Menyewakan Tanah Pertanian

Kamis, 31 Mei 2012 15:53:24 WIB
Kategori : Fiqih : Jual Beli

Diantara solusi yang lebih adil dan jauh dari perselisihan ialah dengan menjalin kerja sama antara pemilik lahan dengan penggarap. Berdasarkan kerja sama ini kedua belah pihak berhak mendapatkan bagian dari hasil ladang sesuai dengan persentase yang disepakati. Dan sebaliknya bila ladang gagal menghasilkan, maka penggarap ladang bebas dari kewajiban apapun selain mengembalikan ladang kepada pemiliknya. Akad kerja sama antara dua belah pihak ini dapat menggunakan skema musaqah bila ladang telah ditanami dengan tanaman yang dapat menghasilkan dalam jangka waktu panjang. Dengan skema kerja sama ini pengelola –biasanya- bertanggung jawab merawat tanaman dan kemudian memanen hasilnya. Sementara itu, pengadaan lahan dan juga penanaman pohon adalah tanggung jawab pemodal alias pemilik lahan. Sebagaimana dapat pula di jalin hubungan dengan skema muzaraah bila tanaman yang ditanam hanya menghasilkan dalam masa yang pendek atau bahkan sekali panen. Solusi ini pernah diterapkan langsung oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersama penduduk negeri Khaibar. Sahabat Abdullah bin Umar Radhiyallahu anhuma mengisahkan : Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mempercayakan pengelolaan ladang negeri Khaibar kepada orang-orang Yahudi, agar mereka yang menggarap dan menanamnya. Sebagai imbalannya, mereka berhak mendapatkan separuh dari hasilnya”

Hukum-Hukum Umum Seputar Akad Jual Beli

Selasa, 29 Mei 2012 22:47:29 WIB
Kategori : Fiqih : Jual Beli

Sahabat Jabir Radhiyallahu anhu mengisahkan bahwa pada suatu hari ia menunggang unta yang telah kelelahan, sehingga ia berencana melepaskan untanya. Namun, sebelum ia melakukan rencananya, tiba-tiba Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam –yang sebelumnya berada di akhir rombongan- berhasil menyusulnya. Selanjutnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mendo’akannya dan memukul unta tunggangan sahabat Jabir Radhiyallahu anhu. Diluar dugaan, unta Sahabat Jabir Radhiyallahu anhu sekejap berubah menjadi gesit dan lincah melebihi kebiasaannya. Setelah melihat unta Sahabat Jabir Radhiyallahu anhu pulih gesit kembali, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada Sahabat Jabir Radhiyallahu anhu “Juallah unta itu kepadaku seharga 40 dirham.” Sahabat Jabir Radhyallahu anhu menolak tawaran Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ini dan berkata,”Tidak” Namun kembali Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Juallah untamu kepadaku.” Setelah penawaran kedua ini Sahabat Jabir Radhiyallahu anhu pun menjual untanya seharga 40 dirham, namun beliau mensyaratkan agar diizinkan tetap menungganginya hingga tiba di rumahnya. Dan setibanya di rumah, Sahabat Jabir Radhiyallahu anhu segera menyerahkan untanya dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyerahkan bayarannya.

Pentingnya Barang Bukti Dalam Mu’amalah

Senin, 28 Mei 2012 06:42:11 WIB
Kategori : Fiqih : Jual Beli

Ibnu Jarir rahimahullah menjelaskan makna ayat ini dengan berkata, “Allah memerintahkan agar Anda mempersaksikan setiap transaksi yang Anda lakukan, baik bernilai besar atu kecil, tunai atau terhutang. Karena keringanan untuk tidak mempersaksikan hanya berlaku pada perniagaan yang dilakukan secara langsung dan dengan pembayaran tunai. Adanya keringanan ini bukan berarti Anda leluasa untuk tidak mengabaikan perihal persaksian atas penjualan atau pembelian Anda. Alasan adanya perintah ini, karena melalaikan perihal persaksian dapat merugikan kedua belah pihak; penjual dan juga pembeli. Pembeli bisa dirugikan bila penjual mengingkari penjualannya sedangkan sebagai pembeli Anda tidak mampu membuktikan pembelian Anda. Akibatnya uang yang telah Anda bayarkan tidak dapat kembali. Sebagaimana penjual dapat dirugikan bila pembeli mengingkari pembelian, padahal ia telah menikmati barang dan belum melakukan pembayaran. Adanya persaksian ini bertujuan melindungi hak kedua belah pihak, agar tidak ada sedikit pun dari hak mereka yang dirampas oleh pihak yang lain. Imam Bukhari meriwayatkan kisah Sahabat al-Asy’ats bin Qais Radhiyallahu anhuma yang bersengketa dengan seorang Yahudi perihal sumur. Maka keduanya mengangkat masalahnya ke hadapan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Menghadapi kasus mereka, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada Sahabat al-Asy’ats bin Qais Radhiyallahu anhu: “Datangkan dua orang saksimu!

Agama Islam Adalah Agama Yang Haq Yang Dibawa Oleh Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam

Rabu, 16 Mei 2012 23:17:04 WIB
Kategori : Kitab : Aqidah (Syarah)

Islam secara bahasa (etimologi) adalah berserah diri, tunduk, atau patuh. Adapun menurut syari’at (terminologi), definisi Islam berada pada dua keadaan: Pertama: Apabila Islam disebutkan sendiri tanpa diiringi dengan kata iman, maka pengertian Islam mencakup keseluruhan agama, baik ushul (pokok) maupun furu’ (cabang), seluruh masalah ‘aqidah, ibadah, keyakinan, perkataan dan perbuatan. Jadi pengertian ini menunjukkan bahwa Islam adalah pengakuan dengan lisan, meyakininya dengan hati dan berserah diri kepada Allah Azza wa Jalla atas semua yang telah ditentukan dan ditakdirkan. Kedua: Apabila Islam disebutkan bersamaan dengan kata iman, maka yang dimaksud dengan Islam adalah perkataan dan amal-amal lahiriyah yang diri dan hartanya terjaga dengan perkataan dan amal-amal tersebut, baik dia meyakini Islam ataupun tidak. Sedangkan kalimat iman berkaitan dengan amalan hati. Sebagaimana firman Allah Azza wa Jalla : “Orang-orang Arab Badui itu berkata: ‘Kami telah beriman.’ Katakanlah (kepada mereka): ‘Kamu belum beriman, tetapi katakanlah: ‘Kami telah tunduk,’ karena iman itu belum ma-suk ke dalam hatimu...” Dengan Islam, Allah Subhanahu wa Ta’ala mengakhiri serta menyempurna-kan agama-Nya yang dianut ummat sebelumnya untuk para hamba-Nya. Dengan Islam pula, Allah Subhanahu wa Ta’ala menyempurnakan kenikmatan-Nya dan meridhai Islam sebagai agama. Agama Islam adalah agama yang benar dan satu-satunya agama yang diterima Allah, agama (kepercayaan) selain Islam tidak akan diterima Allah.

Makna Dua Kalimat Syahadah

Selasa, 15 Mei 2012 23:03:05 WIB
Kategori : Kitab : Aqidah (Syarah)

Ahlus Sunnah wal Jama’ah meyakini bahwa dua kalimat syahadah merupakan dasar sah dan diterimanya semua amal. Kedua kalimat ini memiliki makna, syarat-syarat dan rukun-rukun yang harus diketahui, diyakini, diimani dan diamalkan oleh seluruh kaum Muslimin. Makna kalimat لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ Makna dari kalimat لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ (laa ilaaha illallaah) adalah:“Tidak ada sesembahan yang berhak di ibadahi dengan benar kecuali Allah Subhanahu wa Ta’ala.” Ada beberapa penafsiran yang salah tentang makna kalimat لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ (laa ilaaha illallaah), dan kesalahan tersebut telah menyebar luas. Di antara kesalahan tersebut adalah: Menafsirkan kalimat لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ dengan لاَ مَعْبُوْدَ إِلاَّ اللهُ (tidak ada yang diibadahi kecuali Allah), padahal makna tersebut rancu karena jika demikian, maka setiap yang diibadahi, baik benar maupun salah, berarti Allah. Menafsirkan kalimat لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ dengan لاَ خَالِقَ إِلاَّ اللهُ (tidak ada pencipta kecuali Allah), padahal makna tersebut merupakan sebagian dari makna kalimat لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ dan ini masih berupa Tauhid Rububiyyah saja, sehingga belum cukup. Inilah yang diyakini juga oleh orang-orang musyrik. Menafsirkan kalimat لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ dengan لاَ حَاكِمِيَّةَ إِلاَّ اللهُ (tidak ada hakim (penguasa) kecuali Allah), pengertian ini pun tidak mencukupi karena apabila mengesakan Allah hanya dengan pengakuan atas sifat Allah Yang Maha Penguasa saja namun masih berdo’a kepada selain-Nya atau menyelewengkan tujuan ibadah kepada sesuatu selain-Nya, maka hal ini belum termasuk definisi yang benar.

Tauhid Rububiyyah

Senin, 14 Mei 2012 23:18:01 WIB
Kategori : Kitab : Aqidah (Syarah)

Tauhid Rububiyyah berarti mentauhidkan segala apa yang dilakukan Allah Subhanahu wa Ta’ala, baik mencipta, memberi rizki, menghidupkan dan mematikan, serta bahwasanya Dia adalah Raja, Penguasa, dan Yang mengatur segala sesuatu. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: “Ingatlah, menciptakan dan memerintahkan hanyalah hak Allah. Mahasuci Allah, Rabb semesta alam.” Dan Allah Azza wa Jalla berfirman : “...Yang (berbuat) demikian itu adalah Allah Rabb-mu, milik- Nya-lah kerajaan. Dan orang-orang yang kamu seru (sembah) selain Allah, tiada mempunyai apa-apa walaupun setipis kulit ari.” Tauhid Rububiyyah ini tidak bermanfaat bagi seseorang yang mengimaninya, kecuali dia diberi petunjuk untuk beriman kepada dua macam tauhid lainnya, yaitu tauhid Uluhiyyah dan tauhid al-Asma’ wash Shifat. Karena Allah telah memberitakan kepada kita bahwa orang-orang musyrikin telah mengenal tauhid Rububiyyah yang dimiliki Allah, namun demikian tidak memberikan manfaat kepada mereka, sebab mereka tidak mengesakan-Nya dalam beribadah. Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata: “Seandainya keimanan kepada tauhid Rububiyyah ini saja dapat menyelamatkan, tentunya orang-orang musyrik telah diselamatkan. Akan tetapi urusan yang amat penting dan menjadi penentu adalah keimanan kepada tauhid Uluhiyyah yang merupakan pembeda antara orang-orang musyrikin dan orang-orang yang mentauhidkan Allah Ta’ala.”

First  Prev  8  9  10  11  12  13  14  15  16  17  18  Next  Last

Bismillaahirrahmaanirrahiim Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam. Shalawat dan salam semoga dicurahkan kepada Rasul termulia, juga kepada seluruh keluarga dan shahabatnya. Amma ba'du. Website almanhaj.or.id adalah sebuah media dakwah sangat ringkas dan sederhana, yang diupayakan untuk ikut serta dalam tasfiyah (membersihkan) umat dari syirik, bid'ah, serta gerakan pemikiran yang merusak ajaran Islam dan tarbiyah (mendidik) kaum muslimin berdasarkan ajaran Islam yang murni dan mengajak mereka kepada pola pikir ilmiah berdasarkan al-Qur'an dan as-Sunnah dengan pemahaman Salafush Shalih. Kebenaran dan kebaikan yang anda dapatkan dari website ini datangnya dari Allah Ta'ala, adapun yang berupa kesalahan datangnya dari syaithan, dan kami berlepas diri dari kesalahan tersebut ketika kami masih hidup ataupun ketika sudah mati. Semua tulisan atau kitab selain Al-Qur'an dan As-Sunnah yang shahihah dan maqbul, mempunyai celah untuk dikritik, disalahkan dan dibenarkan. Barangsiapa yang melihat adanya kesalahan hendaknya meluruskannya. Hati kami lapang dan telinga kami mendengar serta bersedia menerima. Semoga Allah menjadikan upaya ini sebagai amalan shalih yang bermanfaat pada hari yang tidak lagi bermanfaat harta dan anak-anak, melainkan orang yang menemui Rabb-nya dengan amalan shalih. Jazaakumullahu khairan almanhaj.or.id Abu Harits Abdillah - Redaktur Abu Khaulah al-Palimbani - Web Admin