Kategori Risalah : Anak
Kamis, 15 Mei 2008 13:18:42 WIB
Sebagian besar orang tua menyerahkan pendidikan anaknya kepada lembaga pendidikan yang berorientasi dunia belaka, sedangkan masalah aqidah, manhaj, adab dan keselamatan di dunia dan akhirat diabaikan. Perhatian mereka hanya berfokus kepada sekolah yang bisa mengantarkan anaknya menjadi cerdas dan cepat dalam pekerjaan. Prinsip ini bukan hanya ada pada orang awam saja, tetapi tokoh agama dan da’i yang menggebu-gebu membela Islam lebih senang menyekolahkan anaknya pada lembaga pendidikan umum yang tidak jelas aqidah dan manhajnya daripada menyekolahkan anaknya di pesantren yang dikelola menurut Sunnah. Bahkan mereka ragu dan was-was bila anaknya masuk pesantren karena tidak diterima di sekolah umum. Mereka khawatir masa depan anaknya suram, tidak bertitelkan sarjana, tidak diterima sebagai pegawai negeri, tidak bisa mencari rezeki, dan alasan lainnya. Inilah kondisi umat Islam pada umumnya, bahkan ada yang sampai hati memarahi anaknya dan tidak memberi nafkah kepada anaknya bila mereka putus kuliah karena ingin mencari ilmu Dienul Islam di pesantren, lantaran dianggapnya durhaka kepada orang tua.
Senin, 12 Mei 2008 07:19:21 WIB
Saya lihat buku berbahasa Inggris yang dibeli tertulis "Untuk Non Muslim", maka saya tanya kepada pengunjung tersebut : "Anda membeli buku bebahasa Inggris ini untuk siapa? Untuk dibaca sendiri atau untuk orang lain?" Saya khawatir ia salah beli. Dia menjawab,"Saya akan berikan sebagai hadiah untuk teman saya sekantor, ia kafir bukan muslim. Semoga ia mendapatkan hidayah dan masuk Islam!" Mendengar jawaban tersebut, segera saya bergegas menuju sekretaris kantor. Saya katakan, "Bagaimana pendapatmu, kalau buku yang dibeli oleh tamu kita ini, kita hadiahkan saja, karena buku tersebut akan dihadiahkan kepada teman sekerjanya yang kafir?" Sekretaris kantor setuju. Ahmad mendengar pembicaraan kami berdua, karena ia sedang menunggu kembalian uang untuk tamunya. Sekretaris kantor mengatakan, jadi total yang ia beli hanya 9 real dan kembalinya 41 real. Tiba-tiba, secara spontan, Ahmad mengeluarkan uang 5 real miliknya dan ia berikan kepada sekretaris sambil berkata: "Saya ikut menyumbang 5 real untuk beli kaset dakwah yang dibeli orang itu. Jadi biar ia membayar cukup 4 real saja".
Minggu, 27 April 2008 22:52:16 WIB
Syaikh Mushthafa di dalam kitabnya, Fiqh Tarbiyatul Abnaa’, hal. 135, mengatakan, “Terkadang seorang anak berbuat salah, karenanya ia memerlukan bimbingan. Lalu sang ibu datang untuk membimbingnya. Tetapi, sang suami yang berakal justeru menghardik sang ibu di hadapan anaknya sehingga berdampak negatif bagi anaknya, yang mengakibatkan kewibawaan sang ibu jatuh. Oleh karena itu, berhati-hatilah Anda agar tidak menghardik isteri di hadapan anaknya, tetapi hendaklah Anda berlemah lembut dalam bertutur kata dan berikan penghormatan terhadap kewibawaan dan harga dirinya. Katakan kepadanya, misalnya, ‘Menurutku anak ini belum pantas untuk dipukul, semoga Allah memberikan ampunan pada kali ini, maka maafkanlah untuk kali ini. Dan jika dia mengulanginya lagi, maka berikanlah hukuman. Dan aku akan memberinya hukuman yang sama denganmu". Jika seorang ibu dipukul dan dihardik olehmu di hadapan anak-anaknya, maka hal itu akan tampak jelas di mata anak-anaknya dan berpengaruh terhadap psikologinya. Di antara mereka bahkan akan ada yang marah dan membencimu serta sangat sedih atas apa yang dialami ibunya.
Minggu, 16 Maret 2008 13:37:27 WIB
Dan tidak layak bagi seorang mu’min membunuh seorang mu’min (yang lain), kecuali karena tersalah (tidak sengaja), dan barangsiapa membunuh seorang mu’min karena tersalah (hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh itu), kecuali jika mereka (keluarga terbunuh) bersedekah. Jika ia (si terbunuh) dari kaum yang memusuhimu, padahal ia mu’min, maka (hendaklah si pembunuh) memerdekakan hamba sahaya yang mu’min. Dan jika ia (si terbunuh) dari kaum (kafir) yang ada perjanjian (damai) antara mereka dengan kamu, maka (hendaklah si pembunuh) membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh) serta memerdekakan hamba sahaya yang mu’min.
Minggu, 4 Nopember 2007 05:28:46 WIB
Terlalu banyak bapak-bapak muslim pada zaman kita hidup sekarang ini yang berakhlak seperti akhlaknya kaum jahiliyyah. Tidak sedikit di antara mereka ketika mendapat kabar gembira bahwa istrinya telah melahirkan sang bayi perempuan mereka menyesal, kusut mukanya dan tidak tampak kegembiraan di wajahnya, marah-marah dan lain-lain dari sifat jahiliyyah. Bahkan tidak sedikit para istri menjadi sasaran kemarahan suami dan mertuanya yang sangat menginginkan anak dan cucu laki-laki hanya karena si istri dan mantu ini dengan izin Allah Subhanahu wa Ta’ala telah melahirkan sang bayi perempuan!!? Semua itu menunjukkan bahwa mereka adalah orang-orang yang miskin iman dan ilmu. Tidakkah mereka mengetahui bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala yang Maha Kuasa menentukan laki-laki atau perempuan dan manusia tidak mempunyai kekuasaan sedikitpun juga!.
Jumat, 2 Nopember 2007 16:00:53 WIB
Dari hadits yang mulia ini kita mengetahui bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mencintai umatnya mempunyai banyak anak. Dengan demikian, maka Islam menganjurkan umatnya mempunyai banyak anak dengan maksud dan tujuan yang suci mengikuti ‘Syari’at Rabbul ‘Alamin di antaranya yang terpenting adalah memperbanyak umat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana beliau tegaskan (lihat haditsnya di fasal pertama). Keadaan yang demikian membuat orang-orang kuffar ketakutan dan cemas akan banyaknya kaum muslimin. Akhirnya merekapun menakut-nakuti kaum muslimin dam membuat berbagai macam program dalam rangka membatasi kelahiran di negeri-negeri Islam yang pemimpinnya dan para pejabatnya jauh dari nur Islam.
First Prev 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Next Last
