Kategori Fiqih : Haji & Umrah

Mengganti Hewan Hadyu Dalam Haji Dengan Nilai Uang Dan Disedekahkan Di Negara Asal Orang Yang Haji

Senin, 25 Desember 2006 00:44:18 WIB

Sesunguhnya Allah telah mensyariatkan kepada kita, bahwa orang yang haji tamattu atau haji qiran wajib menyembelih kurban. Tapi jika tidak mampu, maka berpuasa sepuluh hari, tiga hari ketika dalam haji dan tujuh hari ketika kembali kepada keluarganya. Sedangkan kita tidak mempunyai hak sedikitpun untuk menentukan syari’at. Bahkan yang wajib atas kita adalah membenahi kesalahan atau kekurangan yang terjadi dalam pelaksanaan kurban. Yaitu dengan mengingatkan kepada para penguasa untuk menangani dan membagikan daging-daging kurban kepada orang-orang fakir dan miskin, serta peduli tentang tempat-tempat penyembelihan dengan memperluas dan memperbanyaknya di tanah suci sehingga memungkinkan bagi jama’ah haji menyembelih kurban dalam waktu luas lalu dibagikan kepada orang-orang miskin di Makkah dan di tempat lain.

Kurban Untuk Haji, Menyembelih Sebelum Iedul Adha, Menggantinya Dengan Menyedekahkan Nilai Uang

Minggu, 24 Desember 2006 01:01:23 WIB

Tidak boleh mengganti hewan kurban untuk haji tamattu' dan haji qiran dengan sedekah dengan uang yang senilainya, berdasarkan Al-Qur'an, Sunnah dan Ijma yang melarang hal tersebut. Sebab yang dimaksudkan kurban adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah dengan menyembelih kurban seperti disebutkan dalam firman Allah Subhanahu wa Ta'ala. "Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya". Dan karena salah satu dari beberapa kaidah syari'ah adalah menutup berbagai (Sadduz Dzarai). Sedangkan mengganti dengan nilai (uang) akan mengarah kepada mempermainkan hukum Islam. Seperti seseorang akan mengeluarkan ongkos haji untuk digantikan orang lain karena sulitnya melaksanakan haji pada saat ini.

Makna Fidyah Karena Melakukan Larangan Dalam Haji, Macam-Macam Dalam Haji

Rabu, 20 Desember 2006 00:13:57 WIB

Fidyah adalah sesuatu yang harus dilakukan karena melanggar ketentuan dalam haji atau umrah. Adapun bentuk fidyah ada bermacam-macam. Pertama, karena mencukur rambut (meskipun hanya tiga helai), memotong kuku, memakai pakaian berjahit, menggunakan parfum dan menutup kepala, yaitu memilih antara menyembelih kambing, memberi makan enam orang miskin, atau puasa tiga hari. Siapa yang melaksanakan salah satu dari tiga bentuk fidyah tersebut, maka sudah cukup baginya. Kedua, fidyah karena berburu, yaitu memilih antara menyembelih binatang yang sama atau ditentukan nilainya jika ada dan disedekahkan kepada orang-orang miskin, atau berpuasa beberapa hari dengan bersedekah untuk setiap hari satu mud.

Menggabungkan Kewajiban Melontar Hari-Hari Tasyriq Dalam Satu Hari, Melontar Dengan Satu Lemparan

Minggu, 17 Desember 2006 00:52:55 WIB

Melontar jumrah adalah satu kewajiban dalam haji yang harus dilakukan pada hari Id dan tiga hari tasyriq bagi orang-orang yang tidak ingin mempercepat pulang dari Mina, atau dalam hari Id dan dua hari tasyriq bagi orang yang ingin mempercepat pulang dari Mina. Adapun waktu melontar adalah setelah matahari condong ke barat seperti dilakukan Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam dan dikuatkan dengan sabdanya : "Ambillah manasikmu dariku". Karena itu tidak boleh mendahulukan melontar sebelum waktunya. Adapun mengakhirkannya karena kondisi terpaksa seperti berdesak-desakan, maka mayoritas ulama memperbolehkan karena mengqiyaskan dengan keadaan para penggembala. Sebab Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam memberikan keringanan kepada mereka.

Waktu Melontar Jumrah Aqabah Secara Umum, Jika Batu Yang Dilontar Tidak Jatuh Pada Tempat Melontar

Sabtu, 16 Desember 2006 01:09:17 WIB

Terdapat riwayat bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam ditanya pada hari Idul Adha dan bukan hari tasyriq. Dalam shahih Bukhari disebutkan, bahwa seorang sahabat berkata : "Saya melontar setelah sore ?" Maka Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : "Tidak mengapa". Maksudnya, apabila penanya melontar pada akhir siang. Dan semua ulama menyatakan sah melontar pada akhir siang hari Idul Adha yaitu setelah dzuhur atau setelah ashar. Dan tidak berarti bahwa penanya tersebut melontar pada malam hari. Sebab dia bertanya kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam sebelum datangnya malam. Adapun tentang melontar setelah terbenamnya matahari, maka terdapat perbedaan pendapat di antara ulama. Di antara mereka ada yang mengatakan boleh. Demikian ini adalah pendapat yang kuat. Dan sebagian yang lain mengatakan tidak sah melontar setelah terbenam matahari.

Melontar Jumrah Pada Hari Tasyriq Sebelum Matahari Condong Ke Barat (Sebelum Dzhuhur)

Jumat, 15 Desember 2006 01:01:03 WIB

Ia tidak boleh melontar sebelum matahari condong ke barat. Tetapi melontar gugur darinya karena keadaan darurat seperti itu. Namun dia wajib menyembelih kurban di Mina atau di Mekkah atau diwakilkan kepada orang yang akan menyembelihnya, dan dibagikan kepada orang-orang miskin, kemudian dia thawaf wada' dan pulang ke negaranya. Adapun pendapat yang mengatakan boleh melontar sebelum matahari condong ke barat, maka pendapat yang demikian itu tidak benar. Tapi yang benar, bahwa melontar setelah matahari condong ke barat (setelah dzuhur). Sebab Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : "Ambillah manasikmu dariku". Dan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak melontar melainkan setelah matahari condong ke barat adalah hanya pebuatan, sedangkan perbuatan tidak menunjukkan wajib, maka pernyataan itu benar

First  Prev  1  2  3  4  5  6  7  8  9  Next  Last

Bismillaahirrahmaanirrahiim Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam. Shalawat dan salam semoga dicurahkan kepada Rasul termulia, juga kepada seluruh keluarga dan shahabatnya. Amma ba'du. Website almanhaj.or.id adalah sebuah media dakwah sangat ringkas dan sederhana, yang diupayakan untuk ikut serta dalam tasfiyah (membersihkan) umat dari syirik, bid'ah, serta gerakan pemikiran yang merusak ajaran Islam dan tarbiyah (mendidik) kaum muslimin berdasarkan ajaran Islam yang murni dan mengajak mereka kepada pola pikir ilmiah berdasarkan al-Qur'an dan as-Sunnah dengan pemahaman Salafush Shalih. Kebenaran dan kebaikan yang anda dapatkan dari website ini datangnya dari Allah Ta'ala, adapun yang berupa kesalahan datangnya dari syaithan, dan kami berlepas diri dari kesalahan tersebut ketika kami masih hidup ataupun ketika sudah mati. Semua tulisan atau kitab selain Al-Qur'an dan As-Sunnah yang shahihah dan maqbul, mempunyai celah untuk dikritik, disalahkan dan dibenarkan. Barangsiapa yang melihat adanya kesalahan hendaknya meluruskannya. Hati kami lapang dan telinga kami mendengar serta bersedia menerima. Semoga Allah menjadikan upaya ini sebagai amalan shalih yang bermanfaat pada hari yang tidak lagi bermanfaat harta dan anak-anak, melainkan orang yang menemui Rabb-nya dengan amalan shalih. Jazaakumullahu khairan almanhaj.or.id Abu Harits Abdillah - Redaktur Abu Khaulah al-Palimbani - Web Admin