Kategori Fokus : Mabhats
Selasa, 1 Desember 2009 16:49:48 WIB
Kitab ‘Iqdul jauhar fî maulid an nabiyyi al azhar’ atau yang terkenal dengan nama Maulid Barzanji, adalah sebuah kitab yang sangat populer di kalangan dunia Islam, demikian juga di negara kita Indonesia, terutama di kalangan para santri dan pondok-pondok pesantren. Maka, tidak mengherankan jika di setiap rumah mereka terdapat kitab Barzanji ini. Bahkan, sebagian di antara mereka sudah menghafalnya. Sudah menjadi ritual di antara mereka untuk membacanya setiap malam Senin karena meyakini adanya keutamaan dalam membacanya pada malam hari kelahiran Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam. Ada juga yang membacanya setiap malam Jum’at karena mengharap keberkahan malam hari tersebut. Ada juga yang membacanya setiap bulan sekali, dan ada juga pembacaan maulid barzanji ini pada hari menjelang kelahiran sang bayi atau pada hari dicukur rambutnya. Sudah kita ketahui bahwa mereka beramai-ramai membacanya dengan berjamaah kemudian berdiri ketika dibacakan detik-detik kelahiran beliau. Hal ini mereka lakukan pada perayaan maulid beliau pada tanggal 12 Rabi’ûl awwal. Mereka meyakini bahwa dengan membaca barzanji ini mereka telah mengenang dan memuliakan Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam, sehingga mereka akan memperoleh ketentraman, kedamaian dan keberkahan yang melimpah.
Senin, 30 Nopember 2009 16:25:55 WIB
Secara umum peringatan maulud Nabi Shallallahu alaihi wa sallam selalu disemarakkan dengan shalawatan dan puji-pujian kepada Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam, yang mereka ambil dari kitab Barzanji maupun Daiba’, ada kalanya ditambah dengan senandung qasîdah Burdah. Meskipun kitab Barzanji lebih populer di kalangan orang awam daripada yang lainnya, tetapi biasanya kitab Daiba’, Barzanji dan Qasidah Burdah dijadikan satu paket untuk meramaikan maulid Nabi Shallallahu alaihi wa sallam yang diawali dengan membaca Daiba’, lalu Barzanji, kemudian ditutup dengan Qasîdah Burdah. Biasanya kitab Barzanji menjadi kitab induk peringatan maulîd Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, bahkan sebagian pembacanya lebih tekun membaca kitab Barzanji daripada membaca al-Qur’an. Maka tidak aneh jika banyak di antara mereka yang lebih hafal kitab Barzanji bersama lagu-lagunya dibanding al-Quran. Fokus pembahasan dan kritikan terhadap kitab Barzanji ini adalah karena populernya, meskipun penyimpangan kitab Daiba’ lebih parah daripada kitab Barzanji.
Jumat, 9 Oktober 2009 21:16:11 WIB
Benar, memang Islam adalah solusi, namun Islam yang bagaimana? Islam versi Rafidhah, Khawarij, Murji'ah, sufi, sekuler atau versi pengikut hawa nafsu dan ahli bid'ah? Islam yang bagaimanakah yang kalian inginkan? Islam yang bagaimanakah yang kalian ridhai? Padahal pada saat yang sama, kalian lalai terhadap Islamnya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, Islamnya Abu Bakr, 'Umar, 'Utsman dan 'Ali Radhiyallahu 'anhum ? Benar, Islam adalah solusi bila sesuai dengan pemahaman Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam , Abu Bakar, 'Umar, 'Utsman dan 'Ali, serta seluruh sahabat Rasulullahn Shallallahu 'alaihi wa sallam . Bukan Islam adat-istiadat dan hawa nafsu. Bukan pula Islam tarekat dan ahli bid'ah seperti kata tokoh besar mereka: "Kami inginkan Islam dengan segala warna dan ragamnya". Tidak demikian! Kami hanya menginginkan Islamnya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, Abu Bakar, 'Umar, 'Utsman dan 'Ali . Inilah Islam yang kita inginkan dan kita maksudkan. Jika Islam yang dimaksud berjalan sesuai dengan tuntunan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, niscaya akan menjadi jalan keluar, menjadi solusi dari fitnah dan problematika umat ini.
Rabu, 7 Oktober 2009 22:16:03 WIB
Allah Subhanahu wa Ta'ala tidak merubah keadaan suatu kaum yang berada dalam kenikmatan dan kesejahteraan, sehingga mereka merubahnya sendiri. Juga tidak merubah suatu kaum yang hina dan rendah, kecuali mereka merubah keadaan mereka sendiri. Yaitu dengan menjalankan sebab-sebab yang dapat mengantarnya kepada kemulian dan kejayaan. Inilah yang dijelaskan Allah dalam firman-Nya: "Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan suatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.". Dalam ayat yang mulia ini terkandung penjelasan, bahwasanya semua perkara di seluruh dunia ini terjadi dengan taqdir dan perintah-Nya. Namun Allah Subhanahu wa Ta'ala telah menjadikan sunnah- sunnah kauniyah dan syari'at dalam merubah nasib suatu kaum. Sehingga umat yang menjalankan sunnah-sunnah kauniyah dan syari'at untuk kejayaan, maka Allah Subhanahu wa Ta'ala merubahnya menjadi jaya. Demikian juga sebaliknya, apabila mereka menjalankan sunnah-sunnah Allah untuk kerendahan dan kehinaan, maka Allah menjadikan mereka hina dan rendah. Hal ini telah terjadi pada umat-umat terdahulu, yang semestinya menjadi pelajaran bagi umat manusia pada zaman sesudahnya.
Minggu, 25 Mei 2008 06:52:56 WIB
Termasuk bid’ah yang merebak pada zaman ini, yaitu anggapan sebagian orang yang membagi Islam menjadi “kulit dan isi”, atau “kuliyat dan juz-iyyat”, atau “bentuk dan isi”, atau “ushul dan furu”, atau “bagian luar dan ruh”. Lalu mereka menyepelekan bagian agama yang dianggapnya sebagai kulit atau juz’iyyat, atau bentuk semata. Memang sebagian ulama ada yang menggunakan istilah ushul (pokok) dan furu’ (cabang) dalam menjelaskan ajaran Islam, tetapi mereka tidak bermaksud meremehkan furu’, apalagi meninggalkannya. Tetapi istilah itu untuk menunjukkan nilai pentingnya. Karena semua bagian agama Islam ini penting, namun nilai pentingnya tidaklah satu derajat. Adapun orang-orang yang memiliki anggapan sebagaimana di atas, sebagian besar mereka kemudian tidak menaruh perhatian terhadap syi’ar-syi’ar yang lahiriyah, yang mereka anggap sebagai kulit. Bahkan menuduh orang yang berpegang dengannyan sebagai orang yang menyibukkan diri dengan perkara cabang, dan orang yang mendakwahkannya dianggap mengobarkan perselisihan dan perpecahan.
Kamis, 27 Maret 2008 10:07:45 WIB
Syaikhul-Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah mengatakan, “… Padahal aku senantiasa -dan orang yang selalu mendampingiku selalu mengetahuinya- termasuk orang yang sangat melarang untuk menisbatkan orang tertentu dengan kekafiran, kefasikan, dan kemaksiatan. Kecuali jika orang itu telah nyata baginya kebenaran ajaran Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam , yang barangsiapa menyalahinya, kadangkala bisa menjadi kafir, fasik, atau pelaku maksiat. Dan aku menjelaskan bahwa Allah Ta’ala mengampuni kesalahan (yang tidak disengaja) bagi umat ini. Pengampunan tersebut meliputi kesalahan dalam masalah khabariyyah qauliyyah (keyakinan) dan masalah-masalah ‘amaliyyah. Para ulama Salaf masih banyak berbeda dalam masalah ini, tetapi tidak seorang pun di antara mereka yang menyatakan kafir, fasik, atau pelaku maksiat terhadap seseorang.”
First Prev 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Next Last