Kategori Bahasan : Hadits (2)

Bab Menghilangkan Najis Dan Penjelasannya (34-35)

Minggu, 21 Nopember 2010 15:37:11 WIB

Dari hadits-hadits yang mulia di atas, dapat kita ambil beberapa hukum yang sangat penting untuk diketahui, di antaranya: Hukum najisnya darah haidh dan nifas. Dalam masalah ini para ulama telah ijma’. Adapun selain dari darah haidh, seperti darah yang keluar dari manusia dan hewan, (maka) tidak ada satupun dalil yang sah yang menajiskannya. Karena, hukum asal segala sesuatu itu suci sampai datang dalil yang tegas dan sah yang menajiskannya. Apabila tidak ada, maka dikembalikan kepada hukum asalnya, yaitu suci. Dan dalam masalah darah, tidak datang dalil kecuali dalil tentang najisnya darah haidh. Dalam hal ini, hanya terbatas pada dalil. Kalau ada dalil yang menetapkan sesuatu itu najis, maka kita tetapkan kenajisannya. Kalau tidak ada, maka hukum asal segala sesuatu itu suci (dan) tidak bisa dipalingkan dengan jalan qiyas. Darah haidh, banyak atau sedikit tetap najis. Dalam membersihkan darah haidh, disukai mempergunakan sesuatu, seperti sabun dan lain-lain. Setelah itu, kalau masih ada bekasnya, tidaklah mengapa.

Bab Menghilangkan Najis Dan Penjelasannya (33)

Minggu, 21 Nopember 2010 15:16:29 WIB

Di antara fiqih dari hadits-hadits yang mulia di atas ialah: Kencing bayi laki-laki yang belum memakan makanan, yakni masih menyusu, apabila mengenai pakaian dan lain-lain, (maka) cara membersihkannya cukup dipercikkan saja dengan air dan tidak harus dicuci, sebagaimana sabda dan perbuatan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam di atas. Ini menunjukkan, kencing bayi laki-laki najis dengan najis yang ringan. Ketentuan di atas setelah memenuhi dua syarat. Pertama. Bayi tersebut adalah bayi laki-laki bukan bayi perempuan. Kedua. Bayi tersebut belum memakan makanan selain air susu ibu (asi). Apabila hilang salah satu atau kedua syarat di atas, misalnya bayi laki-laki itu telah diberi makan selain air susu ibu atau dia seorang bayi perempuan meskipun belum memakan makanan, kecuali air susu ibu, maka hukumnya najis seperti najisnya air kencing orang dewasa, dan mewajibkan mencuci sesuatu, seperti pakaian dan lain-lain yang terkena air kencingnya, sebagaimana dapat kita ketahui hukumnya dari hadits-hadits di atas. Bahwa syara’ yang bijaksana senantiasa membedakan antara laki-laki dan perempuan dalam sebagian hukumnya sampai kepada masalah kencing bayi laki-laki dan perempuan. Kalau kencing saja antara dua orang bayi laki-laki dan perempuan telah dibedakan, bagaimanakah tentang masalah kepemimpinan?

Bab Menghilangkan Najis Dan Penjelasannya (29-32)

Sabtu, 20 Nopember 2010 15:46:20 WIB

Bahwa air mani itu suci, tidak najis. Kedudukannya sama seperti air ludah, ingus dan air reak. Meskipun dianggap kotor, tetapi kotor bukan sebagai najis. Secara syar’i, ia tetap suci. Adapun kadang-kadang Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dan ‘Aisyah mencuci air mani yang menempel di pakaian Beliau, tidak menunjukkan najisnya, tetapi sebagai kebersihan saja. Seperti air ludah dan ingus yang mengenai pakaian kita, dikatakan kotor, kemudian dicuci untuk kebersihan. Demikian juga kuah sayur yang tumpah menimpa pakaian kita, dikatakan kotor, bukan kotor dalam arti najis secara syar’i. Dari sini, kita dapat mengambil satu kaidah, bahwa tidak setiap sesuatu yang dicuci atau dianggap kotor itu najis. Demikianlah yang menjadi mazhab Imam Asy Syafi’i dan Imam Ahmad bin Hambal. Dan mazhab (pendapat) inilah yang dibela oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dengan pembelaan yang sangat kuat sekali. (Lihatlah keluasan dan kelengkapannya di Majmu’ Fatawa, Ibnu Taimiyyah, juz 21 hlm. 587-607). Kewajiban seorang isteri berkhidmat kepada suami, hatta dalam masalah yang dianggap kotor oleh manusia. Zuhudnya Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam kehidupan dunia. Bahwa setiap perkataan dan perbuatan Nabi n tidak disembunyikan dari umatnya. Meskipun sesuatu yang biasanya disembunyikan oleh manusia, seperti urusan air mani. Dari kaidah ini, kita mengetahui, alangkah batilnya perkataan Rafidhah (Syi’ah), bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam telah merahasiakan sesuatu kepada Ali yang tidak diketahui oleh seorangpun juga dari umatnya.

Bab Menghilangkan Najis Dan Penjelasannya (27-28)

Jumat, 19 Nopember 2010 16:14:24 WIB

Bahwa hukum asal segala sesuatu itu mubah (boleh), sampai datang dalil yang melarangnya. Ini berdasarkan perbuatan para sahabat yang langsung menyembelih, kemudian memasak daging keledai kampung tersebut. Tanpa bertanya terlebih dahulu kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam berpegang dengan hukum asal di atas. Kemudian mereka berhenti ketika telah datang larangan dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Bahwa suatu benda yang suci, apabila bersentuhan dengan benda yang najis, niscaya dia menjadi najis. Oleh karena itu, Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam telah memerintahkan para sahabat mencuci kuali tempat memasak daging keledai kampung. Walaupun asalnya suci, tetapi menjadi najis karena bersentuhan dengan daging keledai kampung yang najis. (Fat-hul Bari, no. 5.528). Bahwa sesuatu yang dipakai sebagai alat untuk sesuatu yang haram, seperti botol untuk khamr atau periuk (kuali) untuk memasak daging babi atau daging keledai kampung, jika masih bisa dimanfaatkan, maka boleh dipakai. Dan jika tidak bisa dimanfaatkan, hendaklah dihancurkan atau dipecahkan. Ini berdasarkan perintah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam kepada para sahabat, agar mereka menghancurkan kuali-kuali tempat memasak daging-daging keledai kampung. Kemudian, ketika sebagian sahabat ingin memanfaatkannya setelah dicuci karena najisnya daging keledai kampong, Nabi pun membenarkannya. (Fat-hul Bari, Kitab Mazhaalim, Bab 32).

Fikih Menggunakan Tangan Kanan

Rabu, 20 Januari 2010 15:38:40 WIB

Al-Qur`an sebagai sumber hukum Islam menyebutkan penggolongan manusia di akhirat kelak. Menariknya, ialah penggolongan umat manusia menjadi dua golongan. Pertama, golongan yang menerima buku catatan amalnya dengan tangan kanan. Golongan pertama ini sangat identik dengan orang-orang baik, taat kepada Allah Azza wa Jalla, dan memperoleh keselamatan, kebahagiaan, kenikmatan dan keberuntungan di akhirat kelak. Saking gembiranya atas hasil catatannya yang baik, mereka berkemauan memperlihatkannya kepada orang lain. Allah Azza wa Jalla berfirman: "Adapun orang-orang yang diberikan kepadanya kitabnya dari sebelah kanannya, maka dia berkata: "Ambillah, bacalah kitabku (ini)". Dan kedua, golongan yang menerimanya dengan tangan kiri. Mereka ini kumpulan orang yang dirundung kesedihan dan perasaan hancur karena buruknya catatan yang terkandung di buku amalan mereka. Syaikh al-'Utsaimin rahimahullah mengkiaskan kejadian di atas dengan peristiwa pada hari penerimaan rapot anak-anak di sekolah. Dapat disaksikan bila siswa menerima rapot dengan hasil baik (lulus ujian), maka ia akan memamerkannya kepada teman-teman dan kaum kerabatnya. Berbeda dengan siswa yang tidak lulus, maka ia akan berandai-andai agar tidak pernah menerima rapot, apalagi sampai melihatnya.

Fiqh Wudhu : Kapan Permulaan Terhitungnya Jangka Waktu Mengusap Khuf, Mengusap Perban Luka

Minggu, 22 April 2007 14:21:23 WIB

Boleh mengusap pembalut tersebut sampai pembalut tersebut dilepas (sembuh lukanya). Ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Jabir Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Kami pernah bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam suatu perjalanan. Waktu itu ada seorang laki-laki dari kami yang tertimpa batu hingga kepalanya luka. Kemudian dia mimpi basah. Dia pun kemudian bertanya kepada para sahabatnya, ‘Apakah saya mendapat rukhsah (keringanan) untuk bertayamum?’ Mereka menjawab, ‘Kami pandang kamu tidak mendapatkan rukhsah (keringanan) untuk bertayamum karena kamu masih mampu untuk mandi. Kemudian ia pun mandi, lalu mati. Ketika kami bertemu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, kami sampaikan persitiwa itu. Maka beliau bersabda. “Mereka telah membunuhnya, semoga Allah membunuh mereka. Kenapa kalian tidak bertanya kalau kalian tidak tahu? Sesungguhnya obat kebodohan adalah bertanya.

First  Prev  1  2  3  4  5  Next  Last

Bismillaahirrahmaanirrahiim Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam. Shalawat dan salam semoga dicurahkan kepada Rasul termulia, juga kepada seluruh keluarga dan shahabatnya. Amma ba'du. Website almanhaj.or.id adalah sebuah media dakwah sangat ringkas dan sederhana, yang diupayakan untuk ikut serta dalam tasfiyah (membersihkan) umat dari syirik, bid'ah, serta gerakan pemikiran yang merusak ajaran Islam dan tarbiyah (mendidik) kaum muslimin berdasarkan ajaran Islam yang murni dan mengajak mereka kepada pola pikir ilmiah berdasarkan al-Qur'an dan as-Sunnah dengan pemahaman Salafush Shalih. Kebenaran dan kebaikan yang anda dapatkan dari website ini datangnya dari Allah Ta'ala, adapun yang berupa kesalahan datangnya dari syaithan, dan kami berlepas diri dari kesalahan tersebut ketika kami masih hidup ataupun ketika sudah mati. Semua tulisan atau kitab selain Al-Qur'an dan As-Sunnah yang shahihah dan maqbul, mempunyai celah untuk dikritik, disalahkan dan dibenarkan. Barangsiapa yang melihat adanya kesalahan hendaknya meluruskannya. Hati kami lapang dan telinga kami mendengar serta bersedia menerima. Semoga Allah menjadikan upaya ini sebagai amalan shalih yang bermanfaat pada hari yang tidak lagi bermanfaat harta dan anak-anak, melainkan orang yang menemui Rabb-nya dengan amalan shalih. Jazaakumullahu khairan almanhaj.or.id Abu Harits Abdillah - Redaktur Abu Khaulah al-Palimbani - Web Admin