Kategori Wanita : Muslimah
Selasa, 20 Juli 2004 09:15:57 WIB
Tidak diperbolehkan suatu proses belajar-mengajar yang bercampur didalamnya antar pelajar wanita dan pria dalam satu tempat atau sekolah atau dalam satu kursi, karena ia termasuk sebab-sebab timbulnya fitnah yang paling besar, maka tidak diperbolehkan bagi siswa dan siswi masuk sekolah yang didalamnya terdapat sebab-sebab timbulnya fitnah. Seorang muslim tidak diperbolehkan untuk berjabat tangan dengan wanita selain mahramnya meskipun ia mengulurkan tangannya,, dan hendaklah ia memberitahu bahwa berjabat tangan tidak diperbolehkan bagi laki-laki selain mahram, berdasarkan hadits shahih dai Nabi Shallallahu ‘aliahi wa sallam bahwasanya beliau bersabda ketika para wanita membaiatnya. "Sesungguhnya saya tidak menjabat tangan wanita". Dan ucapan Aisyah Radhiyallahu anhuma bahwasanya ia berkata : “Demi Allah, tangan Rasulullah tidak pernah memegang tangan perempuan (bukan mahramnya) sama sekali, mereka hanya membaiatnya dengan perkataan.
Jumat, 16 Juli 2004 13:44:59 WIB
Hukum berjabat tangan dengan wanita ada perinciannya ; apabila wanita tersebut termasuk mahram orang yang berjabat tangan seperti ibunya, putrinya, saudarinya, saudari ibunya, saudari bapaknya dan istrinya, maka diperbolehkan untuk berjabat tangan dengannya. Apabila selain mahram maka tidak diperbolehkan ; karena ada seorang wanita yang mengulurkan tangannya kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk menjabat tangannya, maka beliau bersabda : Sesungguhnya saya tidak menjabat tangan wanita. Aisyah Radhiyallahu anhuma berkata : “Demi Allah, tangan Rasulullah tidak pernah memegang tangan perempuan (yang bukan mahramnya) sama sekali, mereka hanya membaiatnya dengan ucapan”. Oleh karenanya wanita tidak diperkenankan untuk menjabat tangan laki-laki selain mahramnya dan tidak diperbolehkan bagi seorang laki-laki untuk menjabat tangan wanita selain mahramnya berdasarkan dua hadits tersebut diatas, dan karena hal tersebut memungkinkan terjadinya fitnah.
Sabtu, 5 Juni 2004 17:49:21 WIB
Kami tidak mengetahui ada seorangpun dari shahabat yang mewajibkan hal itu. Tetapi lebih utama dan lebih mulia bagi wanita untuk menutup wajah. Adapun mewajibkan sesuatu harus berdasarkan hukum yang jelas dalam syari'at. Tidak boleh mewajibkan sesuatu yang tidak diwajibkan Allah. Oleh karena itu saya telah membuat satu pasal khusus dalam kitab 'Hijabul Mar'aatul Muslimah', untuk membantah orang yang menganggap bahwa menutup wajah wanita adalah bid'ah. Saya telah jelaskan bahwa hal ini (menutup wajah) adalah lebih utama bagi wanita. Hadits Ibnu Abbas menjelaskan bahwa wajah dan kedua telapak tangan bukan termasuk aurat, sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam 'Al-Mushannaf'. Pendapat kami adalah bahwa hal ini bukanlah hal yang baru. Para ulama dari kalangan 'As Salafus Shalih' dan para ahli tafsir seperti Ibnu Jarir Ath-Thabari dan lain-lain mengatakan bahwa wajah bukan termasuk aurat tetapi menutupnya lebih utama.
Senin, 24 Mei 2004 09:02:59 WIB
Alhamdulillah saya merasa mantap dengan pensyari’atan hijab yang menutup seluruh badan, saya pun telah melaksanakannya dengan mengenakan hijab tersebut sejak beberapa tahun. Saya pernah membaca beberapa buku yang membahas hijab, terutanma buku-buku tafsir pada bagian yang membahas hijab saat menafsirkan sebagian surat Al-Qur’an, seperti An-Nur dan Al-Ahzab. Tapi saya tidak tahu bagaimana memadukan antara pakaian kaum muslimat pada masa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, para Khulafaur Rasyidin, para Khalifah Bani Umayyah dan urgensi hijab yang hampir saya anggap wajib atas semua wanita ?
Sabtu, 8 Mei 2004 07:18:28 WIB
Urgensi penutup wajah wanita. Apakah ini memang kewajiban yang diwajibkan dalam agama Islam ? Jika memang begitu, apa dalilnya ? Saya mendengar dari banyak sumber dan saya beranggapan bahwa penutup wajah itu telah umum digunakan di Jazirah Arab pada masa Turki, sejak saat itu ditegaskan penggunaannya sehingga semua orang menganggap bahwa itu diwajibkan kepada setiap wanita. Sebagaimana yang saya baca, bahwa pada masa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dan masa para sahabat, kaum wanita menyertai kaum laki-laki dalam berbagai pekerjaan, di antaranya membantu dalam peperangan. Apakah ini memang benar atau keliru dan tidak berdasar ?
Jumat, 30 April 2004 07:04:32 WIB
Supir dan pembantu laki-laki hukumnya sama dengan laki-laki lainnya yang bukan mahram ; harus berhijab dari mereka jika mereka bukan mahram dan tidak boleh menampakkan wajah pada mereka serta tidak boleh bersepi-sepian dengan mereka, berdasarkan sabda Nabi Shallallahu alaihi wa sallam. "Tidaklah seorang laki-laki bersepi-sepian dengan seorang wanita (yang bukan mahramnya) kecuali setan menjadi yang ketiganya". Dan karena keumuman dalil-dalil yang mewajibkan hijab serta mengharamkan tabarruj (berhias/bersolek) dan menampakkan wajah di hadapan laki-laki yang bukan mahram. Lain dari itu, tidak boleh mentaati ibu ataupun yang lainnya dalam kemaksiatan terhadap Allah.
First Prev 3 4 5 6 7 8 9 10 Next Last