB

Yang wajib bagi orang yang ragu dalam hitungan putaran thawaf dan sa'i adalah berpedoman kepada yang diyakininya, yaitu mengambil yang sedikit. Seperti orang yang ragu dalam shalat, apakah dia telah shalat tiga raka'at ataukah empat rakaat, maka dia harus menetapkan kepada yang yakin, yaitu mengambil yang sedikit, lalu dia melakukan raka'at yang keempat, dan dia sujud sahwi jika dia menjadi imam atau sendirian. Adapun jika dia makmum maka dia mengikuti imamnya. Demikian juga dalam thawaf. Jika seseorang ragu dalam thawafnya, apakah dia telah thawaf enam atau tujuh putaran, maka dia menetapkan kepada yang yakin, yaitu mengambil yang sedikit, lalu dia melaksanakan putaran thawaf ke tujuh. Dan untuk itu dia tidak terkena kafarat.

Wajib Berwudhu Ketika Thawaf Dan Tidak Wajib Dalam Sa'i, Menyentuh Kulit Wanita Ketika Thawaf

Kamis, 15 Desember 2005 07:13:55 WIB

Seseorang lelaki yang bersentuhan kulit wanita ketika thawaf atau dalam keadaan berdesak-desakan di tempat manapun, maka tidak membatalkan thawafnya dan juga tidak membatalkan wudhunya menurut pendapat yang paling shahih dari beberapa pendapat para ulama. Di mana ulama berselisih dalam beberapa pendapat, apakah menyentuh kulit wanita yang bukan mahramnya membatalkan wudhu atau tidak .? Pertama, membatalkan wudhu secara mutlak. Kedua, tidak membatalkan wudhu secara mutlak. Ketiga, membatalkan wudhu jika menyentuhnya dengan syahwat. Adapun pendapat yang paling kuat dan benar dari beberapa pendapat tersebut adalah, bahwa menyentuh kulit wanita yang bukan mahramnya tidak membatalkan wudhu secara mutlak. Jika seorang lelaki menyentuh kulit atau mencium istrinya maka tidak batal wudhunya.

Hukum Wanita Mencium Hajar Aswad Ketika Berdesak-Desakan, Thawaf Di Lantai Atas Masjidil Haram

Kamis, 13 Januari 2005 21:53:18 WIB

Jika penanya melihat hal yang aneh tersebut maka saya melihat sesuatu yang lebih aneh lagi. Saya melihat orang yang berdiri sebelum salam dari shalat wajib karena ingin berjalan cepat untuk mencium Hajar Aswad. Maka batallah shalat wajib yang merupakan salah satu rukun Islam hanya karena ingin melakukan sesuatu yang tidak wajib dan juga tidak disyari'atkan kecuali jika dilakukan bersama thawaf. Demikian itu adalah karena kebodohan manusia yang sangat disayangkan ! Sebab mencium Hajar Aswad tidak sunnah kecuali dengan thawaf. Saya tidak mengetahui dalil yang mejelaskan bahwa mencium Hajar Aswad disunnahkan tanpa melakukan thawaf. Saya tidak tahu dan berharap kepada orang yang mempunyai ilmu yang berbeda dengan apa yang saya ketahui untuk menyampaikan kepada saya tentang itu, semoga Allah membalas kebaikan kepadanya.

Shalat Dua Raka'at Setelah Thawaf, Thawaf Jauh Dari Ka'bah, Mengusap Rukun Yamani Dengan Isyarat

Kamis, 13 Januari 2005 21:38:42 WIB

Sesuai syari'at Islam bagi orang yang masuk Masjidil Haram baik untuk haji atau umrah adalah memuali thawaf dan cukup baginya dua putaran thawaf pengganti shalat dua raka'at tahiyatul masjid. Demikian itu dikecualikan jika ada udzur syar'i yang menghambat dari tahwaf ketika masuk Masjidil Haram, maka yang dilakukan adalah shalat dua rakaat tahiyyatul masjid kemudian thawaf jika hal itu dapat dilakukannya. Demikian jika seseorang masuk Masjidil Haram ketika telah iqamat shalat, maka dia shalat bersama manusia kemudian thawaf setelah selesai shalat. Kemduian bagi orang yang thawaf disunnahkan mengusap Hajar Aswad dan Rukun Yamani dalam setiap putaran thawaf, bahkan disunnahkan mencium Hajar Aswad secara khusus dalam setiap putaran disertai mengusapnya hingga akhir putaran jika mudah dilakukan.

Hal-Hal Yang Dilakukan Pada Hari Nahar [10 Dzulhijjah], Arti Tahallul Pertama Dan Tahallul Kedua

Kamis, 13 Januari 2005 21:27:58 WIB

Menurut contoh Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam hari nahar adalah melontar jumrah 'aqabah sebanyak tujuh kali dengan membaca takbir setiap melontar, kemudian menyembelih kurban jika dia wajib menyembelih (bagi yang haji tamattu' atau qiran,-pent), kemudian mencukur habis atau memotong rambut, tapi mencukur habis lebih utama, kemudian thawaf ifadhah dan sa'i. Ini adalah urutan yang utama seperti yang dilakukan oleh Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Sebab Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam melontar jumrah 'aqabah kemudian menyembelih kurban, kemudian mencukur rambut habis, dan kemudian pergi ke Mekkah untuk thawaf ifadhah. Tapi jika seseorang mendahulukan sebagian amal-amal haji tersebut atas sebagian yang lain, maka tiada dosa baginya.

First  Prev  2  3  4  5  6  7  8  9  10  11  12  Next  Last

Bismillaahirrahmaanirrahiim Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam. Shalawat dan salam semoga dicurahkan kepada Rasul termulia, juga kepada seluruh keluarga dan shahabatnya. Amma ba'du. Website almanhaj.or.id adalah sebuah media dakwah sangat ringkas dan sederhana, yang diupayakan untuk ikut serta dalam tasfiyah (membersihkan) umat dari syirik, bid'ah, serta gerakan pemikiran yang merusak ajaran Islam dan tarbiyah (mendidik) kaum muslimin berdasarkan ajaran Islam yang murni dan mengajak mereka kepada pola pikir ilmiah berdasarkan al-Qur'an dan as-Sunnah dengan pemahaman Salafush Shalih. Kebenaran dan kebaikan yang anda dapatkan dari website ini datangnya dari Allah Ta'ala, adapun yang berupa kesalahan datangnya dari syaithan, dan kami berlepas diri dari kesalahan tersebut ketika kami masih hidup ataupun ketika sudah mati. Semua tulisan atau kitab selain Al-Qur'an dan As-Sunnah yang shahihah dan maqbul, mempunyai celah untuk dikritik, disalahkan dan dibenarkan. Barangsiapa yang melihat adanya kesalahan hendaknya meluruskannya. Hati kami lapang dan telinga kami mendengar serta bersedia menerima. Semoga Allah menjadikan upaya ini sebagai amalan shalih yang bermanfaat pada hari yang tidak lagi bermanfaat harta dan anak-anak, melainkan orang yang menemui Rabb-nya dengan amalan shalih. Jazaakumullahu khairan almanhaj.or.id Abu Harits Abdillah - Redaktur Abu Khaulah al-Palimbani - Web Admin