Kategori Bahasan : Hadits (2)

Fiqh Wudhu : Kapan Permulaan Terhitungnya Jangka Waktu Mengusap Khuf, Mengusap Perban Luka

Minggu, 22 April 2007 14:21:23 WIB

FIQIH WUDHU BAB WUDHU


Oleh
Syaikh Abdul Aziz Muhammad As-Salman




Pertanyaan
Kapan permualaan terhitungnya jangka waktu mengusap khuf? Sebutkan dalilnya dengan jelas!

Jawaban
Permulaan terhitungnya jangka waktu mengusap khuf atau yang sejenisnya bisa dijelaskan sebagai berikut. Misalnya kita memakai khuf dalam keadaan suci lalu batal (berhadats kecil). Saat awal berhadats itulah permulaan perhitungan jangka waktunya, karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

“Artinya : Orang yang musafir mengusap dalam (waktu) tiga hari tiga malam dan yang mukim satu hari satu malam” [Hadits Riwayat Ahmad no. 20849]

Dan sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Orang yang musafir mengusap”, maknanya adalah dibolehkan mengusap ketika berhadats kecil. Dan karena memakai khuf adalah termasuk ibadah yang telah ditentukan waktunya, maka diambil kesimpulan bahwa permulaan waktunya dihitung mulai dari dibolehkannya mengusap, yaitu setelah adanya hadats, ini merupakan pendapat Umar Radhiyallahu ‘anhu. Pendapat ini dipilih oleh Ibnu Al-Mundziri berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Jadi, adanya keringanan mengusap khuf dan yang sejenisnya dalam waktu sehari semalam bagi orang yang mukim dan tiga hari tiga malam bagi orang yang musafir itu jangka waktunya dihitung sejak pertama kali mengusap (bukan sejak saat memakai khuf).

Pertanyaan
Bagaimana hukum memakai kaos kaki kemudian memakai sepatu yang menutupi mata kaki (berkait dengan dibolehkannya mengusap)?

Jawaban
Kalau sepatu itu dipakai sebelum batal (maskudnya : dalam keadaan suci) maka yang berlaku adalah hukum yang berkait dengan mengusap kaos kaki. Apabila kita memakai khuf dan memakai sepatu sebelum berhadats, mana yang diusap ? Yang diusap adalah boleh sepatunya, boleh juga kaos kakinya. Akan tetapi apabila ketika memakai sepatu dalam keadaan berhadats, maka yang diusap bukan sepatunya melainkan kaos kakinya.

Pertanyaan.
Apabila mengusap khuf dalam kondisi safar, kemudian pulang (menjadi orang yang mukim) atau sebaliknya, atau ragu kapan memulainya, bagaimana ketentuan hukumnya?

Jawaban
Dalam keadaan seperti itu ketentuan hukumnya sebagaimana orang yang mukim (sehari semalam), karena itu yang diyakini. Adapun selebihnya (lebih dari sehari semalam) syaratnya tidak terpenuhi dan hukum asalnya tidak ada. Kalau seseorang dalam keadaan berhadats kemudian musafir sebelum mengusap khufbya, maka usaplah sebagaimana orang yang musafir.

Pertanyaan
Bagaimana hukum mengusap perban (pembalut) dan luka-luka? Tolong sertakan dalilnya ?

Jawaban
Boleh mengusap pembalut tersebut sampai pembalut tersebut dilepas (sembuh lukanya). Ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Jabir Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Kami pernah bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam suatu perjalanan. Waktu itu ada seorang laki-laki dari kami yang tertimpa batu hingga kepalanya luka. Kemudian dia mimpi basah. Dia pun kemudian bertanya kepada para sahabatnya, ‘Apakah saya mendapat rukhsah (keringanan) untuk bertayamum?’ Mereka menjawab, ‘Kami pandang kamu tidak mendapatkan rukhsah (keringanan) untuk bertayamum karena kamu masih mampu untuk mandi’. Kemudian ia pun mandi, lalu mati. Ketika kami bertemu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, kami sampaikan persitiwa itu. Maka beliau bersabda.

“Artinya : Mereka telah membunuhnya, semoga Allah membunuh mereka. Kenapa kalian tidak bertanya kalau kalian tidak tahu? Sesungguhnya obat kebodohan adalah bertanya. Sesunggunya cukup baginya bertayamum dan merawat atau membalut lukanya dengan kain pembalut kemudian mengusapnya lalu mengguyur bagian tubuhnya yang lain” [Hadits Riwayat Abu Dawud no. 284 dan Ad-Daruquthni]

Pertanyaan
Tolong sebutkan perbedaan ketentuan antara pembalut luka dengan kaos kaki?

Jawaban
Pertama . Kaos kaki hanya boleh diusap dalam keadaan hadats kecil saja, sedangkan pembalut luka boleh diusap dalam keadaan hadats besar dan kecil.
Kedua. Pembalut luka tidak ada batasan waktu mengusanya
Ketiga. Pembalut luka tidak dispersyaratkan harus pembalut yang menutup luka secara keseluruhan. Ini sudah menjadi ijma
Keempat. Pembalut luka harus diusap seluruhnya
Kelima. Pembaut luka khusus diusap dalkam keadaan darurat.
Keenam. Pembalut luka harus diusap,

Pertanyaan
Apa saja yang membatalkan hukum mengusap sarung kaki (kaos kaki)? Dan apa yang harus dilakukan kalau mendapatkan hal itu ?

Jawaban
Yang membatalkan ada tiga.

1. Masa berlakunya habis
2. Kaos kaki tersebut dilepas
3. Janabat

Al-Imrithi berkata : “Perkara-perkara yang membatalkan mengusap sarung tangan ada tiga, yaitu ; habis masanya, sarung kaki tersebut dilepas, dan semua perkara yang mewajibkan mandi”

[Disalin dari kitab Al-As’ilah wa Ajwibah Al-Fiqhiyyah Al-Maqrunah bi Al-Adillah Asy-Syar’iyyah jilid I, Disalin ulang dari Majalah Fatawa 07/I/1424H -2003M]

Bismillaahirrahmaanirrahiim Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam. Shalawat dan salam semoga dicurahkan kepada Rasul termulia, juga kepada seluruh keluarga dan shahabatnya. Amma ba'du. Website almanhaj.or.id adalah sebuah media dakwah sangat ringkas dan sederhana, yang diupayakan untuk ikut serta dalam tasfiyah (membersihkan) umat dari syirik, bid'ah, serta gerakan pemikiran yang merusak ajaran Islam dan tarbiyah (mendidik) kaum muslimin berdasarkan ajaran Islam yang murni dan mengajak mereka kepada pola pikir ilmiah berdasarkan al-Qur'an dan as-Sunnah dengan pemahaman Salafush Shalih. Kebenaran dan kebaikan yang anda dapatkan dari website ini datangnya dari Allah Ta'ala, adapun yang berupa kesalahan datangnya dari syaithan, dan kami berlepas diri dari kesalahan tersebut ketika kami masih hidup ataupun ketika sudah mati. Semua tulisan atau kitab selain Al-Qur'an dan As-Sunnah yang shahihah dan maqbul, mempunyai celah untuk dikritik, disalahkan dan dibenarkan. Barangsiapa yang melihat adanya kesalahan hendaknya meluruskannya. Hati kami lapang dan telinga kami mendengar serta bersedia menerima. Semoga Allah menjadikan upaya ini sebagai amalan shalih yang bermanfaat pada hari yang tidak lagi bermanfaat harta dan anak-anak, melainkan orang yang menemui Rabb-nya dengan amalan shalih. Jazaakumullahu khairan almanhaj.or.id Abu Harits Abdillah - Redaktur Abu Khaulah al-Palimbani - Web Admin