Kategori Fokus : Mabhats

Peran Ijma Dalam Penetapan Hukum Islam

Jumat, 7 Januari 2011 23:03:42 WIB

Banyak terdapat perbedaan pendapat di kalangan para ulama dalam menetapkan makna Ijma' menurut arti istilah. Ini dikarenakan perbedaan mereka dalam meletakkan kaidah dan syarat Ijma'. Namun definisi Ijma' yang paling mendekati kebenaran adalah kesepakatan para ulama ahli ijtihad dari kalangan umat Muhammad setelah wafatnya beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam pada masa tertentu atas suatu perkara agama. Maksudnya, mereka terlibat dalam kesepakatan tersebut, baik dalam bentuk keyakinan, ucapan dan perbuatan. Penegasan para ulama ahli ijtihad mengeluarkan kalangan awam, karena kesepakatan dan perbedaan mereka tidak perlu diperhitungkan atau kesepakatan sebagian para ulama juga tidak bisa dianggap Ijma'. Yang dimaksud dengan ijtihad, adalah pengerahan kemampuan pikiran secara maksimal untuk menghasilkan putusan hukum. Adapun yang dimaksud setelah wafat beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam, karena Ijma' pada masa hidup beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak dianggap, lantaran semua hukum diputuskan secara langsung oleh Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam melalui perantara wahyu. Sedangkan yang dimaksud dengan pada masa tertentu, ini memberikan penegasan bahwa Ijma' tidak harus muncul dari kesepakatan para ulama sepanjang masa hingga Kiamat, bahkan hanya pada masa hidupnya para ulama ahli ijtihad pada saat terjadinya masalah saja.

Antara Ketenangan Jiwa, Kedamaian Hati, Dan Sebuah Kebenaran

Jumat, 12 Nopember 2010 16:34:21 WIB

Pada zaman ini, banyak permasalahan yang dihadapi setiap manusia -dan secara khusus kaum Muslimin-, baik berkaitan dengan masalah lahir, batin, ataupun kejiwaan. Dari sini, muncullah berbagai ragam usaha untuk mengatasi problematika hidupnya. Tujuan utamanya, pada dasarnya hanya satu, yaitu; mendapatkan kepuasan hati, ketenteraman hidup, dan ketenangan jiwa. Yang amat disayangkan, munculnya anggapan keliru karena ketidakpahaman atau karena belum mengerti, bahwa tidak semua hal yang mampu mendatangkan kepuasan, ketenteraman hidup dan ketenangan jiwa menunjukkan kebenaran sesuatu tersebut. Ya, kita bisa katakan, benar, memang sesuatu tersebut dapat mendatangkan kepuasan, ketenteraman hidup dan ketenangan jiwa. Namun permasalahannya, apakah semua hal yang bisa mendatangkan kepuasan, ketenteraman hidup dan ketenangan jiwa bisa dibenarkan secara syar’i? Jadi, yang dimaksud “benar” disini adalah, benar secara tinjauan dan hukum syar’i. Jika tidak demikian, kita akan menemukan betapa banyak praktek-praktek yang memang telah terbukti mampu mendatangkan kepuasan hati, ketenteraman hidup dan ketenangan jiwa orang. Sebagai contoh, sebutlah bersemedhi, bertapa, atau meditasi, atau terapi psikologis lainnya. Hal-hal tersebut memang terbukti mampu mendatangkan kepuasan hati, ketenteraman hidup dan ketenangan jiwa orang yang melakukannya. Namun, apakah syariat Islam yang mulia dan sempurna ini membenarkannya?

Tenteram, Indikasi Kebenaran?

Sabtu, 6 Nopember 2010 16:01:12 WIB

Berkaitan dengan ayat ini, Imam Ibnu Katsir menjelaskan : "Maksudnya, hati akan menjadi baik dan menjadi senang ketika menuju ke sisi Allah. Hati menjadi tenang ketika mengingat Allah, dan hati merasa puas ketika merasa bahwa Allah adalah Pelindung dan Penolongnya". Sementara, Syaikh Abdur Rahman bin Nashir as Sa'di rahimahullah, seorang ulama besar dunia yang hidup antara tahun 1307 H – 1376 H menjelaskan lebih rinci ayat di atas. Beliau mengatakan: "Nyatalah, hanya dengan berdzikir mengingat Allah (hati menjadi tenteram), dan sewajarnyalah hati tidak akan tenteram terhadap sesuatupun kecuali dengan mengingat Allah. Sebab, sesungguhnya tidak ada sesuatupun yang lebih lezat dan lebih manis bagi hati dibandingkan rasa cinta, kedekatan serta pengetahuan yang benar kepada Penciptanya. Sesuai dengan kadar pengetahuan serta kecintaan seseorang pada Penciptanya, maka sebesar itu pula kadar dzikir yang akan dilakukannya. Ini berdasarkan pendapat yang mengatakan, bahwa dzikir kepada Allah ialah dzikirnya seorang hamba ketika menyebut-nyebut Rabb-nya dengan bertasbih, ber-tahlil (membaca Laa ilaaha Illallaah), bertakbir dan dzikir-dzikir lainnya.

Mengenal Syafa'at

Rabu, 23 Juni 2010 16:52:27 WIB

Wahai Rasulullah, Siapakah orang yang paling bahagia dengan mendapatkan syafa’atmu pada hari kiamat? Maka Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab : "Orang yang paling bahagia dengan mendapatkan syafa’atku pada hari kiamat adalah orang yang mengucapkan laa Ilaaha Illallaah (tiada Ilah yang berhak disembah dengan benar kecuali Allah) secara ikhlas dari dalam hatinya". Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah menjelaskan hadits di atas, seraya berkata : "Itulah syafa’at yang akan diperoleh oleh orang yang bertauhid dengan izin Allah, dan mustahil akan diterima oleh orang yang berbuat syirik kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Maka hakikatnya, Allah-lah yang akan memuliakan hamba-hamba yang ikhlas (bertauhid), mengampuni dosa-dosa mereka dengan perantara permohonan orang yang telah diizinkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala untuk memberikan syafa’at. Sebagai bentuk pemuliaan Allah dan pemberian kedudukan yang terpuji kepada mereka. Sedangkan syafa’at yang ditolak oleh al Qur`an adalah yang disertai dengan perbuatan syirik (syafa’at yang diyakini oleh kaum musyrikin). Oleh sebab itu, Allah Subhanahu wa Ta'ala menetapkan bahwa seluruh syafa’at harus dengan seizinNya, dan Nabi Shallallahu 'alaihi wa salalm menetapkan pula bahwa syafa’at tidak akan diberikan kecuali kepada orang-orang yang ikhlas dan bertauhid kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala.

Syafa'at Bermanfaat Bagi Penghuni Neraka Yang Beriman

Selasa, 22 Juni 2010 16:23:11 WIB

Sementara itu Imam Nawawi di dalam Syarah Shahih Muslim menukil perkataan al Qadhi 'Iyadh, yang diantaranya sebagai berikut : "…Sesungguhnya, telah datang atsar-atsar yang secara keseluruhan mencapai batas mutawatir tentang adanya syafa'at di akhirat bagi orang-orang mukmin yang berdosa. Ulama terdahulu maupun kemudian, serta ulama sesudahnya dari kalangan Ahlu Sunnah telah bersepakat akan adanya syafa'at ini. Akan tetapi kaum Khawarij dan sebagian Mu'tazilah mengingkarinya. Mereka menggantungkan (pengingkaran ini) pada madzhab mereka, bahwa orang-orang berdosa akan kekal di Neraka. Mereka berhujjah dengan firman Allah Ta'ala : "Maka tidaklah akan bermanfaat bagi mereka syafa'at dari para pemberi syafa'at". Juga firman Allah Subhanahu wa Ta'ala. "Orang-orang yang zhalim tidak memiliki teman setia seorangpun dan tidak pula mempunyai seorang pemberi syafa'at yang diterima syafa'atnya". Padahal ayat-ayat ini berkaitan dengan orang kafir. Adapun takwil-takwil mereka (kaum Khawarij dan Mu'tazilah) bahwa yang dimaksudkan dengan syafa'at ialah yang berkenaan dengan peningkatan derajat (ahli surga), merupakan takwil batil. Sebab hadits-hadits dalam Kitab tersebut juga pada kitab-kitab lain jelas-jelas menunjukkan batalnya madzhab mereka, dan jelas-jelas menunjukkan akan dikeluarkannya orang (mukmin) yang berhak masuk Neraka (dari Neraka)…"

Kiat Mendapatkan Syafaat Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wa Sallam

Senin, 21 Juni 2010 15:21:26 WIB

Syafa’at berarti menggenapkan, menggabungkan, mengumpulkan sesuatu dengan sejenisnya. Syafa’at juga berarti wasilah, perantara dan menolak permintaan. Syafa’at menurut istilah, yaitu التَوَسُّطُ لِلْغَيْرِ بِجَلْبِ مَنفَعَةٍ اَو دَفْعِ مَضَرََّةٍ, (menolong orang lain dengan tujuan menarik manfaat dan menolak bahaya), dijelaskan oleh Syaikh Utsaimin dalam Syarah Lum’atul I’tiqad, hlm. 128. Syafa’at dibahas oleh ulama Ahlus Sunnah, karena adanya golongan yang berlebih-lebihan dalam menetapkan syafa’at, sampai golongan itu berkeyakinan, bahwa patung-patung dan orang mati itu dapat memberikan syafa’at. Begitu pula ada golongan lain yang mengingkari adanya syafa’at, yaitu golongan Khawarij dan Mu’tazilah. Mereka meyakini, bahwa orang yang berbuat dosa besar dikatakan kafir, akan kekal di dalam neraka dan tidak bisa keluar dari neraka. Pendapat seperti ini sesat dan menyesatkan. Pendapat ini sudah dibantah oleh ulama Ahlus Sunnah wal Jama’ah dengan dalil-dalil dari al Qur`an dan as Sunnah yang shahih. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata : ”Syafa’at, sebabnya adalah tauhid kepada Allah, dan mengikhlaskan agama dan ibadah dengan segala macamnya kepada Allah. Semakin kuat keikhlasan seseorang, maka dia berhak mendapatkan syafa’at. Sebagaimana dia juga berhak mendapatkan segala macam rahmat. Sesungguhnya, syafa’at adalah salah satu sebab kasih sayang Allah kepada hambaNya. Dan yang paling berhak dengan rahmatNya adalah ahlut tauhid dan orang-orang yang ikhlas kepadaNya.

First  Prev  1  2  3  4  5  6  7  8  Next  Last

Bismillaahirrahmaanirrahiim Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam. Shalawat dan salam semoga dicurahkan kepada Rasul termulia, juga kepada seluruh keluarga dan shahabatnya. Amma ba'du. Website almanhaj.or.id adalah sebuah media dakwah sangat ringkas dan sederhana, yang diupayakan untuk ikut serta dalam tasfiyah (membersihkan) umat dari syirik, bid'ah, serta gerakan pemikiran yang merusak ajaran Islam dan tarbiyah (mendidik) kaum muslimin berdasarkan ajaran Islam yang murni dan mengajak mereka kepada pola pikir ilmiah berdasarkan al-Qur'an dan as-Sunnah dengan pemahaman Salafush Shalih. Kebenaran dan kebaikan yang anda dapatkan dari website ini datangnya dari Allah Ta'ala, adapun yang berupa kesalahan datangnya dari syaithan, dan kami berlepas diri dari kesalahan tersebut ketika kami masih hidup ataupun ketika sudah mati. Semua tulisan atau kitab selain Al-Qur'an dan As-Sunnah yang shahihah dan maqbul, mempunyai celah untuk dikritik, disalahkan dan dibenarkan. Barangsiapa yang melihat adanya kesalahan hendaknya meluruskannya. Hati kami lapang dan telinga kami mendengar serta bersedia menerima. Semoga Allah menjadikan upaya ini sebagai amalan shalih yang bermanfaat pada hari yang tidak lagi bermanfaat harta dan anak-anak, melainkan orang yang menemui Rabb-nya dengan amalan shalih. Jazaakumullahu khairan almanhaj.or.id Abu Harits Abdillah - Redaktur Abu Khaulah al-Palimbani - Web Admin