Kategori Wanita : Muslimah

Hukum Safar Bagi Wanita Tanpa Mahram, Syubhat-Syubhat Dan Jawabannya

Kamis, 30 September 2010 02:11:44 WIB

Ada orang mengatakan bahwa larangan wanita safar tanpa mahram adalah apabila menggunakan angkutan zaman dulu, seperti onta, kuda, atau lainnya, yang wanita akan mengalami kesukaran, kesusahan dan menghabiskan waktu yang lama Adapun wanita yang bersafar menggunakan angkutan zaman sekarang, baik angkutan udara, darat atau laut, maka tidak termasuk keumuman hadits yang melarang wanita safar tanpa mahram. Kami katakan untuk menjawab terhadap syubhat ini, yaitu: bahwa syariat dan agama kita sesuai untuk setiap zaman dan tempat- Alhamdulillah-. Maka sebagaimana syariat dan agama kita sesuai untuk zaman onta dan pedang, sesuai pula untuk zaman pesawat terbang, roket dan atom. Seandainya agama ini hanya sesuai pada satu zaman saja, seperti agama-agama terdahulu, pastilah Allah Subhanahu wa Ta'ala telah mengutus seorang nabi lagi setelah nabiNya Shallallahu 'alaihi wa sallam padahal pastilah Rabb kita tidak akan melakukan hal tersebut, karena Dia telah berfirman: "Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi". Seandainya syari’at, perintah dan larangan beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam berlaku hanya berlaku untuk satu zaman, maka pastilah beliau sudah menjelaskannya. "Tidaklah Rabbmu lupa".

Hukum Safar Bagi Wanita Tanpa Mahram

Rabu, 29 September 2010 03:15:12 WIB

mam An-Naway rahimahullah berkata menukil perkataan Al-Baihaqy: “Seolah-olah beliau ditanya tentang seorang wanita yang safar tanpa disertai mahram sejauh tiga hari tiga malam perjalanan, maka beliau bersabda: “Tidak boleh”. Juga beliau ditanya tentang seorang wanita yang safar tanpa disertai mahram sejauh dua hari dua malam perjalanan, maka beliau bersabda: “Tidak boleh”. Dan beliau ditanya tentang safarnya tanpa disertai mahram sejauh satu hari satu malam perjalanan, maka beliau bersabda: “Tidak boleh”. Demikian juga dengan satu bariid . Kemudian setiap mereka menyampaikan apa yang mereka dengar, Adapun lafazh yang berbeda-beda yang datang dari satu perawi, maka kemungkinan perawi tersebut mendengarnya dari beberapa tempat lalu dia meriwayatkan sesekali yang ini dan lain kali yang itu. Ini semuanya shahih, dan semuanya itu bukan batasan minimal tentang apa yang dinamakan safar, dan (dengan hal itu) beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak menghendaki batasan minimal safar." Syaikh Muhammad Musa Nashr berkata: “Riwayat-riwayat tersebut menunjukkan batasan-batasan maksimal safar adalah tiga hari (perjalanan), dan batasan minimalnya adalah satu bariid. Satu bariid menurut para ulama’adalah 4 farsakh, satu farsakh adalah tiga mil dan satu mil adalah seribu hasta. Tidak tersembunyi lagi tentang dha’ifnya riwayat satu bariid".

Perkara-Perkara Yang Tidak Termasuk Ikhthilath

Senin, 27 September 2010 16:01:36 WIB

"Dari Abdullah bin Amr bin Al-‘Ash Radhiyallahu 'anhu bahwa orang-orang dari Bani Hasyim menemui Asma’ binti ‘Umais, kemudian Abu Bakar Ash-Shiddiq masuk –waktu itu Asma’ adalah istri Abu Bakar-, lalu Abu Bakar melihat mereka, maka dia tidak menyukainya. Kemudian dia menyebutkan hal itu kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam sambil berkata: “Aku tidak melihat kecuali kebaikan”. Maka Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: “Setelah hariku ini, janganlah sama sekali seorang laki-laki menemui seorang wanita yang ditingal pergi suaminya kecuali bersamanya ada seorang laki-laki lain atau dua laki-laki". An-Nawawi rahimahullah berkata di dalam penjelasan hadits ini: “Kemudian bahwa zhahir hadits ini membolehkan menyendirinya dua atau tiga laki-laki dengan seorang wanita asing/bukan mahramnya. Tetapi yang terkenal di kalangan para sahabat kami (yakni madzhab Syafi’iyah-pen) adalah haramnya hal tersebut, kemudian hadits itu diberi arti (untuk) sekelompok orang yang tidak mungkin bersepakat berbuat keji, karena keshalihan atau keperwiraan mereka, atau lainnya. Dan Al-Qadhi telah mengisyaratkan pemberian arti seperti ini. Syaikh Musthafa Al-‘Adawi memasukkan dua hadits di atas di dalam masalah “Masuknya dua atau tiga laki-laki kepada seorang wanita”.

Ikhtilath Sebuah Maksiat

Minggu, 26 September 2010 21:40:50 WIB

Sementara itu dari perkataan para ahli ilmu, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksudkan dengan Ikhtilath adalah percampuran atau berdesak-desakan antara orang-orang laki-laki dengan para wanita. Ketika Imam Abu Bakar Muhammad bin Al-Walid Ath-Thurthusi rahimahullah menyebutkan berbagai macam bid’ah, beliau berkata: “Dan (termasuk bid’ah) keluarnya orang-orang laki-laki bersama-sama atau sendiri-sendiri bersama para wanita dengan berikhtilath”. Kemudian Syaikh Ali bin Hasan Al-Halabi mengomentari ucapan Imam Ath-Thurthusi rahimahullah di atas dengan perkataan: “Ini (ikhtilath) terlarang, tidak boleh. Oleh karena itulah penulis memasukkannya (ke dalam bid’ah). Dan dalil-dalil diharamkannya ikhtilath sangat banyak, sebagian (ulama) yang cemburu (terhadap agama) –mudah-mudahan Allah membalas kebaikan kepada mereka- telah mengumpulkan dalil-dalil itu di dalam buku-buku tersendiri. Adapun orang-orang yang tersilaukan oleh pelacuran Barat yang kafir, yang tertipu oleh kesesatan peradaban modern, menurut persangkaan mereka!!!, mereka terombang-ambing di dalam kegelapan-kegelapan mereka, berbuat sembarangan di dalam kebodohan mereka, mencari-cari fatwa-fatwa dari berbagai tempat yang membolehkan ikhtilath semacam ini untuk mereka…padahal ikhtilath itu, demi Allah, merupakan kesesatan yang nyata! Mudah-mudahan mereka berfikir…dan kembali menuju kebenaran”.

Apa Enaknya Jadi Bujangan ?

Jumat, 13 Agustus 2010 02:15:45 WIB

Pernikahan merupakan kerangka dasar bangunan masyarakat Muslim dan tiang bagi bangunan hidup bermasyarakat dan bernegara. Maka sangatlah pantas bila seluruh anggota masyarakat menyambut gembira adanya pernikahan dengan ucapan selamat dan doa keberkahan yang diliputi kegembiraan dan suka ria. Tetapi harus diingat, haruslah tetap di atas koridor dan etika Islam, agar proses pembuatan bangunan itu tetap terarah dan tegak dengan benar, sehingga bisa terwujud masyarakat modern yang Islami. Kasih sayang dan ketentraman yang tumbuh dalam hati suami isteri merupakan nikmat Allah Azza wa Jalla. Dengan bantuan isteri, seorang suami mampu mengatasi berbagai masalah dan kesulitan yang dihadapi. Istri akan menjadi penghibur saat suami dirundung duka dan derita. Ia akan mampu membantu suami dalam beramal shâlih, bermasyarakat dan menolong orang-orang lemah. Begitu juga suami; ia akan menjadi pelindung dan pembina bagi isterinya dengan memberikan hakhak isteri secara sempurna. Telah ada contoh baik pada diri Ummul Mukminîn, Khadîjah Radhiyallahu ‘anha, ketika pertama kali turun wahyu kepada Rasulullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Khadijah Radhiyallahu ‘anha menghiburnya ketika beliau berkata kepadanya: “Sungguh aku khawatir terhadap diriku sendiri”. Maka Khadijah Radhiyallahu ‘anha berkata: “Sekali-kali tidak, demi Allah Azza wa Jalla !

Wanita Muslimah Juga Wajib Belajar Ilmu Syar'i

Senin, 21 Desember 2009 16:47:25 WIB

Semua orang telah memahami bahwa ajaran Islam memuat unsur ibadah, qiyâdah (penataan), siyâsah (pembinaan masyarakat) dan sosial kemasyarakatan, ekonomi dan semua sendi kehidupan. Untuk menelaah dan mendalami semua itu, tidak begitu saja bisa diperoleh tanpa usaha. Namun harus dengan upaya pembelajaran dan berguru. Karenanya, mempelajari ajaran Islam –sebuah agama yang mempunyai cakupan ilmu yang luas, integral, mendalam lagi beragam– menjadi suatu kewajiban bagi setiap muslim dan muslimah. Sehingga tidak mengherankan apabila Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : "Menuntut ilmu wajib bagi setiap muslim ". Namun kenyataannya, ada saja yang berkomentar dengan sekedar bersandar pada tekstual hadits belaka tentang hukum wanita menuntut ilmu adalah nâfilah (sunnat) semata dan bukan wajib. Padahal sebenarnya kata "muslim" dalam hadits di atas bermakna orang yang telah beriman kepada risalah Islam baik dari kalangan laki-laki maupun perempuan. Sehingga penakwilan semacam itu merupakan pemaknaan yang tidak benar. Oleh karena itu, Islam menaruh perhatian yang khusus pada pendidikan dan ilmu syar'i yang bermanfaat bagi mereka.

First  Prev  1  2  3  4  5  6  7  8  Next  Last

Bismillaahirrahmaanirrahiim Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam. Shalawat dan salam semoga dicurahkan kepada Rasul termulia, juga kepada seluruh keluarga dan shahabatnya. Amma ba'du. Website almanhaj.or.id adalah sebuah media dakwah sangat ringkas dan sederhana, yang diupayakan untuk ikut serta dalam tasfiyah (membersihkan) umat dari syirik, bid'ah, serta gerakan pemikiran yang merusak ajaran Islam dan tarbiyah (mendidik) kaum muslimin berdasarkan ajaran Islam yang murni dan mengajak mereka kepada pola pikir ilmiah berdasarkan al-Qur'an dan as-Sunnah dengan pemahaman Salafush Shalih. Kebenaran dan kebaikan yang anda dapatkan dari website ini datangnya dari Allah Ta'ala, adapun yang berupa kesalahan datangnya dari syaithan, dan kami berlepas diri dari kesalahan tersebut ketika kami masih hidup ataupun ketika sudah mati. Semua tulisan atau kitab selain Al-Qur'an dan As-Sunnah yang shahihah dan maqbul, mempunyai celah untuk dikritik, disalahkan dan dibenarkan. Barangsiapa yang melihat adanya kesalahan hendaknya meluruskannya. Hati kami lapang dan telinga kami mendengar serta bersedia menerima. Semoga Allah menjadikan upaya ini sebagai amalan shalih yang bermanfaat pada hari yang tidak lagi bermanfaat harta dan anak-anak, melainkan orang yang menemui Rabb-nya dengan amalan shalih. Jazaakumullahu khairan almanhaj.or.id Abu Harits Abdillah - Redaktur Abu Khaulah al-Palimbani - Web Admin