Senin, 14 Februari 2011 22:53:16 WIB
Kategori : Risalah : Rizqi & Harta
Untuk memenuhi kebutuhannya, seorang muslim wajib berusaha dengan mencari nafkah yang halal. Dengan nafkah itu, ia dapat menghidupi dirinya dan keluarganya. Dengan nafkah itu, ia juga dapat memberikan manfaat kepada orang lain. Seorang muslim tidak boleh menggantungkan hidupnya kepada orang lain. Karena hidup dengan bergantung kepada orang lain merupakan kehinaan. Dan hidup dari usaha orang lain adalah tercela. Allah dan RasulNya menganjurkan umat Islam untuk berusaha dan bekerja. Apapun jenis pekerjaan itu selama halal, maka tidaklah tercela. Para nabi dan rasul juga bekerja dan berusaha untuk menghidupi diri dan keluarganya. Demikian ini merupakan kemuliaan, karena makan dari hasil jerih payah sendiri adalah terhormat dan nikmat, sedangkan makan dari hasil jerih payah orang lain merupakan kehidupan yang hina. Karena itu, Islam menganjurkan kita untuk berusaha, dan tidak boleh mengharap kepada manusia. Pengharapan hanya wajib ditujukan kepada Allah saja. Allah-lah yang memberikan rezeki kepada seluruh makhluk. Kalau kita sudah berusaha semaksimal mungkin, Insya Allah, rezeki itu akan Allah berikan sebagaimana burung, yang pagi hari keluar dari sarangnya dalam keadaan lapar, kemudian pada sore hari pulang dalam keadaan kenyang.
Minggu, 13 Februari 2011 23:08:44 WIB
Kategori : Fiqih : Jual Beli
Seorang pedagang sibuk dengan jual beli sampai terlambat melakukan shalat jama’ah di masjid, baik tertinggal seluruh shalat atau masbuq. Berniaga yang sampai melalaikan seperti ini dilarang. Allah berfirman : Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat pada hari Jum'at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung. (Al Jumu’ah:9-10). Dalam ayat lain Allah berfirman : Hai orang-orang yang beriman, janganlah harta-hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang membuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang rugi. (Al Munafiqun:9). Perhatikanlah firman Allah Azza wa Jalla “maka mereka itulah orang-orang yang rugi”. Allah menyatakan mereka mengalami kerugian, meskipun mereka kaya, berhasil mengumpulkan banyak harta dan memiliki banyak anak. Sesungguhnya harta dan anak-anak mereka tidak akan bisa menggantikan dzikir yang terlewatkan. Seorang pedagang akan meraih keuntungan yang hakiki, jika mampu meraih dua kebaikan, yaitu memadukan antara mencari rezeki dengan ibadah kepada Allah Azza wa Jalla. Melangsungkan akad jual beli pada waktunya, dan menghadiri shalat pada waktunya
Jumat, 11 Februari 2011 22:44:02 WIB
Kategori : Bahasan : Hadits (1)
Di dalam Al Quran, Allah memuji orang-orang yang ikhlas. Mereka tidak menghendaki dari amalnya tersebut, kecuali wajah Allah dan keridhaanNya. Tidak terpengaruh dengan apa-apa yang berada dibalik keridhaan dan pujian manusia. Mereka adalah orang-orang yang berbuat kebajikan, menolong orang lain dan memberi makan karena mengharap wajah Allah. Mereka tidak mengharapkan balasan dan ucapan terimakasih dari seorang pun. Di antara mereka, ada yang berinfaq mencari keridhaan Allah. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam disuruh bersabar bersama orang-orang yang selalu berdo`a kepada Allah karena mengharap wajahNya. Mereka itulah yang disebutkan Allah dalam firmanNya : Sesungguhnya orang-orang yang berbuat kebajikan, minum dari gelas (berisi minuman) yang campurannya adalah air kafur, (yaitu) mata air (dalam surga); yang daripadanya hamba-hamba Allah minum, yang mereka dapat mengalirkannya dengan sebaik-baiknya. Mereka menunaikan nadzar dan takut akan suatu hari yang adzabnya merata dimana-mana. Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim dan orang yang ditawan.
Kamis, 10 Februari 2011 15:21:32 WIB
Kategori : Bahasan : Hadits (1)
Dalam mendefinisikan ikhlas, para ulama berbeda redaksi dalam menggambarkanya. Ada yang berpendapat, ikhlas adalah memurnikan tujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah. Ada pula yang berpendapat, ikhlas adalah mengesakan Allah dalam beribadah kepadaNya. Ada pula yang berpendapat, ikhlas adalah pembersihan dari pamrih kepada makhluk. Al ‘Izz bin Abdis Salam berkata : “Ikhlas ialah, seorang mukallaf melaksanakan ketaatan semata-mata karena Allah. Dia tidak berharap pengagungan dan penghormatan manusia, dan tidak pula berharap manfaat dan menolak bahaya”. Al Harawi mengatakan : “Ikhlas ialah, membersihkan amal dari setiap noda.” Yang lain berkata : “Seorang yang ikhlas ialah, seorang yang tidak mencari perhatian di hati manusia dalam rangka memperbaiki hatinya di hadapan Allah, dan tidak suka seandainya manusia sampai memperhatikan amalnya, meskipun hanya seberat biji sawi”. Abu ‘Utsman berkata : “Ikhlas ialah, melupakan pandangan makhluk, dengan selalu melihat kepada Khaliq (Allah)”. Abu Hudzaifah Al Mar’asyi berkata : “Ikhlas ialah, kesesuaian perbuatan seorang hamba antara lahir dan batin”. Abu ‘Ali Fudhail bin ‘Iyadh berkata : “Meninggalkan amal karena manusia adalah riya’. Dan beramal karena manusia adalah syirik. Dan ikhlas ialah, apabila Allah menyelamatkan kamu dari keduanya”.
Rabu, 9 Februari 2011 23:30:49 WIB
Kategori : Bahasan : Hadits (1)
Yang selayaknya disebutkan juga dalam pembahasan ini ialah, manakala ikhlas telah tertanam dalam mengamalkan suatu ketaatan, sedangkan ketaatan itu murni hanya dalam rangka mencari wajah Allah saja, maka kita dapat menyaksikan, bahwa Allah pasti akan memberi balasan yang besar terhadap orang-orang yang ikhlas, meskipun ketaatannya sedikit. Sebagaimana kata Abdullah Ibnul Mubarak: “Betapa banyak amal kecil (sedikit, sederhana) menjadi besar dengan sebab niatnya (keikhlasannya). Dan betapa banyak amal yang besar (banyak) menjadi kecil nilainya dengan sebab niat (karena tidak ikhlas)”. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata: “Suatu bentuk amal yang dilakukan manusia dengan dasar keikhlasan dan ibadah yang sempurna kepada Allah, maka Allah akan mengampuni dengan keikhlasan itu dosa-dosa besarnya, sebagaimana dalam hadits bithaqah (kartu yang bertuliskan لاَََ إِِلَهَ إِلاَّ الله) ditimbang dengan 99 dosa di salah satu daun timbangan. Maka yang lebih berat adalah bithaqah”. Inilah keadaan orang yang mengucapkannya dengan ikhlas dan jujur sebagaimana dalam hadits tersebut. Kalau tidak ikhlas, maka berapa banyak orang yang melakukan dosa besar masuk neraka, padahal mereka mengucapkan kalimat tauhid, namun ucapan mereka tidak dapat menghapuskan dosa-dosa mereka sebagaimana ucapan pemilik bithaqah.
Selasa, 8 Februari 2011 23:31:22 WIB
Kategori : Risalah : Do'a & Taubat
Dengan bertaubat, kita dapat membersihkan hati dari noda yang mengotorinya. Sebab dosa menodai hati, dan membersihkannya merupakan kewajiban. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : Sesungguhnya seorang mukmin bila berbuat dosa, maka akan (timbul) satu titik noda hitam di hatinya. Jika ia bertaubat, meninggalkan (perbuatan tersebut) dan memohon ampunan (kepada Allah), maka hatinya kembali bersih. Tetapi bila menambah (perbuatan dosa), maka bertambahlah noda hitam tersebut sampai memenuhi hatinya. Maka itulah ar raan (penutup hati) yang telah disebutkan Allah dalam firmanNya “Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutup hati mereka. Allah juga menganjurkan kita untuk segera bertaubat dan beristighfar, karena hal demikian jauh lebih baik daripada larut dalam dosa. Allah berfirman, (artinya): Maka jika mereka bertaubat, itu adalah lebih baik bagi mereka, dan jika mereka berpaling, niscaya Allah akan mengazab mereka dengan azab yang pedih di dunia dan di akhirat; dan mereka sekali-kali tidak mempunyai pelindung dan tidak (pula) penolong di muka bumi.
First Prev 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 Next Last
