Kategori Fiqih : Haji & Umrah
Selasa, 12 Desember 2006 00:56:17 WIB
Dari mana batu untuk melontar di ambil ? Bagaimana sifat melontar ? Dan apa hukum mencuci batu yang akan digunakan melontar ? Batu diambil di Mina. Tapi jika seseorang mengambil batu pada hari Id dari Muzdalifah, maka diperbolehkan. Dan tidak disyariatkan mencuci batu tetapi langsung mengambilnya dari Mina atau Muzdalifah atau dari tanah haram yang lain. Sedangkan ukuran batu adalah kira-kira sebesar kotoran kambing dan tidak berbentuk runcing seperti pelor. Demikianlah yang dikatakan ulama fiqih. Adapun cara melontar adalah sebanyak tujuh batu pada hari Id, yaitu Jumrah Aqabah saja. Sedangkan pada hari-hari tasyriq maka sebanyak 21 batu setiap hari, masing-masing tujuh lontaran untuk Jumrah Ula, tujuh lontaran untuk Jumrah Wustha, dan tujuh lontaran untuk Jumrah 'Aqabah.
Kamis, 7 Desember 2006 01:27:11 WIB
Orang yang meninggalkan mabit di Mina pada hari-hari tasyriq tanpa alasan syar'i maka dia telah meninggalkan ibadah yang disyariatkan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dengan perkataan dan perbuatannya serta penjelasannya tentang rukhsah bagi orang-orang yang berhalangan, seperti para pengembala dan orang-orang yang memberikan air minum denga air zamzam. Sedangkan rukshah adalah lawan kata keharusan. Karena itu mabit di Mina pada hari-hari tasyriq dinilai sebagai kewajiban dari beberapa kewajiban dalam haji menurut dua pendapat ulama yang paling shahih. Dan barangsiapa meninggalkan mabit tanpa halangan syar'i maka dia wajib menyembelih kurban.
Senin, 4 Desember 2006 09:09:29 WIB
Ia wajib kifarat, yaitu menyembelih kurban di Mekkah dan dibagikan kepada orang-orang miskin di Mekkah. Sebab dia meninggalkan kewajiban dalam haji tanpa alasan syar'i. Seharusnya ketika itu dia bertanya tentang Mina sehingga dapat bermalam di Mina. Adapun orang yang mencari tempat di Mina, lalu tidak mampu mabit di Mina maka dia tidak wajib kifarat. Sebab Allah berfirman. "Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kemampuanmu". Allah Subhanahu wa Ta'ala juga berfirman. "Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai kesanggupannya" Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : Jika aku perintahkan kepadamu suatu perkara, maka lakukan dia menurut kemampuanmu"
Kamis, 30 Nopember 2006 02:02:48 WIB
Shalat sah dilakukan di mana saja kecuali pada tempat yang tertentu dalam syari'at. Sebab Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda. "Bumi dijadikan masjid dan suci bagiku" Tapi yang disyari'atkan bagi orang yang haji adalah, shalat Maghrib dan shalat Isya dengan jama' di Muzdalifah di mana saja dia mampu melakukan (maksudnya : tidak harus di Masy'aril Haram seperti dilakukan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam) sebelum tengah malam. Tapi jika tidak mudah melakukan hal itu karena macet atau lainnya maka dia shalat Maghrib dan Isya di mana saja dan tidak boleh mengakhirkan keduanya sampai lewat tengah malam. Sebab Allah berfirman. "Sesunguhnya shalat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman"
Selasa, 28 Nopember 2006 01:57:29 WIB
Menurut pendapat yang shahih, mabit di Muzdalifah adalah wajib. Tapi sebagian ulama mengatakan mabit di Muzdalifah sebagai rukun haji, dan sebagian lain mengatakan sunnah. Adapun yang benar dari pendapat tersebut, bahwa mabit di Muzdalifah adalah wajib. Maka siapa saja yang meninggalkannya wajib membayar dam. Adapun yang sunnah dalam mabit di Muzdalifah adalah tidak meninggalkan Muzdalifah melainkan setelah shalat Subuh dan setelah langit menguning sebelum matahari terbit. Di mana Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam shalat shubuh di Muzdalifah dan berdzikir setelah shalat, lalu setelah langit menguning beliau bertolak manuju ke Mina dengan bertalbiyah. Tetapi bagi orang-orang yang lemah, seperti wanita dan orang-orang tua, diperbolehkan meninggalkan Muzdalifah pada tengah malam kedua. Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam memberikan keringanan kepada mereka untuk hal tersebut.
Jumat, 24 Nopember 2006 03:18:01 WIB
Yang utama bagi orang yang haji pada hari Arafah yang besar itu adalah tekun dalam berdo'a dan merendahkan diri kepada Allah seraya mengangkat kedua tangan. Sebab Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam tekun dalam berdo'a dan dzikir pada hari tersebut hingga matahari terbenam. Yaitu setelah shalat dzuhur dan ashar dengan jama' dan qashar di lembah Arafah, maka Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam menuju ketempat wukuf lalu wukuf disamping batu-batu besar dan di bukit yang sekarang dinamakan 'Al-Aal". Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam tekun dalam berdo'a dan dzikir seraya mengangkat kedua tangan dan menghadap kiblat dengan duduk di atas untanya. Allah mensyari'atkan kepada hamba-hamba-Nya untuk berdo'a dengan merendahkan diri, suara pelan dan khusyu' kepada Allah seraya penuh harap dan cemas. Terlebih bahwa bukit Arafah merupakan salah satu tempat berdo'a yang paling utama.
First Prev 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Next Last