Kategori Fokus : Mabhats

Munculnya Nabi Palsu, Fenomena Akhir Zaman

Minggu, 27 Maret 2011 23:07:26 WIB

Di antara keyakinan di dalam agama Islam yang tidak dapat diganggu gugat adalah bahwa nabi Muhammad bin Abdullah Al-Hasyimi Al-Qurasyi Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah utusan Allah kepada seluruh bangsa di dunia, dari kalangan jin dan manusia. Dan bahwa beliau adalah penutup seluruh para nabi dan rasul, tidak ada lagi nabi dan rasul setelah beliau. Maka barangsiapa mengaku sebagai nabi atau rasul, pembawa syari’at baru atau tanpa syari’at baru, setelah nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam , atau membenarkan pengakuan seseorang sebagai nabi, sesungguhnya ikatan Islam telah lepas dari dirinya. Akan tetapi, hikmah Allah telah menetapkan bahwa Dia akan menguji keimanan hamba-hambanya dengan memunculkan orang-orang yang mengaku sebagai nabi setelah nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam. Bagi orang yang memiliki ilmu warisan dari Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam , maka peristiwa itu akan menambah keyakinan dan keimanannya terhadap kebenaran nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dan agama yang beliau bawa. Karena memang fenomena akan munculnya para dajjal (pendusta) yang mengaku sebagai nabi itu telah diberitahukan oleh beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam di masa kehidupannya. Maka di sini, -insya Allah- kami akan membahas seputar masalah ini, agar kaum muslimin selamat dari kesesatan yang dapat mengeluarkan mereka dari agamanya ini. Mudah-mudahan Allah membimbing kita semua di atas jalan yang lurus.

Nabi Yang Sebenarnya

Sabtu, 26 Maret 2011 22:56:09 WIB

Banyak orang tersesat ketika mengira bawa setiap orang yang bisa memamerkan kejadian ajaib pada dirinya berarti adalah wali Allah yang shaleh. Misalnya, ada orang yang bisa terbang di udara atau berjalan di atas air. Bahkan boleh jadi ada yang mengaku nabi, seperti al-Harits ad-Dimasyqi yang muncul di Syam pada zaman Abdul Malik bin Marwan dan mengaku nabi (atau Mirza Ghulam Ahmad, atau Kadirun Yahya, atau Lia Aminudin atau Dajjal –nas’alullah min fitnatihi wamin fitnatihim jami’an). Al-Harits ini memamerkan peristiwa-peristiwa aneh yang terjadi melalui tangannya. Ia pernah dibelenggu kedua kakinya, tetapi bisa lepas, pernah dibacok dengan senjata tajam, tidak mempan, batu pualam bertasbih ketika di sentuh tangannya dan pernah suatu kali ia memperlihatkan kepada orang-orang di sekelilingnya tentang rombongan makhluk yang berjalan kaki dan naik kuda diudara, lalu ia katakan bahwa rombongan itu adalah malaikat. Keajaiban-keajaiban semacam ini adalah hasil kerja setan (bukan mu’jizat dan bukan karamah). Oleh karena itu bila ada orang saleh yang hadir di situ lalu berdzikir kepada Allah atau membaca ayat Kursi atau membaca beberapa ayat al-Qur’an, maka sirnalah keajaiban setan yang mereka miliki itu.

Madzhab Dan Perkembangannya

Senin, 21 Februari 2011 22:42:04 WIB

Pada umumnya, bila membicarakan madzhab, seseorang kemudian mengacu kepada permasalahan fiqhiyah. Padahal madzhab itu mencakup juga yang berkait dengan keyakinan dan aqidah. Oleh karenanya, sering digunakan para ulama untuk menyatakan keyakinan dan i`tiqad Ahlu Sunnah, seperti pernyataan Imam Abu Utsman Isma’il bin Abdurrahman Ash Shabuni (wafat 449H) ketika menjelaskan aqidah Ahlu Sunnah Wal Jama’ah : “Dan termasuk madzhab Ahli Hadits, iman adalah perkataan dan perbuatan serta ma’rifah (ilmu), bertambah dengan ketaatan dan berkurang dengan kemaksiatan”. Beliau juga menyatakan : “Diantara madzhab Ahlu Sunnah wal Jamaah…". Dengan demikian, merupakan kekeliruan bila seseorang yang fanatik terhadap satu madzhab (misalnya madzhab Syafi’i), tetapi hanya mengambil madzhabnya dalam bidang fiqih dan meninggalkan aqidah yang diyakini Imam Syafi’i. Atau yang mengklaim diri bermahdzab Hanbali, tetapi tidak mengikuti masalah i’tiqad Imam Ahmad bin Hanbal. Atau yang lainnya. Fenomena seperti ini banyak menghinggapi para pengikut madzhab yang ada, yakni mereka bersikukuh menyatakan diri bermadzhab imam tertentu, namun aqidah dan amalannya jauh dari imam yang “katanya” diikutinya tersebut. Kenyataan seperti ini telah lama melintas dalam sejarah berkembangnya madzhab-madzhab. Terlebih lagi dengan masuknya kitab-kitab Persia, India dan Rumawi dengan ajaran filsafatnya, yang turut berperan melahirkan pemikiran dan madzhab baru dan menyesatkan.

Keseimbangan Dan Kemudahan Dalam Islam

Minggu, 6 Februari 2011 23:01:00 WIB

Syaikh Abdurrahman As Sa'di dalam tafsirnya (hlm. 65 surat Al Baqarah 143) mengatakan : "Allah telah menjadikan umat ini wasath (pertengahan) dalam segala urusan agama. Pertengahan dalam mengimani para nabi, antara sikap berlebihan kaum Nasrani dan kekurangajaran kaum Yahudi. Mereka mengimani seluruh nabi menurut prosedur yang layak. Pertengahan dalam syariat, tidak berlebih-lebihan seperti kaum Yahudi dan tidak pula menyepelekan seperti kaum Nasrani. Demikian pula dalam masalah bersuci dan makanan, tidak seperti Yahudi yang tidak boleh shalat kecuali di dalam sinagog mereka dan tidak dapat menggunakan air untuk menghilangkan najis, telah diharamkan atas mereka perkara-perkara yang baik sebagai bentuk hukuman bagi mereka. Dan tidak pula seperti Nasrani yang tidak mengenal najis dan haram, bahkan mereka membolehkan segala sesuatunya. Tata cara bersuci kaum muslimin adalah yang paling sempurna. Allah menghalalkan bagi mereka segala makanan dan minuman yang baik-baik, menyuruh mereka menutup aurat dan menganjurkan pernikahan serta mengharamkan seluruh keburukan atas mereka."

Konsekwensi Adanya Ijma Ulama

Minggu, 9 Januari 2011 22:55:31 WIB

Ijma' adalah satu hujjah syar’iyyah yang dijadikan pijakan oleh para ulama Ahli Sunnah dari jaman ke jaman dalam setiap masalah 'ilmiyyah diniyyah. Al-Imam asy-Syafi’i berkata: "Sumber ilmu ada empat, yaitu: al-Kitab, Sunnah, Ijma’ atau Qiyas. Syaikhul-Islam Ibnu Taimiyyah berkata: "Apabila telah tetap Ijma' pada suatu hukum (di antara hukum-hukum syar’i), maka tidak boleh bagi seseorang untuk keluar dari Ijma' mereka". Ijma' adalah pokok yang ketiga yang menjadi pijakan ilmu dan agama. Para ulama menimbang dengan tiga ushul ini terhadap seluruh apa yang ditempuh manusia, baik ucapan maupun perbuatannya, yang nampak maupun yang tersembunyi yang memiliki hubungan dengan agama. Keempat sumber di atas saling bersesuaian dan tidak ada pertentangan, karena antara yang satu dengan lainnya saling membenarkan dan saling menguatkan. Oleh sebab itu, kita boleh mengatakan bahwa dasar dalil-dalil syar’i adalah Al-Qur`ân, dengan tinjauan selainnya sebagai penjelas Al-Qur`ân, atau sebagai cabang dan semua bersandar kepadanya. Boleh juga kita katakan sumber dalil adalah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dengan tinjauan Al-Qur`ân disampaikan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, dan Sunnah itu datang dari Allah Subhanahu wa Ta'ala sebagai penjelas terhadap Al-Qur`ân. Adapun Ijma' dan Qiyas, penetapannya berdasarkan kepada Al-Qur`ân dan Sunnah.

Contoh-Contoh Pelanggaran Terhadap Ijma

Sabtu, 8 Januari 2011 22:52:53 WIB

Syaikhul-Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah dalam risalah beliau al-'Aqidah al-Wasithiyah menjelaskan: “Ijma' merupakan dasar ketiga yang dijadikan sebagai sandaran dalam masalah ilmu dan agama. Dengan tiga dasar inilah (yaitu, Al-Qur`ân, as-Sunnah, dan Ijma'-red), ahlussunnah menimbang (mengukur) semua yang bersumber dari manusia, berupa perkataan dan perbuatan, lahir dan bathin, yang berkait dengan agama.". Pernyataan “Ijma' secara keseluruhan hanya mungkin terjadi pada masa sahabat”, bukan berarti setelah mereka tidak ada Ijma'. Akan tetapi, Ijma' para sahabat lebih mungkin terjadi, karena mereka belum tersebar ke berbagai kota serta belum banyak orang ‘ajam (non Arab) yang masuk Islam, juga belum ada firqah-firqah dalam Islam. Sebagaimana Ijma' terjadi pada masa sahabat, juga Ijma' terwujud pada masa setelah masa sahabat. Ijma' mereka ini terjadi dalam berbagai permasalahan. Oleh karena itu, para ulama telah menulis beberapa kitab mengenai Ijma' ini. Seperti Imam Ibnul-Mundzir dengan kitabnya yang terkenal, yaitu Kitab al-Ijmâ. Manhaj` beliau t sama dengan manhaj Ibnu Jarir ath-Thabari dalam mendefinisikan al-Ijma'. Kemudian al-Imam Ibnu Hazm yang menulis tentang Maraâtibul-Ijma' dan menjelaskan apa-apa yang telah disepakati oleh para ulama dari kalangan para sahabat, tabi’in dan tabi’ tabi’in dan seterusnya. Singkat kata, seluruh ulama sepakat tentang adanya Ijma' dalam Islam. Ini bagian pertama yang harus kita ketahui.

First  Prev  1  2  3  4  5  6  7  Next  Last

Bismillaahirrahmaanirrahiim Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam. Shalawat dan salam semoga dicurahkan kepada Rasul termulia, juga kepada seluruh keluarga dan shahabatnya. Amma ba'du. Website almanhaj.or.id adalah sebuah media dakwah sangat ringkas dan sederhana, yang diupayakan untuk ikut serta dalam tasfiyah (membersihkan) umat dari syirik, bid'ah, serta gerakan pemikiran yang merusak ajaran Islam dan tarbiyah (mendidik) kaum muslimin berdasarkan ajaran Islam yang murni dan mengajak mereka kepada pola pikir ilmiah berdasarkan al-Qur'an dan as-Sunnah dengan pemahaman Salafush Shalih. Kebenaran dan kebaikan yang anda dapatkan dari website ini datangnya dari Allah Ta'ala, adapun yang berupa kesalahan datangnya dari syaithan, dan kami berlepas diri dari kesalahan tersebut ketika kami masih hidup ataupun ketika sudah mati. Semua tulisan atau kitab selain Al-Qur'an dan As-Sunnah yang shahihah dan maqbul, mempunyai celah untuk dikritik, disalahkan dan dibenarkan. Barangsiapa yang melihat adanya kesalahan hendaknya meluruskannya. Hati kami lapang dan telinga kami mendengar serta bersedia menerima. Semoga Allah menjadikan upaya ini sebagai amalan shalih yang bermanfaat pada hari yang tidak lagi bermanfaat harta dan anak-anak, melainkan orang yang menemui Rabb-nya dengan amalan shalih. Jazaakumullahu khairan almanhaj.or.id Abu Harits Abdillah - Redaktur Abu Khaulah al-Palimbani - Web Admin